Pura Kahyangan Desa

Pembahasan lebih mendalam tentang Pura Kahyangan Tiga disampaikan oleh Bapak Prof. Drs. I Gusti Gde Ardana. Di Bawah ini adalah contoh berbagai macam pura dari berbagai lokasi dengan kekhasannya masing-masing.

 

 

Pura Desa

Pura Desa atau Pura Baleagung adalah tempat pemujaan Tuhan dalam prabawanya sebagai Brahma sang pencipta (Utpati).
Pura Desa Baku
Pura Desa Adat Bungaya - Akah
Pura Bale Banjar - Kadewatan
Pura Bale Agung - Desa Pakraman Catur
Pura Bale Agung - Desa Pakraman Katung
Pura Bale Agung - Br. Pilan

Pura Puseh

Pura Puseh dan atau Pura Segara, tempat pemujaan Tuhan dalam prabawanya sebagai Wisnu sang pemelihara (Sthiti).
Pura Puseh Baku
Pura Puseh - desa adat Pilan
Pura Puseh - desa adat Lawak

Pura Dalem

Pura Dalem adalah tempat memuja Tuhan dalam prabawanya sebagai Çiwa sang pelebur (Pralina)
Pura Dalem Baku
Pura Dalem Mungsengan
Pura Dalem Sukun Br. Benaya
Pura Dalem Sukun Br. Saren
Pura Dalem Swargan
Pura Dalem Gde Dasar
Pura Dalem Bija Br. Semana
Pura Dalem Penataran Pande Payangan

Prajapati

Pelinggih yang dibangun pada hulun setra, berbentuk Padma, dan sebuah bentuk Bebaturan Linggih Sedahan Setra.
Pura Prajapati Baku
Pura Mrajapati Mungsengan
Pura Prajapati Kadewatan

Pura Desa & Puseh

Penggabungan antara pura Desa dan pura Puseh.
Pura Desa dan Puseh Baku
Pura Desa lan Puseh Kadewatan
 

Pura Lainnya

Pura peninggalan masa pra Hindu atau milik pribadi/ perguruan/ organisasi.
Pura Penataran Sari Banua
Pura Tegal Suci - Kadewatan
Pura Penataran Sari - Petang
Pura Pucak Swargan
Pura Pucaksari Samu
Pura Pucak Gegelang
Kompleks Pura Gerana
 

 

Yang mengajarkan pendirian Kahyangan Tiga di setiap desa pakraman adalah Mpu Kuturan kira-kira pada abad ke-11. Pada abad tersebut yang menjadi raja di Bali adalah Raja Udayana yang didampingi oleh permaisurinya dari Jawa bernama Mahendradatta dengan gelar Gunapriya Dharma Patni.

Gagasan Mpu Kuturan mendirikan Kahyangan Tiga di setiap desa pakraman itu diperkirakan muncul saat ada pesamuan besar di Pura Samuan Tiga sekarang yang terletak di Desa Bedulu Kabupaten Gianyar. Ada berbagai pendapat tentang pesamuan agung tersebut. Ada yang menyatakan bahwa pesamuan di Samuan Tiga itu untuk menyatukan sekte-sekte Hindu yang pecah belah pada saat itu. Tetapi banyak guru besar arkeologi yang menyatakan tidak menjumpai bukti-bukti yang mengandung nilai sejarah yang menyatakan bahwa zaman tersebut sekte-sekte Hindu yang ada pecah belah.

Raja Udayana dan permaisurinya saja saat itu beda sekte keagamaannya. Raja Udayana menganut Buddha Mahayana, sedangkan permaisurinya menganut sekte Siwa Pasupata. Pesamuan tersebut nampaknya untuk menetapkan kebijaksanaan dalam meningkatkan daya spiritual masyarakat Bali untuk membangun kehidupan yang sejahtera lahir batin. Karena pendirian Kahyang Tiga di setiap desa pakraman itu untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Tri Murti sebagaimana dinyatakan dalam Pustaka Bhuana Kosa III. 76.

Tuhanlah yang menciptakan (utpati), melindungi (sthiti) dan mempralayakan (pralaya atau pralina) semua ciptaan-Nya. Kemahakuasaan Tuhan untuk melakukan Utpati, Sthiti dan Pralina ini disebut Tri Kona (dengan lambang Lukisan Segi Tiga, lambang siclus Utpati, Sthiti, Pralina). Dengan pemujaan Tuhan Siwa sebagai Tri Murti mengandung dua konsep pembinaan kehidupan spiritual, yaitu konsep

Tri Kona dan Tri Guna.

Dalam Bhagawata Purana dinyatakan ada tiga kelompok Maha Purana. Ada Satvika Purana dengan Ista Dewatanya Dewa Wisnu. Ada Rajasika Purana dengan Dewa Brahma sebagai Ista Dewatanya dan ada Tamasika Purana dengan Dewa Siwa sebagai Ista Dewatanya. Dengan demikian Tri Murti menurut Bhagawata Purana adalah Brahma, Wisnu dan Siwa sebagai Guna Awatara. Artinya Tuhan-lah yang menjadi sumber pengendali tertinggi tiga dasar sifat manusia yang disebut Tri Guna itu.

Pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti di setiap desa pakraman di Bali sebagai media sakral untuk menerapkan konsep untuk menguatkan kehidupan spiritual. Penguatan kehidupan spiritual melalui penguatan sistem pemujaan pada Tuhan, agar umat hidupnya terarah dalam mengarungi dinamika kehidupan di dunia ini.

Untuk mewujudkan empat tujuan hidup mencapai Dharma, Artha, Kama dan Moksha minimal ada dua konsep hidup yang harus dijadikan pegangan untuk mengarahkan dinamika hidup di tingkat desa pakraman.

Dua konsep itu adalah Tri Kona dan Tri Guna.

Dua konsep spiritual tersebut akan membina kehidupan di desa pakraman untuk menuntun umat mewujudkan empat tujuan hidup tersebut sesuai dengan tahapan hidup yang disebut Catur Asrama. Tri Kona sebagai kemahakuasaan Tuhan dijadikan sumber tuntunan tertinggi dalam melakukan tiga dinamika hidup tersebut. Artinya manusia hendaknya menjadikan konsep Tri Kona itu sebagai guide line dalam berperilaku mencipta (utpati), memelihara (sthiti) dan meniadakan (pralina) untuk menegakkan kehidupan yang benar, suci dan harmonis (Satyam, Siwam dan Sundharam).

Ciri hidup yang baik dan benar itu adalah melakukan kreativitas untuk menciptakan sesuatu yang sepatutnya diciptakan. Hal inilah yang disebut Utpati atau Sthiti. Selanjutnya kreatif untuk memelihara sesuatu yang sepatutnya dipelihara atau Utpati. Dalam kehidupan ini ada hal-hal yang memang seyogianya ditiadakan agar dinamika hidup ini dengan laju menuju kehidupan yang Jana Hita dan Jagat Hita. Jana Hita artinya kebahagiaan secara individu dan Jagat Hita adalah kebahagiaan secara bersama-sama. Inilah yang seyogianya yang dikembangkan oleh umat di desa pakraman. Melaksanakan ajaran Tri Kona tersebut tidaklah semudah teorinya. Karena itu dalam melakukan upaya penciptaan agar upaya tersebut benar-benar berguna dalam kehidupan ini membutuhkan tuntunan spiritual dengan memuja Batara Brahmana di Pura Desa sebagai unsur Kahyangan Tiga di desa pakraman.

Demikian juga untuk memelihara dan melindungi sesuatu yang baik dan benar yang sepatutnya dilindungi tidaklah mudah. Melakukan upaya Sthiti ini juga dibutuhkan daya spiritual dengan memuja Tuhan sebagai Batara Wisnu. Dalam hidup juga banyak adanya sesuatu yang menghalangi proses hidup menuju dharma. Untuk meniadakan sesuatu yang sepatutnya ditiadakan juga membutuhkan daya spiritual yang kuat. Untuk menguatkan daya spiritual untuk melakukan Pralina itulah Tuhan dipuja sebagai Rudra atau Batara Siwa.

Dinamika hidup dengan landasan Tri Kona inilah yang dapat menciptakan suasana hidup yang dinamis, harmonis dan produktif dalam arti spiritual dan material secara berkesinambungan. Dari konsep Tri Kona ini sesungguhnya dapat dikembangkan menjadi berbagai kebijakan di desa pakraman. Betapa pun maju suatu zaman yakinlah dapat dikendalikan dengan konsep Tri Kona. Dengan konsep Tri Kona ini desa pakraman tidak akan pernah kehilangan jati dirinya sebagai lembaga umat Hindu khas Bali. Kemajuan zaman justru akan menguatkan jati diri kehidupan di desa pakraman. Karena itu pertahankanlah adat-istiadat. Adat-istiadat itu buatan manusia sebagai sarana menjalankan ajaran agama. Ibarat kendaraan yang memiliki batas waktu. Ada saatnya sarana itu baik karena masih baru, ada masa tuanya dan ada masanya berakhir. Ciptakan adat-istiadat yang tetap dibutuhkan zaman, adat-istiadat yang masih baik dan benar akan terus dipelihara dan dipertahankan. Sedangkan adat-istiadat yang sudah usang ketinggalan zaman hendaknya ditinggalkan secara suka rela. Kalau adat-istiadat yang sudah usang karena bertentangan dengan kebenaran dan kemanusiaan agar ditinggalkan dengan cara-cara yang baik dan benar juga.

Pemujaan Tuhan di Pura Kahyangan Tiga di desa pakraman juga untuk membina tiga dasar sifat manusia yang disebut Tri Guna. Kalau komposisi Tri Guna tidak ideal maka dari Tri Guna itulah akan muncul sifat-sifat yang tidak sesuai dengan dharma. Dalam Wrehaspati Tattwa 21 dinyatakan bahwa Guna Sattwam dan Guna Rajah hendaknya seimbang menguasai Citta atau alam pikiran. Guna Sattwam menguatkan manusia untuk mengembangkan niat dan tekad mulia untuk berbuat baik berdasarkan dharma. Sedangkan Guna Rajah yang kuat seimbang dengan Guna Sattwam akan membangun kemampuan untuk mewujudkan niat dalam perbuatan nyata. Dalam sastra Hindu banyak sekali ajaran untuk membangun keseimbangan Guna Sattwam dan Guna Rajah. Pengamalan ajaran Hindu tersebutlah yang semestinya diprogramkan oleh desa pakraman dalam membina umat menjadi SDM yang baik.