|
Upacara Ngalinggihang Dewa
Pitara |
- Latar belakang dan pengertian.
Melaksanakan upacara yadnya termasuk di dalamnya upacara
Pitra Yadnya adalah merupakan kewajiban bagi setiap umat
Hindu. Upacara Pitra Yadnya terdiri dari:
- Upacara Sawa Wedana
bermakna mengembalikan unsur- unsur Panca Maha Bhuta
(Sthula sarira) dan menyucikan
atma orang yang telah meninggal) dunia.
-
Upacara Atma Wedana
bermakna menyucikan suksma sarira dan atma sebagai
kelanjutan dari upacara Sawa Wedana. Upacara Ngalinggihang
Dewa Pitara (Dewa Hyang) dapat dilaksanakan berupa
menstanakan kembali atma (roh suci) yang diyakini
telah mencapai "Atmasiddha dewata".
di Sanggah Kamulan (Pemerajan) atau Pura Kawitan
(Pura Leluhur).
-
Tujuan dan fungsi upacara.
Upacara Ngalinggihang Dewa Pitara (Menstanakan Dewa
Hyang/ Atma leluhur diyakini telah suci) bertujuan untuk
menjalin bhakti keturunan atau santana dengan para leluhur
di samping juga melalui para leluhur umat manusia dapat
lebih mendekatkan dirinya kepada Sang Hyang Widhi.
Adapun fungsi upacara pemujaan kepada para leluhur ini
adalah sebagai sarana supaya para leluhur dapat memberikan
perlindungan dan pengayoman kepada keturunannya, di
samping untuk dapat menghubungkan umat manusia kepada
Sang Hyang Widhi Wasa.
- Tata Pelaksanaan.
- Rangkaian upacara
- Setelah melaksanakan upacara Atma Wedana, dilanjutkan
pula dengan upacara Nyegara Gunung/ Nyegara Giri
atau Majar- ajar ke laut dan ke gunung.
- Upacara selanjutnya adalah menstanakan atau
Ngalinggihang Dewa Pitara atau Dewa Hyang dengan
rangkaian sebagai berikut
- Nuntun dari pura Dalem (Kahyangan Tiga,
Segara atau Pura Dalem Puri Besakih.
- Dilanjutkan dengan upacara menstanakan
Ngalinggihang di Sanggah Kamulan (Pamerajan)
atau Pura Kawitan (leluhur).
Penjelasan :
-
Bagi yang nuntun di pura
Dalem (Kahyangan Tiga)
Pertama melaksanakan upacara mempersembahkan
sesajen (ayaban) ke hadapan Ida Bhatara
di pura Dalem (Siwa). Selanjutnya pimpinan
upacara (Pinandita atau. Pandita) memohon
supaya leluhur keluarga yang bersangkutan
(yang memohon) diperkenankan disthanakan
pada Sanggah Kamulan (Pamerajan), Pura Kawitan
atau pura leluhur.
Sarana yang dipergunakan adalah "Daksina
palinggih" yang kemudian dilanjutkan
dengan upacara Pradaksina mengelilingi palinggih
Pura Dalem tiga kali. Sebelum upacara ini
dilaksanakan terlebih dahulu dipersembahkan
Segehan Agung dengan "penyambleh ayam
Hitam". Dewa Pitara (Dewa Hyang kemudian
diiring menuju Sanggah Kamulan (Pemerajan),
Pura Kawitan atau Pura Leluhur untuk disthanakan.
-
Bagi yang memilih nuntun
dari segara rangkaian upacaranya hampir
sama dengan menuntun di pura Dalem (Kahyangan
Tiga) dengan tambahan mapekelem (persembahan
sesajen yang dilabuh ke laut) berupa sajen
suci hitam, itik hitam dan salaran.
-
Bagi yang memilih menuntun
di Pura Dalem Puri upacaranya lebih besar
dan upacara (l) dan (2) di atas. dengan
pertama melaksanakan upacara di Pura Segara
Gua Lawah dan dilanjutkan. dengan upacara
ke Pura Dalem Puri. Sebelum menuju Pura
Dalem Puri terlebih dahulu mempersembahkan
sesajen "Piuning" ke Pura Manik
Mas, Bangun Sakti, Ulun Kulkul, Pura Gua
dan Pura Banua.
Perjalanan selanjutnya dan Pura Manik Mas
menuju pura Dalem Puri terlebih dahulu menyeberangi
Titi Gonggang dan Batu Macepak yang terletak
pada jurang sebelah barat Pura Manik Mas.
Pada kedua tempat ini (Titi Gonggang dan
Batu Macepak) mempersembahkan sesajen Pejati
atau Penebusan. Setelah selesai memohon
Dewa Pitara di Dalem Puri dilanjutkan dengan
mempersembahkan Pejati di Pura Basukihan,
Padharman (bila yang bersangkutan memiliki
Padharman) dan diakhiri dengan mempersembahkan
Pejati di Pura Penataran Agung.
-
Upakara (Sesajen).
Adapun upakara atau sesajen dan sarana yang merupakan
inti adalah : Banten saji Dewa Putih Kuning, Jerimpen
Agung, Sesayut, Pangulapan, Pengambyan, Benang Tri
Datu (tiga .warna : merah, putih, hitam) satu tukel
(satu gulung),uang kepeng 225 biji yang diikatkan
pada benang
tridatu. Sebuah tutup (tombak) yang diikat dengan
benang tridatu dialasi l buah kelapa yang dikupas
serabutnya, diisi beras, pada ujung tombak dilengkapi
dengan "Sat- sat" dari janur di samping
sebuah daksina palinggih dan kain sebagai Tigasana.
Penjelasan:
Jumlah dan sarana upakara (sesajen) disesuaikan
dengan kemampuan (desa, kala, patra) serta petunjuk
Pinandita atau Pandita.
- Puja Mantra :
Puja Mantra disesuaikan dengan manifestasi Sang Hyang
Widhi yang dipuja :
- Durgastawa.
- Sagarastawa.
- Pertiwistawa.
- Gurustawa.
- Saraswatistawa.
- Prajapatistawa.
- Dan lain- lain sesuai dengan lokasi pura dan
sarana upakaranya.
Penjelasan :
Bila yang memimpin upacara seorang Pinandita (Pamangku)
hendaknya mempergunakan "seha" sesuai
dengan kewenangannya.
-
Sumber ajaran.
Pemujaan Dewa Pitara atau Pitara yang telah suci adalah
merupakan salah satu pokok ajaran agama Hindu yang mengajarkan
penyembahan kepada leluhur yang telah suci atau Dewa
Pitara di samping menyembah Ida Sang Hyang Widhi dan
Dewa- Dewa sebagai manifestasi Nya. Pemujaan leluhur
yang telah suci itu diajarkan dalam kitab suci agama
Hindu dan sastra- sastranya yang dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan keadaan umat di mana agama Hindu
itu berkembang. Sumber- sumber ajaran tersebut antara
lain sebagai berikut:
- Weda.
- Itihasa dan Purana.
- Negara Kertagama.
- Wrhaspatitattwa.
- Siwagama
- Siwatattwapurana.
- Purwabhumikamulan.
- Puja Mamukur.
- Yama Purwanatattwa.
- Pitutur Leburgangsa.
- Sanghyang Leburgangsa.
|
Ketua,
ttd.
Drs. l G B N Pandji.
|
|
Denpasar 14 Maret 1989
Sekretaris,
ttd.
Drs. I Made Titib
|