|
Pedoman Pelaksanaan Diksa |
- Syarat- syarat madiksa.
Umat Hindu dan segala warga yang memenuhi syarat tersebut
di bawah ini dapat disucikan (didiksa).
- Laki- laki yang sudah kawin dan yang nyukla Brahmacari.
- Wanita yang sudah kawin dan yang tidak kawin (kanya).
- Pasangan suami istri.
- Umur minimal 40 tahun.
- Paham dalam bahasa Kawi. Sanskerta, Indonesia,
memiliki pengetahuan umum, pendalaman intisari ajaran-
ajaran agama.
- Sehat lahir batin dan berbudi luhur sesuai dengan
sesana.
- Berkelakuan baik, tidak pernah tersangkut perkara
pidana.
- Mendapat tanda kesediaan dari pendeta calon Nabenya
yang akan menyucikan.
- Sebaiknya tidak terikat akan pekerjaan sebagai
pegawai negeri ataupun swasta kecuali bertugas untuk
hal keagamaan.
- Sarat- sarat nabe.
- Seorang selalu yang dalam keadaan bersih dan sehat,
baik lahir maupun batin.
- Mampu melepaskan diri dari ikatan keduniawian.
- Tenang dan bijaksana.
- Selalu berpedoman kepada kitab suci Weda.
- Paham dan mengerti tentang Catur Weda.
- Mampu membaca Sruti dan Smrti.
- Teguh melaksanakan Dharma Sadhana (sering berbuat
amal jasa dan kebajikan).
- Teguh melaksanakan tapa dan brata.
- Pelaksanaan upacara pediksan.
- Upacara awal.
- Upacara mejauman.
Sang Calon Diksita (suami istri) berkunjung ke
rumah calon nabe dengan membawa upakara semestinya.
- Sembah pamitan pada keluarga. Sang Calon Diksita
wajib menyembah orang tua yang masih hidup atau
yang patut disembah, mohon restunya demi keselamatan
pada saat dan sesudah didiksa. Calon Diksita juga
minta ijin kepada sanak saudaranya yang berumur
lebih muda. Sembah pamitan kepada orang tua merupakan
sembah terakhir karena di kemudian hari seorang
sulinggih tidak boleh menyembah si apapun yang
masih walaka.
- Upakara mapinton.
Pertama: ke Segara gunung untuk membersihkan diri
asucilaksana. Dalam hal ini sekurang- kurangnya
ke Kahyangan tiga.
Kedua: upacara mapinton ke pemerajan calon nabe
yang langsung dipuput oleh calon nabe sendiri.
Di samping untuk memohon restu upacara ini juga
mengandung makna sebagai perkenalan dan pernyataan
ikatan secara resmi antara calon diksa dengan
guru nabe.
Upacara ini dilaksanakan menurut dresta.
- Upacara Puncak.
- Upacara mati raga atau Penyekeban.
Sebelum mati raga, calon Diksita dilukat oleh
nabe di merajannya calon diksita dilanjutkan .dengan
muspa. Selesai upacara itu barulah calon diksita
melakukan amati raga yaitu melakukan yoga. Busana
serba putih, sikap tangan ngregep dan ngramasika,
yaitu mono
brata dan upawasa. Upacara ini berlangsung sehari
penuh, yaitu sehari sebelum upacara diksa.
- Upacara Andi.
Upacara ini dilakukan pada dini hari sekitar pukul
05.00 WITA. Upacara ini dilakukan oleh guru saksi,
calon diksita pria dimandikan oleh guru saksi
pria, sedangkan calon diksita perempuan oleh guru
saksi perempuan. Dibantu oleh sanak keluarga calon
diksita sendiri. Selesai mandi calon diksita berpakaian
serba putih (sarwa petak), diantar menuju ke merajan
tempat calon diksita melakukan diksa.
- Upacara pokok.
- Pedanda nabe memuja atau ngarga.
- Calon diksita ada di hadapan sanggar untuk
melakukan upacara mabeakaon, kemudian dilanjutkan
dengan muspa dituntun oleh nabe, langsung luhur
amari sudana (ganti nama)
- Calon diksita menghadap kepada sang guru nabe
matepung tawar (atepung tawar) segawu.
- Calon diksita membersihkan kaki kanan (wasa
ijeng ring tengen) nabe, digosok dengan kayu putih,
diasapi tiga kali, digosok dengan minyak, (dilisahi
dening minyak), kaki tersebut ditaruh di atas
ubun- ubun.
- Guru nabe memberikan kekuatan gaib kepada sisya
antara lain dengan anilat empuning pada tengen.
- Anuhun pada . . . Guru nabe napak calon diksita.
- Di atas ubun- ubun diberi bunga tunjung yang
dipotong delapan kali dengan gunting.
- Sambutang kusa pengaras yaitu diambilkan daun
alang- alang diusapi badannya dan dikelilingi
tiga kali (inderakna ring sariranya ping tiga),
dijilat dengan lidah tiga kali, digosokkan pada
bahu kanan tiga kali, pada tulang punggung tiga
kali (tengah gigirnya ping tiga), kemudian daun
alang- alang ditaruh.
- Pungu- punguning ring wuwunan ping tiga : yaitu
suatu upacara untuk ubun- ubun.
- Diambilkan pancakorsika (alang- alang) cincin
kalpika dan gunting diperciki tirta.
- Mengunting : rambut calon diksita digunting
5 kali, yang diawali dengan rambut bagian depan
(ring arep), rambut bagian kanan (ring tengah)
rambut bagian belakang (ring kuri), rambut samping
kiri(ring kiwa) dan rambut bagian tengah (ring
pusehan).
- Halap atmaya : jiwanya sisya diambil.
- Dagdhi damalaning sariranya: tubuh beserta kekotorannya
dibakar (api gaib).
- Api membakar dihentikan (pademi).
- Merta kramaning : sisya metirta, Sanghyang Atma
diturunkan kembali.
- Guru nabe karasadhananing, yaitu mengadakan
pemujaan setelah itu sisya kakaduti sekar (disuntingkan
bunga di dada).
- Di dadanya mohana cecatu : wawisik dan guru
nabe, dautang, prastawa" : cincin sisya diambil
nabe. tutulakna dienjung ring siwadwaranya ping
tiga : diusapi bunga tunjung.
- Pangpadhayadi: guru nabe memberikan bhasma,
sirawista, diperciki air suci siwamba, anecepi.
meraup tiga kali.
- Nuhun Sekah : Sisya menunjang sekah dewa- dewi
disertai peras dan sesarik.
- Tetebus : sisya metebus.
- Guru nabe nyiratang tirta pada bebanten - sesayut,
dana pemulih, pengambyan setanan. Sorohan, panyeneng,
jerimpen, bebangkit
- Angayab sesayut :sang sisya ngayab atau nganteb
sayut.
- Masirat : sang sisya mendekat pada nabe matirta
(matoya).
- Majaya- jaya . sang sisya- majaya- jaya oleh
guru nabe dengan prana bayu murti Bhuwana.
- Tatabi dupidipa : sisya ngayab atau natab dupa.
- Minum air suci . siwamba (sang sisya).
- Amet tetebus : diberikan tetebus sang sisya.
dicium 3 kali kemudian ditaruh di hulu hati (ring
radaya).
- Wahi wija : sisya diberi bija dimakan (anguntal)
Ini berarti pawisik sasipanan.
- Wehi sekar : sisya diberi sekar(bunga).
- Malaba padambel : sisya mapedambel.
- Menyembah : terakhir sisya menyembah mepamit
pada kaki guru nabe (raris tamuita anikel ri pada
nira dang guru panembaha), lanjut menerima biseka
dari nabe.
- Demikianlah urutan upacara diksa telah berakhir.
- Loka Pala Sraya.
Loka Pala Sraya dapat dilakukan setelah mendapat ijin
(pengesahan) dan nabe, setelah ngelinggihan puja kemudian
melaksanakan tirtayatra.
- Amurub sasana (pelanggaran).
Apabila terdapat kasus yang menyimpang dan sesana
sulinggih patut ditangani oleh nabe, Parisada, aparat
pemerintah.
- Hak untuk mencabut status kesulinggihannya tetap
pada nabe sesuai dengan aguron- guron.
Catatan :
Dengan penyempurnaan di atas maka keputusan ini menjadi
pedoman pelaksanaan diksa dan loka pala sraya.
|