Tirta yatra ke Nusa Penida memberi arti tersendiri. Terasa sangat dalam
dan jernih dari hiruk pikuk keduniawian. Perjalanannya diawali dengan
berperahu melintasi lautan yang membiru, yang kadang seolah membisu,
kadang pula memekik garang menghempaskan ego kita sampai lumat dalam
tangis takjub: Betapa kecilnya kita di tengah alam dan sesama ciptaan
Ida Sang Hyang Widi. Betapa rindu dan laparnya kita akan perlindungan
dan belai kasih beliau. Betapa banyaknya kasih beliau yang terlewatkan
sia-sia dalam pergumulan hidup kita sehari-hari, sebanyak riak gelombang
yang tiada pernah berhenti detik demi detik, dalam ada maupun ketiadaan
perahu yang kita naiki. Terus bergerak dalam pandangan maupun diluar
pandangan kita, tiada sedikitpun berbeda iramanya.
Pulaki dan beberapa pura dalam kawasannya merupakan paduan yang lengkap
bagi sebuah perjalanan spiritual tirta-yatra. Terletak di arah mentari
terbenam di cakrawala, ujung barat pulau dewata. Dalam pangkuan alam
yang hijau asri dalam masa penghujan, dan kering menyengat di musim
kemarau. Namun demikian, tidaklah sedemikian terasa bedanya dalam naungan
kesejukan yang kita rasakan dalam pelukan wibawa beliau dari waktu ke
waktu. Bersimpuhlah mengangkat sembah memuja beliau dan memohon ampunan.
Sesekali apabila beliau berkenan, di sini kita akan memperoleh petunjuk
nyata. Berupa cermin hidup, tentang kegalauan ambisi, nafsu, emosi,
dan hiruk-pikuknya hidup kita. Perhatikan tingkah yang diperagakan oleh
setiap ekor kera yang kita temui. Tepat seperti itulah ulah kita dalam
pandangan beliau yang maha pengasih. Semakin banyak tingkah kera-kera
itu yang menyesakkan dada kita, berarti semakin banyak pula yang harus
kita sadari, dan kita benahi dalam hidup kita ini. Betapa geramnya murka
beliau melihat ulah kita, seandainya beliau tidak lagi maha pengampun.
Bersimpuhlah berserah diri ke hadapan Ida Sang Hyang Widi.
|