Rekan sedharma Yth,
Om Swastyastu,
MAPINTON artinya "menunjukkan keberadaan". Mapinton dilakukan dalam banyak kasus,
-
misalnya seorang Dalang yang sudah "tamat" belajar dan akan memulai karir sebagai Dalang, perlu mapinton di Sanggah Pamerajan-nya dengan mendemonstrasikan serta mempersembahkan kebolehannya kepada leluhur dan Dewi Saraswati yang digelari sebagai "Manik Dalang".
-
Seorang Pandita setelah me-Diksa perlu mapinton di hadapan Nabe-nya untuk mendemonstrasikan kemampuannya mapuja.
-
Seorang penari Bali perlu mapinton terlebih dahulu didepan gurunya, atau jika itu tarian sakral, mapintonnya di Pura (Kahyangan Tiga, dll)
Untuk bayi yang sudah diupacarai Tiga Bulanan, perlu mapinton ke:
-
Sanggah Pamerajan
-
Pura Kahyangan Tiga dan Pura-pura lain dilingkungan Desa Adat yang dipuja oleh seluruh warga Desa.
-
Yang sifatnya "tidak harus" tetapi "sangat bagus" jika dilaksanakan, adalah ke: Pura Kawitan, Besakih, Lempuyang, Dasar Bhuwana Gelgel, Silayukti.
Karena itulah Pura-pura pemujaan Hyang Widhi dan stana para Maha Rsi yang berjasa menyebarkan Agama Hindu di Bali. Untuk rekan-rekan diluar Bali, mapinton juga ke Pura setempat.
Tujuan mapinton bagi bayi:
-
Mengucapkan terima kasih karena kita sudah di karuniai "PUTRA".
-
Memperkenalkan si bayi dengan nama.........
Apa sudah tahu artinya PUTRA? Nah kalau belum, ini: Bahasa Sanskrit: PUT = neraka, RA = menghindarkan. Jadi Putra adalah "yang menghindarkan ortunya dari neraka" Dalam Sad Dharsana disitir tidak semua anak-anak bisa dikatakan putra. Jika ia tidak berbhakti pada ortunya maka dia tidak bisa dikatakan seorang putra. Dalam percakapan sehari-hari kita menggunakan bahasa putra-putri (dalam bahasa Kawi putra artinya anak laki-laki dan Putri artinya anak perempuan) juga mengandung filsafat, harapan semoga dia menjadi orang yang berbhakti kepada orang tua.
Banten mapinton sederhana saja: tegteg, daksina, peras, ajuman. Atau lumrah disebut Pejati.
Om Santi, Santi, Santi, Om....
|