- Landasan filosofis, etis. ritual
- Landasan filosofis.
- Hubungan Bhuwana Alit dengan Bhuwana Agung.
Pembangunan perumahan adalah berlandaskan filosofis
bhuwana alit bhuwana agung. Bhuwana Alit yang
berasal dari Panca Maha Bhuta adalah badan manusia
itu sendiri dihidupkan oleh jiwatman. Segala sesuatu
dalam Bhuwana Alit ada kesamaan dengan Bhuwana
Agung yang dijiwai oleh Hyang Widhi. Kemanunggalan
antara Bhuwana Agung dengan Bhuwana Alit merupakan
landasan filosofis pembangunan perumahan umat
Hindu yang sekaligus juga menjadi tujuan hidup
manusia di dunia ini.
- Unsur- unsur pembentuk.
Unsur pembentuk membangun perumahan adalah dilandasi
oleh Tri Hit a Karana dan pengider- ideran (Dewata
Nawasanga). Tri Hita Karana yaitu unsur Tuhan/
jiwa adalah Parhyangan/ Pemerajan. Unsur Pawongan
adalah manusianya dan Palemahan adalah unsur alam/
tanah. Sedangkan Dewata Nawasanga (Pangider- ideran)
adalah sembilan kekuatan Tuhan yaitu para Dewa
yang menjaga semua penjuru mata angin demi keseimbangan
alam semesta ini.
- Landasan Etis
- Tata Nilai.
Tata nilai dari bangunan adalah berlandaskan etis
dengan menempatkan bangunan pemujaan ada di arah
hulu dan bangunan- bangunan lainnya ditempatkan
ke arah teben (hilir). Untuk lebih pastinya pengaturan
tata nilai diberikanlah petunjuk yaitu Tri Angga
adalah Utama Angga, Madya Angga dan Kanista Angga
dan Tri Mandala yaitu Utama, Madya dan Kanista
Mandala
- Pembinaan hubungan dengan lingkungan.
Dalam membina hubungan baik dengan lingkungan
didasari ajaran Tat Twam Asi yang perwujudannya
berbentuk Tri Kaya Parisudha
- Landasan ritual
Dalam mendirikan perumahan hendaknya selalu dilandaskan
dengan upacara dan upakara agama yang mengandung makna
mohon ijin, memastikan status tanah serta menyucikan,
menjiwai, memohon perlindungan Ida Sang Hyang Widhi
sehingga terjadilah keseimbangan antara kehidupan
lahir dan batin.
- Konsepsi perwujudan
Konsepsi perwujudan perumahan umat Hindu merupakan perwujudan
landasan dan tata ruang, tata letak dan tata bangunan
yang dapat dibagi dalam:
- Keseimbangan alam
- Rwa Bhineda, Hulu- teben, Purusa- Pradhana
- Tri Angga dan Tri Mandala.
- Harmonisasi dengan lingkungan.
- Keseimbangan Alam:
Wujud perumahan umat Hindu menunjukkan bentuk keseimbangan
antara alam Dewa, alam manusia dan alam Bhuta (lingkungan)
yang diwujudkan dalam satu perumahan terdapat tempat
pemujaan tempat tinggal dan pekarangan dengan penunggun
karangnya yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana.
- Rwa Bhineda, Hulu Teben, Purusa Pradhana.
Rwa Bhineda diwujudkan dalam bentuk hulu teben (hilir).
Yang dimaksud dengan hulu adalah arah/ terbit matahari,
arah gunung dan arah jalan raya (margi agung) atau
kombinasi dari padanya. Perwujudan purusa pradana
adalah dalam bentuk penyediaan natar. sebagai ruang
yang merupakan pertemuan antara Akasa dan Pertiwi.
- Tri Angga dan Tri Mandala.
Pekarangan Rumah Umat Hindu secara garis besar dibagi
menjadi 3 bagian (Tri Mandala) yaitu Utama Mandala
untuk penempatan bangunan yang bernilai utama (seperti
tempat pemujaan). Madhyama Mandala untuk penempatan
bangunan yang bernilai madya (tempat tinggal penghuni)
dan Kanista Mandala untuk penempatan bangunan yang
bernilai kanista (misalnya: kandang).
Secara vertikal masing- masing bangunan dibagi menjadi
3 bagian (Tri Angga) yaitu Utama Angga adalah atap,
Madhyama angga adalah badan bangunan yang terdiri
dari
tiang dan dinding, serta Kanista Angga adalah batur
(pondasi).
- Harmonisasi dengan potensi lingkungan.
Harmonisasi dengan lingkungan diwujudkan dengan memanfaatkan
potensi setempat seperti bahan bangunan dan prinsip-
prinsip bangunan Hindu.
- Pemilihan Tanah Pekarangan.
- Tanah yang dipilih untuk lokasi membangun perumahan
diusahakan tanah yang miring ke timur atau miring
ke utara, pelemahan datar (asah), pelemahan inang,
pelemahan marubu lalah(berbau pedas).
- Tanah yang patut dihindari sebagai tanah lokasi
membangun perumahan adalah :
- karang karubuhan (tumbak rurung/ jalan),
- karang sandang lawe (pintu keluar berpapasan
dengan persimpangan jalan),
- karang sulanyapi (karang yang dilingkari oleh
lorong (jalan)
- karang buta kabanda (karang yang diapit lorong/
jalan),
- karang teledu nginyah (karang tumbak tukad),
- karang gerah (karang di hulu Kahyangan),
- karang tenget,
- karang buta salah wetu,
- karang boros wong (dua pintu masuk berdampingan
sama tinggi),
- karang suduk angga, karang manyeleking dan yang
paling buruk adalah
- tanah yang berwarna hitam- legam, berbau "bengualid"
(busuk)
- Tanah- tanah yang tidak baik (ala) tersebut di
atas, dapat difungsikan sebagai lokasi membangun perumahan
jikalau disertai dengan upacara/ upakara agama yang
ditentukan, serta dibuatkan palinggih yang dilengkapi
dengan upacara/ upakara pamarisuda.
- Perumahan Dengan Pekarangan Sempit, bertingkat dan
Rumah Susun.
- Pekarangan Sempit.
Dengan sempitnya pekarangan, penataan pekarangan sesuai
dengan ketentuan Asta Bumi sulit dilakukan. Untuk
itu jiwa konsepsi Tri Mandala sejauh mungkin hendaknya
tercermin (tempat pemujaan, bangunan perumahan, tempat
pembuangan (alam bhuta).
Karena keterbatasan pekarangan tempat pemujaan diatur
sesuai konsep tersebut di atas dengan membuat tempat
pemujaan minimal Kemulan/ Rong Tiga atau Padma, Penunggun
Karang dan Natar.
- Rumah Bertingkat.
Untuk rumah bertingkat bila tidak memungkinkan membangun
tempat pemujaan di hulu halaman bawah boleh membuat
tempat pemujaan di bagian hulu lantai teratas.
- Rumah Susun.
Untuk rumah Susun tinggi langit- langit setidak- tidaknya
setinggi orang ditambah 12 jari. Tempat pemujaan berbentuk
pelangkiran ditempatkan di bagian hulu ruangan.
- Dewasa Membangun Rumah.
- Dewasa Ngeruwak:
Wewaran : Beteng, Soma, Buda, Wraspati, Sukra, Tulus,
Dadi.
Sasih: Kasa, Ketiga, Kapat, Kedasa.
- Nasarin:
Watek: Watu.
Wewaran: Beteng, soma, Budha, Wraspati, Sukra, was,
tulus, dadi,
Sasih: Kasa, Katiga, Kapat, Kalima. Kanem.
- Nguwangun
Wewaran: Beteng, Soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus,
dadi.
- Mengatapi
Wewaran : Beteng, was, soma, Budha, Wraspati, Sukra,
tulus, dadi.
Dewasa ala : geni Rawana, Lebur awu, geni murub, dan
lain- lainnya.
- Memakuh/ Melaspas
Wewaran : Beteng, soma, Budha. Wraspati, Sukra, tulus,
dadi.
Sasih : Kasa, Katiga, Kapat, Kadasa.
- Upacara Membangun Rumah.
- Upacara Nyapuh sawah dan tegal.
Apabila ada tanah sawah atau tegal dipakai untuk tempat
tinggal.
Jenis upakara : paling kecil adalah tipat dampulan,
sanggah cucuk, daksina l, ketupat kelanan, nasi ireng,
mabe bawang jae.
Setelah "Angrubah sawah" dilaksanakan asakap-
sakap dengan upakara Sanggar Tutuan, suci asoroh genep,
guling itik, sesayut pengambeyan, pengulapan, peras
panyeneng, sodan penebasan, gelar sanga sega agung
l, taluh 3, kelapa 3, benang + pipis.
- Upacara pangruwak bhuwana dan nyukat karang, nanem
dasar wewangunan.
Upakaranya ngeruwak bhuwana adalah sata/ ayam berumbun,
penek sega manca warna.
Upakara Nanem dasar: pabeakaonan, isuh- isuh, tepung
tawar, lis, prayascita, tepung bang, tumpeng bang,
tumpeng gede, ayam panggang tetebus, canang geti-
geti.
- Upakara Pemelaspas.
Upakaranya : jerimpen l dulang, tumpeng putih kuning,
ikan ayam putih siungan, ikan ayam putih tulus, pengambeyan
l, sesayut, prayascita, sesayut durmengala, ikan ati,
ikan bawang jae, sesayut Sidhakarya, telur itik, ayam
sudhamala, peras lis, uang 225 kepeng, jerimpen, daksina
l, ketupat l kelan, canang 2 tanding dengan uang II
kepeng.
Oleh karena situasi dan kondisi di suatu tempat berbeda,
maka upacara dan upakara tersebut di atas disesuaikan
dengan kondisi setempat
|