Rekan-rekan sedharma Yth.
Om Swastyastu,
KEHIDUPAN DI GERIA
-
Sebutan: panjak, parekan, kaula, sebenarnya berbau feodalisme. Artinya: hamba, sahaya, budak. Sisya artinya murid. Nanak artinya anakku sayang. Jadi tinggal pilih saja, mau pakai yang mana sesuai selera. Kalau saya, tidak berani menggunakan sebutan panjak, parekan, kaula (karena saya bukan feodalis); juga tidak berani menggunakan sebutan sisya (karena saya belum didaulat menjadi gurunya); juga tidak berani menggunakan sebutan nanak (karena takut tidak konsisten, misalnya sekali menggunakan sebutan nanak, harus terus demikian; nanti kalau ngomong sama Bapak Bupati Buleleng atau Bapak Gubernur Bali, apa saya tega menyebutnya: Nanak kepada beliau). Saya hanya menggunakan sebutan nanak kepada Ida Pandita Sri Bhagawan Dwija Witharaga, yaitu Sulinggih yang saya "lahirkan" sebagai Brahmana Dwijati pada tanggal 6 Nopember 2002 di Desa Sepang, Busungbiu, Buleleng.
Saya lebih senang menggunakan sebutan "semeton" atau bahasa Indonesianya: Rekan-rekan sedharma. Kepada yang menduduki jabatan atau figur tokoh saya sebut "Bapak" atau "Ibu" Kepada Ekajati saya sebut "Jero" Kepada Bendesa saya juga sebut "Jero Klian". Kepada orang asing saya sebut Mr, Mrs, Miss. Kepada kakak-kakak kandung saya, saya tetap menyebutnya: Mbok, Beli, dll. Nah tidak usah pusing, itu cuma sebutan kok, yang penting bagaimana kita berkomunikasi dan bagaimana kita menyenangkan lawan bicara kita.
-
Geria adalah tempat suci, rumah seorang Pendeta Hindu di Bali. Suci artinya tidak terkena cuntaka. Walau siapapun masuk ke Geria tidak menyebabkan Geria itu "leteh" (kotor). Misalnya orang kematian, dll. Juga Pandita-nya tidak terkena cuntaka walaupun memegang mayat, karena Pandita sudah Dwijati, lahir kedua kali, yang pertama dari rahim Ibu, yang kedua dari Gayatri atas penugrahan Nabe. Karena dilahirkan dalam kesucian maka bagaikan mutiara, tidak akan ternoda oleh lumpur. Jika Pandita melanggar "sesana kesulinggihan" maka Nabe-nya mencabut kesulinggihannya sehingga menjadi walaka kembali, tidak boleh lagi menjadi pemimpin umat, disebut sebagai "Patita". Sebenarnya dalam Upanisad, sulinggih yang patita-lah yang melakukan "Tirthayatra" artinya meninggalkan Geria, pergi mensucikan diri dan diharapkan meninggal dunia di hutan atau gunung, tidak boleh lagi kembali ke Geria.
Apa yang banyak dilakukan rekan sedharma yang sekarang populer disebut me-tirtha yatra, menurut Upanisad sebenarnya bernama "me-Tirtha Gamana"
-
Sebutan diri sebagai "Bapa". Dalam Lontar Eka Pratama, Bapa artinya: "sang matetulung ri tatkala anemu bhaya" artinya: mereka yang akan menolong jika anak-anaknya mendapat bahaya. Sebutan ini bagus karena mengandung filosofi yang dalam tentang kewajiban Sulinggih sebagai pengayom umat. Namun, tidak semua orang mengerti akan makna Bapa seperti maksud Lontar Eka Pratama itu, karena dalam pikiran kebanyakan orang, Bapa diartikan sebagai "Ayah". Nah nanti kikuk lagi jika ngomong sama Bupati dan Gubernur. Jadi saya tidak pakai sebutan Bapa. Saya pakai sebutan Pandita, karena pandita artinya: "orang yang menjadi pendeta"
Om Santi, Santi, Santi, Om.....
|