WEDAWAKYA
Memuja Batara Iswara
Aham rudrebhir vasubhih caramy
aham adityair uta visvadevaih,
aham mitravarunobha bibharmy
aham indragni aham asvinobha.
(Rgveda.X.125.1).
Maksudnya:
Aku gerakkan kekuatan alam menjadi tenaga dan kekayaan. Aku bercahaya
menjadi kekuatan yang cemerlang. Aku menyangga sumber kekuatan
alam dalam wujud air dan cahaya. Aku adalah pusat energi, cahaya
sebagai kehidupan yang datang dari matahari, udara, api dan segala
kekuatan alam yang berguna.
PURA Besakih sebagai tempat pemujaan Tuhan adalah simbol Bhuwana
Agung. Hal ini sangat sesuai dengan Mantra Yajurveda XXXX.1 yang
menyatakan bahwa alam semesta inilah stana Tuhan yang sesungguhnya.
Sebagai lambang alam semesta Pura Besakih dibagi menjadi dua bagian
yaitu Soring Ambal-ambal dan Luhuring Ambal-ambal. Soring Ambal-ambal
itu lambang alam bawah yang disebut Sapta Patala. Sedangkan Luhuring
Ambal-ambal lambang alam atas yang disebut Sapta Loka.
Seluruh kompleks Pura Besakih itu terdiri atas 20 kompleks pura.
Ada empat pura yang disebut Pura Catur Dala atau Catur Loka Pala
yaitu Pura Gelap, Pura Kiduling
Kreteg, Pura Ulun Kulkul dan
Pura Batu Madeg. Di tengah-tengah
ada Pura Penataran Agung Besakih terdiri
atas tujuh Mandala atau tujuh lapisan alam atas atau Sapta Loka.
Pura Gelap sebagai salah satu Pura Catur Lawa adalah sebagai
Pura Pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Batara Iswara
pelindung arah timur alam semesta atau Bhuwana Agung. Nama-nama
pura di kompleks Pura Besakih itu memang sangat khas lokal Bali.
Tetapi di balik ciri khas lokal itu terbungkus konsep yang sangat
universal. Memang pemuka-pemuka Hindu di masa lampau sudah menggunakan
konsep ''berpikir universal berlaku lokal''. Meskipun tidak dengan
istilah seperti itu.
Istilah ''gelap'' dalam nama Pura Gelap ini bukan berasal dari
bahasa Indonesia. Kata ''gelap'' dalam nama Pura Gelap ini berasal
dari bahasa Kawi yang artinya petir atau kilat dengan sinarnya
yang putih menyilaukan itu. Pura Gelap sebagai media pemujaan
Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Iswara yaitu dewanya sinar.
Bumi ini bisa menjadi wahana kehidupan karena adanya sinar matahari.
Sinar matahari inilah sebagai pemimpin sumber-sumber alam lainnya
sehingga berfungsi memberikan kehidupan pada isi alam ini.
Tumbuh-tumbuhan meskipun disiram dengan air yang memadai tidak
akan bisa hidup tanpa kena sinar matahari. Karena itu dalam kutipan
Mantra Rgveda di atas dinyatakan Tuhan dalam wujud cahaya matahari
itulah sebagai sumber kekuatan alam. Rohani orang-orang suci pun
akan semakin kuat dengan meditasi pada cahaya alam tersebut. Karena
itu pada zaman dulu, konon, Pura Gelap ini tempat meditasi para
pandita maupun orang yang menyiapkan diri menjadi pandita.
Pura ini juga dinyatakan sebagai penegak dan pemelihara kesucian
''kependitaan''. Pura Gelap lambang dari pusat sinar Bhuwana Agung.
Dengan sinar alam semesta ciptaan Tuhan ini semua kekuatan unsur
alam ini menjadi berfungsi sebagai sumber kehidupan semua makhluk
hidup penghuni alam ini. Karena itu Pura Gelap ini menjadi pusat
meditasi umat manusia yang berkehendak membangkitkan sinar suci
yang bersemayam dalam dirinya atau di Bhuwana Alit.
Kalau sinar Bhuwana Agung dapat terpadu dengan sinar di Bhuwana
Alit atas usaha umat manusia maka keharmonisan hubungan Bhuwana
Agung dan Bhuwana Alit pun terjadi. Hal ini sebagai salah satu
penyebab terwujudnya kehidupan yang bahagia atau hita karana.
Pura Gelap tidak semata-mata sebagai tempat meditasinya para pandita,
tetapi juga sebagai tempat meditasi semua umat terutama mereka
yang ingin mengembangkan kepemimpinannya secara baik dan benar.
Areal Pura Gelap ini mula-mulanya tidak begitu besar. Setelah
direhabilitasi pura ini diperluas bahkan sekarang menggunakan
Kori Agung. Sebelumnya hanya menggunakan Candi Bentar sebagai
pintu masuknya. Karena pura ini merupakan satu-kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan Pura Penataran Agung. Sebelumnya hanya Pura
Penataran Agung yang menggunakan Kori Agung atau juga disebut
Candi Kurung.
Pelinggih utama di Pura Gelap Besakih ini adalah Meru Tumpang
Tiga sebagai media untuk memuja Batara Iswara sebagai manifestasi
Tuhan pelindung arah timur dari alam semesta ini. Batara Iswara
juga sebagai Dewa kecemerlangan dan kecerahan dari Bhuwana Agung
dan Bhuwana Alit. Atap Meru yang bertingkat-tingkat itu lambang
pengelukunan Dasaksara dan lambang urip bhuwana.
Pengelukunan Dasaksara adalah Aksara ''Om'' yang bisa dikembangkan
menjadi tiga aksara, lima, tujuh sampai sebelas aksara. Maknanya
secara filosofis sama. Meru Tumpang Tiga makna filosofisnya sama
dengan Meru Tumpang Lima sampai Sebelas.
Menurut Kekawin Dharma Sunia, Meru itu adalah lambang alam atau
Bhuwana stana Tuhan yang sesungguhnya. Meru Tumpang Tiga di Pura
Gelap lambang Tri Bhuwana yaitu Bhur, Bhuwah dan Swah Loka. Artinya
Tuhan sebagai Batara Iswara menyinari kehidupan di Tri Bhuwana
tersebut. Di dalam Meru Tumpang Tiga ini terdapat batu simbol
Lingga stana Batara Siwa. Di samping itu, di Pura Gelap ada Pelinggih
Sanggara Agung yang menyerupai Padmasana untuk menstanakan tirtha
yang diambil dari Pura Tirtha saat ada upacara penting di Pura
Penataran Agung Besakih.
Di Pura Gelap terdapat juga Pelinggih Dasar Sapta Patala. Pelinggih
ini sebagai media memuja Tuhan sebagai jiwa alam bawah yang terdiri
atas tujuh lapisan yang disebut Sapta Patala. Unsur-unsur Sapta
Patala ini setelah mendapatkan sinar alam semesta barulah akan
berfungsi sebagaimana mestinya. Kerja sama alam inilah yang menghasilkan
unsur-unsur alam yang menyebabkan berlangsungnya kehidupan di
bumi ini.
Oleh karena itu, manusia hendaknya tidak merusak kerja sama unsur
alam ini. Karena kerja sama unsur alam ini berlangsung berkat
adanya Rta yaitu hukum alam ciptaan Tuhan. Merusak proses alam
sesuai dengan Rta berarti dosa karena tergolong perilaku melawan
takdir Tuhan. * I Ketut Gobyah
|