TAFSIR AGAMA HINDU
 
Pengambilan/ Niwakang Padewasan oleh Para Sulinggih sehubungan dengan Pitra Yadnya

 

  1. Landasan.
    Adapun landasan yang dipakai di dalam niwakang padewasan oleh para Sulinggih sehubungan dengan pelaksanaan pitra yadnya (atiwa- tiwa) adalah Keputusan Campuhan Ubud pada tanggal 17 s/ d 23 Nopember 1961.

  2. Pengertian dan tujuan:
    1. Pengertian: Pemilihan hari yang balk dalam pelaksanaan atiwa- tiwa.
    2. Tujuan: Menuntun umat mempergunakan waktu sebaik- baiknya untuk menuju jagathita dan akhirnya mencapai moksa.

  3. Jenis- jenis Padewasan.
    1. Padewasan yang sifatnya amat segera atau dadakan.
    2. Padewasan serahina. (Sehari- hari).
    3. Padewasan berjangka (berkala).

  4. Pelaksanaan.
    1. Padewasan yang sifatnya amat segera (dadakan) adalah sebagai berikut:
      1. Apabila melaksanakan atiwa- tiwa dadakan dalam jangka waktu tujuh hari boleh dilaksanakan atiwa- tiwa sebagaimana mestinya, akan tetapi tetap memperhatikan larangan- larangan yang terdapat di dalam wariga dan dewasa kekeran desa.
      2. Apabila pelaksanaan atiwa- tiwa dilakukan pada larangan- larangan tersebut di atas, maka sesuai dengan lontar Eka Pratama hendaknya- dilakukan pada malam hari dengan membawa sarana prakpak (Sundih).
      3. Pelaksanaan atiwa- tiwa lebih dari tujuh hari kalau ada kekeran desa, mengambil perhitungan tujuh hari setelah bhatara masineb.
      4. Bila ada seseorang yang meninggal dalam satu dadia (keluarga) belum dilaksanakan upacara atiwa- tiwa kemudian disusul dengan meninggalnya anggota dadia itu sendiri maka pelaksanaan atiwa- tiwa boleh dilakukan mengikuti anggota yang baru meninggal, dan disesuaikan dengan desa- kala, patra.
      5. Adapun larangan- larangan waktu untuk atiwa- tiwa, yaitu:
        Pasah, Anggara kasih, Budha Wage, Budha Kliwon, Tumpek, Prawani, Purnama, Tilem.
    2. Padewasan serahina (sehari- hari) sebagai berikut:
      Bila pelaksanaan atiwa- tiwa tersebut dilaksanakan lebih dari jangka waktu tujuh hari, hendaknya memperhitungkan padewasan serahina yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wuku dan dauh.
    3. Padewasan berjangka (berkala).
      Adapun yang dimaksud dengan padewasan berjangka adalah pelaksanaan atiwa- tiwa berdasarkan jangka waktu tertentu (berkala) yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wuku, tanggal, panglong, sasih dan dauh.
      Setelah mendapat hari dan tanggal panglong yang baik, maka sertailah dengan sasih yang baik, untuk atiwa- tiwa, yaitu : Kasa, Karo, Katiga.

      Dauh Inti.
      Dari beberapa uraian jenis dauh di atas, maka muncullah perhitungan dauh inti yang baik. Dauh inti adalah merupakan saringan dari pertemuan Panca Dauh dan Astha Dauh sebagai berikut :
      Saptawara
      Siang
      Malam
      Redite 07:00 - 07:54 dan 10:18 - 12:42 22:18 - 00:42 dan 03:04 - 04:00
      Coma 07:54 - 10:18 00:42 - 03:06
      Anggara 10:00 - 11:30 dan 13:00 - 15:06 19:54 - 22:00 dan 23:20 - 01:00
      Budha 07:54 - 08:30 dan 11:30 -12:42 22:18 - 23:30 dan 02:30 - 03:06
      Wrhaspati 05:30 - 07:54 dan 12:42 - 14:30 20:30 - 22:18 dan 03:06 - 05:30