TAFSIR AGAMA HINDU
 
Tata Cara Membangun Perumahan

 

  1. Landasan filosofis, etis. ritual
    1. Landasan filosofis.
      1. Hubungan Bhuwana Alit dengan Bhuwana Agung.
        Pembangunan perumahan adalah berlandaskan filosofis bhuwana alit bhuwana agung. Bhuwana Alit yang berasal dari Panca Maha Bhuta adalah badan manusia itu sendiri dihidupkan oleh jiwatman. Segala sesuatu dalam Bhuwana Alit ada kesamaan dengan Bhuwana Agung yang dijiwai oleh Hyang Widhi. Kemanunggalan antara Bhuwana Agung dengan Bhuwana Alit merupakan landasan filosofis pembangunan perumahan umat Hindu yang sekaligus juga menjadi tujuan hidup manusia di dunia ini.
      2. Unsur- unsur pembentuk.
        Unsur pembentuk membangun perumahan adalah dilandasi oleh Tri Hit a Karana dan pengider- ideran (Dewata Nawasanga). Tri Hita Karana yaitu unsur Tuhan/ jiwa adalah Parhyangan/ Pemerajan. Unsur Pawongan adalah manusianya dan Palemahan adalah unsur alam/ tanah. Sedangkan Dewata Nawasanga (Pangider- ideran) adalah sembilan kekuatan Tuhan yaitu para Dewa yang menjaga semua penjuru mata angin demi keseimbangan alam semesta ini.

    2. Landasan Etis
      1. Tata Nilai.
        Tata nilai dari bangunan adalah berlandaskan etis dengan menempatkan bangunan pemujaan ada di arah hulu dan bangunan- bangunan lainnya ditempatkan ke arah teben (hilir). Untuk lebih pastinya pengaturan tata nilai diberikanlah petunjuk yaitu Tri Angga adalah Utama Angga, Madya Angga dan Kanista Angga dan Tri Mandala yaitu Utama, Madya dan Kanista Mandala
      2. Pembinaan hubungan dengan lingkungan.
        Dalam membina hubungan baik dengan lingkungan didasari ajaran Tat Twam Asi yang perwujudannya berbentuk Tri Kaya Parisudha

    3. Landasan ritual
      Dalam mendirikan perumahan hendaknya selalu dilandaskan dengan upacara dan upakara agama yang mengandung makna mohon ijin, memastikan status tanah serta menyucikan, menjiwai, memohon perlindungan Ida Sang Hyang Widhi sehingga terjadilah keseimbangan antara kehidupan lahir dan batin.


  2. Konsepsi perwujudan
    Konsepsi perwujudan perumahan umat Hindu merupakan perwujudan landasan dan tata ruang, tata letak dan tata bangunan yang dapat dibagi dalam:
    1. Keseimbangan alam
    2. Rwa Bhineda, Hulu- teben, Purusa- Pradhana
    3. Tri Angga dan Tri Mandala.
    4. Harmonisasi dengan lingkungan.

     

    1. Keseimbangan Alam:
      Wujud perumahan umat Hindu menunjukkan bentuk keseimbangan antara alam Dewa, alam manusia dan alam Bhuta (lingkungan) yang diwujudkan dalam satu perumahan terdapat tempat pemujaan tempat tinggal dan pekarangan dengan penunggun karangnya yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana.

    2. Rwa Bhineda, Hulu Teben, Purusa Pradhana.
      Rwa Bhineda diwujudkan dalam bentuk hulu teben (hilir). Yang dimaksud dengan hulu adalah arah/ terbit matahari, arah gunung dan arah jalan raya (margi agung) atau kombinasi dari padanya. Perwujudan purusa pradana adalah dalam bentuk penyediaan natar. sebagai ruang yang merupakan pertemuan antara Akasa dan Pertiwi.

    3. Tri Angga dan Tri Mandala.
      Pekarangan Rumah Umat Hindu secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian (Tri Mandala) yaitu Utama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai utama (seperti tempat pemujaan). Madhyama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai madya (tempat tinggal penghuni)
      dan Kanista Mandala untuk penempatan bangunan yang
      bernilai kanista (misalnya: kandang).
      Secara vertikal masing- masing bangunan dibagi menjadi 3 bagian (Tri Angga) yaitu Utama Angga adalah atap,
      Madhyama angga adalah badan bangunan yang terdiri dari
      tiang dan dinding, serta Kanista Angga adalah batur (pondasi).

    4. Harmonisasi dengan potensi lingkungan.
      Harmonisasi dengan lingkungan diwujudkan dengan memanfaatkan potensi setempat seperti bahan bangunan dan prinsip- prinsip bangunan Hindu.


  3. Pemilihan Tanah Pekarangan.
    1. Tanah yang dipilih untuk lokasi membangun perumahan diusahakan tanah yang miring ke timur atau miring ke utara, pelemahan datar (asah), pelemahan inang, pelemahan marubu lalah(berbau pedas).

    2. Tanah yang patut dihindari sebagai tanah lokasi membangun perumahan adalah :
      1. karang karubuhan (tumbak rurung/ jalan),
      2. karang sandang lawe (pintu keluar berpapasan dengan persimpangan jalan),
      3. karang sulanyapi (karang yang dilingkari oleh lorong (jalan)
      4. karang buta kabanda (karang yang diapit lorong/ jalan),
      5. karang teledu nginyah (karang tumbak tukad),
      6. karang gerah (karang di hulu Kahyangan),
      7. karang tenget,
      8. karang buta salah wetu,
      9. karang boros wong (dua pintu masuk berdampingan sama tinggi),
      10. karang suduk angga, karang manyeleking dan yang paling buruk adalah
      11. tanah yang berwarna hitam- legam, berbau "bengualid" (busuk)

    3. Tanah- tanah yang tidak baik (ala) tersebut di atas, dapat difungsikan sebagai lokasi membangun perumahan jikalau disertai dengan upacara/ upakara agama yang ditentukan, serta dibuatkan palinggih yang dilengkapi dengan upacara/ upakara pamarisuda.


  4. Perumahan Dengan Pekarangan Sempit, bertingkat dan Rumah Susun.
    1. Pekarangan Sempit.
      Dengan sempitnya pekarangan, penataan pekarangan sesuai dengan ketentuan Asta Bumi sulit dilakukan. Untuk itu jiwa konsepsi Tri Mandala sejauh mungkin hendaknya tercermin (tempat pemujaan, bangunan perumahan, tempat pembuangan (alam bhuta).
      Karena keterbatasan pekarangan tempat pemujaan diatur sesuai konsep tersebut di atas dengan membuat tempat pemujaan minimal Kemulan/ Rong Tiga atau Padma, Penunggun Karang dan Natar.

    2. Rumah Bertingkat.
      Untuk rumah bertingkat bila tidak memungkinkan membangun tempat pemujaan di hulu halaman bawah boleh membuat tempat pemujaan di bagian hulu lantai teratas.

    3. Rumah Susun.
      Untuk rumah Susun tinggi langit- langit setidak- tidaknya setinggi orang ditambah 12 jari. Tempat pemujaan berbentuk pelangkiran ditempatkan di bagian hulu ruangan.


  5. Dewasa Membangun Rumah.
    1. Dewasa Ngeruwak:
      Wewaran : Beteng, Soma, Buda, Wraspati, Sukra, Tulus, Dadi.
      Sasih: Kasa, Ketiga, Kapat, Kedasa.

    2. Nasarin:
      Watek: Watu.
      Wewaran: Beteng, soma, Budha, Wraspati, Sukra, was, tulus, dadi,
      Sasih: Kasa, Katiga, Kapat, Kalima. Kanem.

    3. Nguwangun
      Wewaran: Beteng, Soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, dadi.

    4. Mengatapi
      Wewaran : Beteng, was, soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, dadi.
      Dewasa ala : geni Rawana, Lebur awu, geni murub, dan lain- lainnya.

    5. Memakuh/ Melaspas
      Wewaran : Beteng, soma, Budha. Wraspati, Sukra, tulus, dadi.
      Sasih : Kasa, Katiga, Kapat, Kadasa.


  6. Upacara Membangun Rumah.
    1. Upacara Nyapuh sawah dan tegal.
      Apabila ada tanah sawah atau tegal dipakai untuk tempat tinggal.
      Jenis upakara : paling kecil adalah tipat dampulan, sanggah cucuk, daksina l, ketupat kelanan, nasi ireng, mabe bawang jae.
      Setelah "Angrubah sawah" dilaksanakan asakap- sakap dengan upakara Sanggar Tutuan, suci asoroh genep, guling itik, sesayut pengambeyan, pengulapan, peras panyeneng, sodan penebasan, gelar sanga sega agung l, taluh 3, kelapa 3, benang + pipis.

    2. Upacara pangruwak bhuwana dan nyukat karang, nanem dasar wewangunan.
      Upakaranya ngeruwak bhuwana adalah sata/ ayam berumbun, penek sega manca warna.
      Upakara Nanem dasar: pabeakaonan, isuh- isuh, tepung tawar, lis, prayascita, tepung bang, tumpeng bang, tumpeng gede, ayam panggang tetebus, canang geti- geti.

    3. Upakara Pemelaspas.
      Upakaranya : jerimpen l dulang, tumpeng putih kuning, ikan ayam putih siungan, ikan ayam putih tulus, pengambeyan l, sesayut, prayascita, sesayut durmengala, ikan ati, ikan bawang jae, sesayut Sidhakarya, telur itik, ayam sudhamala, peras lis, uang 225 kepeng, jerimpen, daksina l, ketupat l kelan, canang 2 tanding dengan uang II kepeng.
      Oleh karena situasi dan kondisi di suatu tempat berbeda, maka upacara dan upakara tersebut di atas disesuaikan
      dengan kondisi setempat