|
|
|
|
|
|
|
Bagian 5 (terakhir) |
|
|
|
Diceritakan
sekarang Kyai Anglurah Made Sakti, tidak mengikuti
kakaknya, berpindah tempat dari desa Tulikup
menuju Jenggalabija diiringi oleh rakyat lengkap
dengan bawaannya. Jenggala Bija itu dekat dengan
tempat kediaman I Dewa Karang yang dipakai menantu
di wilayah Mambal.
Kyai Anglurah Made Sakti sudah memiliki Puri
di Jenggalabija, sampai kepada rakyatnya sudah
memiliki perumahan sesuai dengan keadaan pedesaan
yang sudah ada.
Kyai Ngurah Made Sakti benar - benar bijak memegang
kekuasaan, beliau ahli dalam sastra, serta senang
melaksanakan dewaseraya berbhakti kepada Ida
Hyang Widhi dan Bhatara semua. Ppada saat itu
ada anugerah dari Ida Sang Hyang Widhi pada
hari Selasa Kliwon - Anggara Kasih, bulan Bali
yang kesembilan - Kesanga di tengah malam, Kyai
Ngurah Made melakukan upaacara persembahyangan
di hutan ladang Bun, di sebelah timur Desa Pengumpian.
Sesudah sampai di tepi hutan itu, dilihat ada
asap tegak berdiri putih seakan - akan sampai
di angkasa. Tempat itu kemudian dicari oleh
Kyai Ngurah Made, sesampai di tempat itu, layaknya
sebagai bun - pohon merambat dilihat oleh beliau
asap yang berdiri tegak itu, seperti aneh rasanya
dan juga menakutkan. Ketika hilang asap itu,
kembali perasaan beliau Ida Kyai Anglurah Made
Sakti seperti sediakala, kemudian menaiki timbunan
bun itu. Sesudah sampai di puncak, kira - kira
ada 80 depa, kemudian ada sabda terdengar dari
angkasa :
“Nah, dengarkanlah sabdaku ini! Segera
bersihkan hutan bun ini, kemudian pakai desa
maupun perumahan. Sejak sekarang Kyai Ngelurah
Pinatih Made menjadi Kyai Ngelurah Pinatih Bun,
sampai keturunanmu kelak di kemudian hari menjadi
warga Bun.
Setelah selesai mendengar sabda dari angkasa
itu, kemudian Ida Kyai Ngurah Made turun. Setelah
sampai di tanah kemudian beliau berkeinginan
untuk membari tanda tempat itu denga kapur -
diberikan tanda silang - tapak dara, sebagai
tanda, kemudian beliau pulang ke Puri.
Pada pagi harinya sampailah kemudian di Puri
beliau di tegal Bija, kemudian memberitahukan
kepada perbekel serta rakyat semuanya. Setelah
semua rakyat berdatangan menghadap, kemudian
I Gusti Ngurah Made berkata :
“Nah Paman semuanya, saya sekarang memerintahkan
paman semuanya untuk merabas hutan bun itu,
saya akan membangun desa serta perumahan”.
Rakyat semuanya menyambut dengan perasaan senang
hati, menuruti keinginan I Gusti Ngurah Made,
semuanya lengkap membawa alat akan merabas Alas
Bun itu.
Setelah semua bersih hutan itu dirabas, ketika
matahari sudah berada di atas kepala, rakyat
semua beristirahat dan mengambil makanan untuk
rakyat Bija itu di Pasar Pangumpian, kemudian
tiba di Bancingah Pangumpian seraya membuang
sampah. Disana dibuang sampah itu oleh rakyat
Bija. Setiap hari demikian tingkah rakyat Bija
di Pasar Pangumpian. Kemudian ada orang melaporkan
permasalahan itu kepada I Gusti Ngurah Pangumpian,
prihal tingkah rakyat pendatang itu merabas
hutan. Karena itu merasa marah besar I Gusti
Ngurah Pangumpian karena tidak ada pemberitahuan
kepada I Gusti Ngurah Pangumpian, sebab itu
dilarang rakyat pendatang itu merabas hutan
Bun itu, karena tidak patut perbuatan rakyat
Bija itu, apalagi membuang sampah sembarangan
di Bancingah Pangumpian, kemudian dihentikan
dengan senjata.
Sesudah itu kemudian I Gusti Ngurah Pangumpian
mengumpat mereka sampai kepada Gusti mereka,
karena itu segera didengar olah rakyat Bija,
sehingga kacau di Pasar Pangumpian apalagi diimbuhi
dengan tantangan terhadap Gustinya.
Itu sebabnya menjadi marah I Gusti Ngurah Made
kemudian memerintahkan putranya untuk melaksanakan
perbuatan sebagai seorang Ksatria.
Saat itu I Gusti Putu Bija sebagai putranya
mengikuti ayahnya bersama rakyat semuanya, membawa
senjata bersorak sorai semua. Dipimpin oleh
sang ayah, kemudian masuk ke Puri Pangumpian.
Sangat ramailah perang disana, saling tusuk,
saling penggal, itu sebabnya banyak yang mati,
sungguh riuh sekali perang antara Bija lawan
Pangumpian. Banyak yang mati dan banyak yang
luka. Saat itulah kemudian bertemu berperang
tanding I Gusti Ngurah Made lawan I Gusti Ngurah
Pangumpian, kemudian kalah I Gusti Ngurah Pangumpian
dan kemudian meninggal. Sejak itu orang - orang
di Pangumpian kalah kemudian ada yang pergi
berpencar mencari tempat, ada yang mengungsi
ke pegunungan. Ada yang ke arah selatan ke Desa
Kesiman, ada di Suwung, di Wimba serta Blumbungan,
Kapal. Demikian kesaktian Kyai Anglurah Made,
itulah sebabnya kemudian beliau diberi gelar
I Gusti Anglurah Sakti Bija. Hentikan dahulu
ceritera di Bun Pangumpian.
Diceritakan sekarang yang memegang kekuasaan
di wilayah Mengwi yang bernama I Gusti Made
Agung Alangkajeng serta bergelar Cokorda Agung
Made Bana, beserta adiknya I Gusti Agung Nyoman
Alangkajeng serta I Dewa Karang di Mambal, menanyakan
prihal peperangan itu. Kyai Anglurah Bun kemudian
mengatakan prihal mendapatkan anugerah dari
Hyang Maha Kuasa.
Berkata Cokorda :
“Nah kalau begitu, Dinda Ngurah Bun yang
memang benar. Serta Ngurah beserta rakyat patut
beralih tempat dari Jenggala Bija berkumpul
di Desa Bun. Agar sesuai dengan nama wilayah”.
Diceritakan sekarang yang menjadi pendeta bernama
Ida Peranda Wayan Abian mempunyai putra bernama
Ida Wayan Abian. Adiknya bernama Ida Ktut Abian,
dipakai ipar serta menantu oleh Kyai Ngurah
Bun. Itu sebabnya beliau berdiam di wilayah
Bun, serta juga berganti nama menjadi warga
Bun. Beliau kemudian dijadikan Cudamani oleh
Ki Arya Bun serta juga Ki Arya Bija, demikian
kesimpulan pertemuan di Geria Sanur. Kemudian
juga I Gusti Ngurah Made Bija dapat berdiam
di Desa Beranjingan, mendapatkan rakyat 300
orang disampingi oleh menantunya yang bernama
Ida Ktut Ngurah.
Diceritakan I Gusti Putu Bija di Beranjingan
diiringi oleh para putranya semua membuat senjata
40. Senjata itu kemudian diberi nama Dolo dan
Beranjingan, semua senjata itu bertatahkan mas,
kemudian dipergunakan sebagai alat upacara di
pura - pura serta dipakai peringatan di kelak
kemudian hari.
Ada juga terlahir dari warga Beranjingan, bernama
I Gusti Ngurah Gde Bija, adiknya bernama I Gusti
Ngurah Made Bija Beranjingan, I Gusti Ngurah
Anom Lengar, serta terakhir bernama I Gusti
Ketut Bija Tangkeng itu semua lahir dari Puri
Beranjingan, diamping ada yang wanita.
Dikisahkan I Gusti Putu Bija yang bertempat
tinggal di Beranjingan, disusupi oleh loba -
tamak, moha hatinya, itu sebabnya berani kepada
ayahandanya Kyai Ngurah Made Bija Bun, sehingga
tidak ingat lagi bersaudara maupun berayah.
Itu sebabnya bertentangan Beranjingan dengan
warga Bun. Muncul kesal hati Ida Kyai Ngurah
Bun untuk berbicara dengan putranya yang ada
Puri Beranjingan, karena anaknya itu merasa
diri pintar, tidak lagi peduli pada kelebihan
orang lain.
Karena itu, menjadi marah Kyai Ngurah Made Bun,
kemudian melakukan perbincangan dengan putranya
yang lain seperti I Gusti Ngurah Made Bija Bun,
I Gusti Anom Bija, I Gusti Ngurah Teja, I Gusti
Ngurah Alit Padang, agar merebut saudaranya
yang ada di Beranjingan.
Itu sebabnya menjadi galak rakyat Bun, kemudian
didatangi Desa Beranjingan itu oleh pasukan
Bun serta dikejar, diburu, karenanya menjadi
kacau di daerah Beranjingan, semua keluar membawa
alat senjata, semuanya berani menunjukkan keperwiraannya.
Disanalah kemudian terjadi perang yang dahsyat,
saling tusuk, saling bunuh, dan banyak mati
rakyat Beranjingan oleh rakyat Bun. Menyaksikan
demikian halnya, sangat marah I Gusti Ngurah
Putu Bija Beranjingan, akan bersedia mati dalam
pertempuran bersama para putra serta isteri
semuanya bermaksud untuk menghilangkan jiwanya,
dan semuanya mengenakan busana serba putih,
sedia akan mati di medan laga.
Karena sudah demikian tekad I Gusti Ngurah Beranjingan,
menjadi gentar juga rakyat Bun, serta para putra
semuanya, kemudian segera ayahandanya mempergunakan
Aji Pregolan, berdiri di depan pinti Puri. Karena
kesaktian Kyai Ngurah Made Bun, menjadilah I
Gusti Ngurah Beranjingan gentar melihat prabawa
ayahnya, takut, tidak berani lagi menentang,
sampai dengan rakyat Beranjingan semua, lalu
semuanya lari tunggang langgang besar kecil
mengungsi serentak menyembunyikan diri menuju
desa Srijati di Sibang, kemudian berdiam di
Desa Darmasaba, serta menghamba kepada I Gusti
Agung Kamasan beserta seluruh rakyatnya, penuh
sesak disana di Darmasaba. Dengan demikian I
Gusti Ngurah Putu Bija? Beranjingan batal meninggal
di medan perang tempat itu kemudian dinamai
Jagapati.
Sesudah lama berdiam disana, kemudian semua
para putra I Gusti Ngurah Putu Bija Beranjingan
berpencar. Putra I Gusti Ngurah Putu Bija Beranjingan
masing - masing adalah I Gusti Ngurah Beranjingan
membangun Puri di Banjar Bantas, adiknya I Gusti
Ngurah Made Bija Beranjingan mengungsi ke Desa
Tingas disertai rakyat 60 KK. I Gusti Ngurah
Ketut Bija Tangkeng serta I Gusti Ngurah Anom
Lengar, mencari tempat di Moncos diiringi rakyat
60 KK, I Gusti Ketut Rangkeng mencari tempat
di Desa Kekeran. Belakangan I Gusti Anom Lengar
mengambil isteri dari Dalung, itu sebabnya bolak
- balik tempat tinggalnya, kemudian ada putra
3 orang, yang sulung bernama I Gusti Putu Bija,
adiknya I Gusti Bija Lekong, yang paling kecil
I Gusti Bija Leking, I Gusti Anom Lengar berdiam
kemudian di Dalung, akhirnya kemudian di Taman
Padangkasa, bersama anaknya I Gusti Leking.
Dikisahkan I Gusti Bija Lekong mengungsi ke
wilayah Kuta. Sesudah lama di Kuta banyak sekali
puteranya, ada yang mengungsi ke Jembrana I
Gusti Putu menuju wilayah Kaba - Kaba kemudian
ke Lodsawah.
Kembali diceritakan Kyai Ngurah Made Bija Bun
sudah lega hatinya memperoleh kewibawaan di
Desa Bun, tidak ada yang membantah perintah
beliau, karena sudah juga bermitra dengan Cokorda
yang menguasai wilayah Mengwi Ida Cokorda Made
Agung Bana. Lama kemudian meninggal penguasa
Mengwi Ida Cokorda Made Agung Bana, digantikan
oleh adiknya I Gusti Nyoman Langkajeng yang
bergelar Cokorda Munggu. Cokorda Munggu mempunyai
putra I Gusti Agung Mayun serta I Gusti Agung
Made Munggu. I Gusti Agung Mayun menggantikan
ayahnya bergelar Cokorda Mayun.
Demikian dahulu keadaan di Mengwi. |
|
Diceritakan sekarang, tidak bagitu lama keadaan
ini aman, kemudian tiba masa Kalisengsara -
kekacauan, dan ternyata marah besar Ida Cokorda
Maun di Mengwi berkehendak menyerang I Dewa
Karang yang ada di Puri Mambal.
Karena demikian didengar oleh I Dewa Karang,
beliau berbincang dengan ipar beliau di Puri
Bun. Setelah selesai bertukar pikiran, maka
kembali pulang dengan tidak merasa sak wasangka
lagi. Singkat ceritera, pasukan Mengwi sudah
datang menyebabkan penuh sesak mengitari. Puri
Mambal sudah dipenuhi oleh para putra Mengwi,
dipimpin oleh Cokorda Mayun. Setelah dikelilingi
puri Mambal itu, sangat duka hati I Dewa Karang,
kemudian keluar ke depan Puri itu. Yang sebenarnya
diandalkan oleh Puri Mengwi hanyalah pasukan
Bun. Dan teryata yang mengitari Puri I Dewa
Karang juga? hanya pasukan Bun. Karena itu I
Dewa Karang dapat disembunyikan oelh pasukan
Bun di tengah - tengah mereka. Menjadi takjub
ppasukan Mengwi, heran dengan kesaktian I Dewa
Karang yang hilang tidak ada di puri, karena
sudah diungsikan - diamankan oleh pasukan Bun.
Itu sebabnya pulanglah pasukan Mengwi tanpa
hasil. I Dewa Karang kemudian mencari saudaranya
yang berdiam di Banjar Tegal wilayah Tegalalang
yang bernama I Dewa Bata.
Sesudah lama, tahulah Ida Cokorda Mayun akan
tipu muslihat I Gusti Ngurah Made Bun, yang
menyebabkan hilangnya I Dewa Karang karena diapaki
menantu oleh Anglurah Bun. Penguasa Mengwi kemudian
menyuarakan kentongan agung, serta kemudian
berangkat Cokorda Mayun beserta balanya semua,
akan merusak dan merebut Kyai Naglurah Bun.
Bila saja berani dalam medan perang, akan dihabiskan
sampai anak cucu Anglurah Bun.
Singkat ceritera, pasukan Mengwi semuanya sudah
berangkat menuju puri Bun. Sesampainya di Bancingan
Puri Bun, kaget Kyai Ngerurah kemudian memukul
kentongan bertalu - talu, serentak rakyatnya
semua laki maupun perempuan membawa senjata.
Disana kemudian berkecamuklah perang itu, saling
amuk, setapakpun tidak mundur, bersorak saling
ejek, saling tantang, saling tusuk, saling penggal,
saling banting, sama - sama tidak mengenal mana
kawan mana lawan, sehingga kemudian peperangan
itu sampai ke Puri Bun. Tak dinyana kemudian
Cokorda Mayun, sebagai pucuk pimpinan pasukan
Mengwi wafat, dapat ditusuk oleh Kyai Nglurah
Bun. Serta kalahlah pasukan Mengwi. Jenazah
Cokorda Mayun, diceritakan masih di Bun. Kemudian
banyak rakyat Mengwi yang masih hidup, kembali
ke Mengwi, ada yang langsung menghadap I Gusti
Agung Made Munggu, adik Ida Cokorda Mayun yang
wafat di Bun. Itu sebabnya murka I Gusti Agung
Made Munggu, seraya memerintahkan semua anggota
keluarganya untuk menyerang Anglurah Bun. Kemudian
berangkat bala pasukan Mengwi dari Munggu dan
Mengwi seraya membawa senjata. Di Lambing para
putra Mengwi mengadakan pembicaraan. Kesimpulan
pembicaraan itu, pasukan akan dibagi dua. Dari
barat, sebagai pimpinan pasukan I Gusti Agung
Made Kamasan dari Sibang serta I Gusti Agung
Jlantik dari Penarungan, serta dari utara, bala
pasukan disana mengiringi I Gusti Agung Made
Munggu. |
|
Singkat ceritera Kyai Ngurah Bun Pinatih sudah
mendengar rencana balas dendam dari Puri Mengwi,
jelas akan mendatangkan bala pasukan dalam jumlah
yang besar. Kalau dihadapi jelas akan kalah.
Kemudian beliau berpikir untuk tidak melawan,
serta bersiap untuk meninggalkan puri, mengungsi
ke wilayah Badung, bersama dengan anak cucu,
besar kecil, serta rakyat semuanya, dengan mengusung
Bhatara Kawitan semuanya seperti Siwapakaranaan
serta pusaka I Keboraja beserta I Baru Upas.
Setibanya di Badung kemudian menuju Taensiat,
rakyat beliau ditempatkan di Banjar Bun serta
Banjar Ambengan. Ada yang beralih menuju Angayabaya,
Jagapati, Angantaka, Sibang, Paguyangan. Ada
yang mengungsi ke wilayah Pagutan, Negara, Pagesangan,
Tamesi. Ada ke Tagtag Negara, Pangrebongan bersama
I Gusti Tangeb, I Gusti Meranggi. I Gusti Meranggi
pindah ke wilayah Sarimertha. Demikian ceritanya
dahulu.
Diceritakan sekarang di Puri Bun, karena semua
penduduk disana mengungsi ke wilayah Badung,
maka keadaan disana menjadi sunyi, tak ada seorangpun
kelihatan lewat. Setibanya pasukan Mengwi ditempat
itu, maka dilakukan penyerobotan, dijarah semua
milik Puri Bun serta milik rakyat disana. Sisa
penjarahan adalah purinya, wantilan, merajan,
pura, dan juga ada perumahan rakyat, semuanya
dibakar habis diratakan sama sekali. Jenazah
Cokorda Agung Mayun yang meninggal dan tertinggal
di Puri Bun kemudian diambil dibawa pulang ke
Mengwi.
Kembali diceritakan I Gusti Ngurah Bun di taensiat,
para putra beliau sekarang ada yang pindah ke
desa - desa lainnya, seraya memohon diri kepada
ayahnya, seperti I Gusti Bun Sayoga ke Sigaran
Mambal, I Gusti Ngurah Alit Padang mengungsi
ke Karangasem, bertempat tinggal di Padangkertha.
I Gusti Ngurah Teja mengungsi ke Denbukit. Ada
putranya 3 orang, yang sulung I Gusti Teja -
namanya sama dengan ayahnya, di Dawan Banjar,
I Gusti demung menuju Timbul, Sukawati. Ayahnya
I Gusti Ngurah Bun kemudian berpuri di Taensiat.
Demikian dahulu.
Diceritakan I Dewa Karang berpuri di Banjar
Tegal, beliau senang melakukan persembahyangan,
disana di Dalem Pamuwusan namanya. Kemudian
ada anugerah Ida Sang Hyang Widhi, beliau mendapatkan
anugerah senjata dua buah. Itu sebabnya sangat
suka cita I Dewa Karang, sangat percaya diri
di hatinya.
Karena itu beliau bermaksud untuk mencari I
Gusti Ngurah Made Bun di Puri Taensiat, agar
turut serta berpuri di Banjar Tegal. Singkat
ceritera, sangat senang hati I Gusti Ngurah
Made Bun, demikian juga I Dewa Karang kemudian
berjalan diiringi rakyatnya semua dengan membawa
perlengkapan menuju Alas Kawos, namun putranya
yang bernama I Gusti Ngurah Putu Wija diangkat
atau kadharma putra oleh Kyai Pamecutan. Kemudian
diceriterakan I Dewa Karang dan I Gusti Ngurah
Made Bun bersama tempat tinggalnya kemudian
menuju desa Kengetan.
Diceritakan I Gusti Wirya yang bertempat tinggal
di Kengetan, dan juga di desa Singakertha, ditantang
oleh I Dewa Karang dan I Gusti Ngurah Made Bun
untuk berperang tanding. Akhirnya seperti keder
hati I Gusti Wirya di Kengetan, kemudian beralih
tempat semuanya serentak membawa perlengkapan
di saat malam menuju desa Sigaran terus ke Melanjung.
Sejak itu kemudian desa Kengetan, Jukutpaku,
serta Singakertha dikuasain oleh I Dewa Kaarang.
Karena keberhasilan itu, kemudian I Dewa Karang
beserta I Gusti Ngurah Made Bun membuat puri
di Karang Tepesan sampai kepada rakyatnya semua.
Entah berapa masa sudah berpuri disana, ada
usulan dari I Gusti Ngurah Made Bun agar membangun
Puri yang baik dan indah, sebab keadaan sudah
membaik, terus dinamai wilayah Negara. I? Gusti
Ngurah Made Bun membangun puri dinamai Puri
Negari.
I Dewa Karang mempunyai janji dengan I Gusti
Ngurah Made Bun agar bersuka duka berdua, dan
semoga terus sampai ke keturunannya nantinya.
Demikian inti perbincangan I Dewa Karang serta
I Gusti Ngurah Made Bun, semuanya merasa suka
cita.
Diceritakan Ida Peranda Nyoman Padangrata yang
pernah menjadi pendeta atau Bagawantah Ida Ngurah
Bun sudah berpindah dari wilayah Bun, diikuti
oleh putra serta isteri menuju desa Kutri, sewilayah
dengan Negara. Banyak rakyat I Dewa Karang ada
di Kutris diberikan kepada Ida Peranda. Demikian
halnya di masa lalu, dicantumkan dalam pariagem.
Dilanjutkan sekarang purtra I Gusti Ngurah Made
Bun di Negari semua sudah diandalkan oleh I
Dewa Karang yang berkuasa di Negara. Putra I
Gusti Ngurah Made Bun yang paling sulung bernama
I Gusti Ngurah Gde Bun atau I Gusti Ngurah Mawang
berpuri di Negari, I Gusti Anom Angkrah di Banjar
Tunon, I Gusti Ketut Alit Bija bertempat tinggal
di Kutri, I Gusti Ngurah Tangeb mmasih di Mawang,
serta wanita I Gusti Ayu Oka juga di Negari.
Semuanya memiliki jiwa keperwiraan masing -
masing. Demikian keadaannya.
Diceritakan sekarang yang menjadi penguasa wilayah
Gianyar bernama Ida I Dewa Manggis, memberi
perintah kepada I Dewa Karang agar para putra
Anglurah Bun Pinatih menjadi pengokoh wilayah
Gianyar, paling utama mengawasi Tegal Pangrebongan.
Kesimpulan perbincangan itu agar putra Ngurah
Bun yang bernama I Gusti Ngurah Tangeb, yang
memamng keturunan Pinatih, itu yang mengawasi
di Pangrebongan, diberikan rakyat 200 orang.
Demikian dicatat di Pariagem.
Juga diceritakan Ida Bang Pinatih memiliki keturunan
yang bernama mangurah Guwa dan Mangurah campida.
Keduanya, ketika masa kerajaan Gelgel atau Sweca
Linggarsa Pura, ada di lingkunga Ida Dalem.
Namun ketika masa pemberontakan I Gusti Agung
Maruti, terjadi huru - hara, maka sanak keturunan
beliau berdua meninggalkan Gelgel, ke arah timur
perjalanannya, serta kemudaian berdiam di desa
Gunaksa. Disana membangun kahyangan dinamai
Pura Guwa. Tujuannya agar diketahui oleh keturunannya
sebagai keturunan Mangurah Guwa. Demikian tercatat
dalam prasasti, tentang keadaan Sira Mangurah
Guwa.
Diceritakan pula di kemudian hari mendapatkan
panjang umur keturunan Mangurah Guwa, ada yang
pindah ke desa Timhun, sanak saudara yang lain
menuju desa Aan. Ada juga yang meninggalkan
desa Gunaksa yang menuju desa Akah, Pagubungan
Manduang serta Nusa Penida.
Demikian kisahnya Mangurah Guwa dan Mangurah
Campida.
Dan demikian pula kisah tentang keberadaan sanak
keturunan Ida wang Bang Banyak wide yang kemudian
menjadi warga Arya Wang Bang Pinatih di seluruh
pelosok Pula Bali.
|
|
|
|
|
BUKU |
Anandakusuma, Sri Reshi, SILSILAH
ORANG SUCI DAN ORANG BESAR Dl BALI,
Guna Agung, Denpasar, 1989 |
Berg, CC, BABAD BLA-BATUH, Uitgeverij
CA Mees, Santpoort, 1932 |
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Prop. Daerah Tk l Bali, BABAD DALEM-Teks
danTerjemahan, Kanwil Depdikbud Bali,
Denpasar, 1986 |
Mahaudiana, BABAD MANGGIS GIANYAR,
AA GdeThaman, Gianyar, 1968 |
Manik Mas, Rsi Bintang Danu , IN
Djoni Gingsir, SERI BABAD BRAHMANA,
Yayasan DiahTantri,Jakarta, 2000 |
Moeljono, Slamet, Prof. Dr. MENUJU
PUNTJAK KEMEGAHAN Sejarah Kerajaan
Majapahit, PN Balai Pustaka, Djakarta,
1965 |
Muljana, Slamet. NEGARA KERTA GAMA,
Siliwangi NV |
Poesponegoro, Marwati Djoened.,
Nugroho Notosusanto. SEJARAH NASIONAL
INDONESI A , Jilid II, Depdikbud,
PN Balai Pustaka, Jakarta, 1984 |
Putra, l B Rai, Drs. BABAD DALEM,
Upada Sastra, 1993 |
Soebandi, Jro Mangku Gde Ktut .BABAD
PASEK, Jilid l s/d IV, Yayasan Adhi
Sapta Kerthi, Denpasar, 1991 |
Soebandi, Ketut, BERBAKTI KEPADA
KAWITAN (LELUHUR) ADALAH PARAMO DHARMAH,
Yayasan Adhi Sapta Kerthi, 1985 |
Sudiasta, l Gusti Bagus .PRASASTI
PASEK GELGEL, Gedong Kirtya, Singaraja,1977 |
Sudira, l Made ,TUTUR GONG BESI,
Penerbit Paramita, Surabaya, 1999 |
Sugriwa, l Gusti Bagus, BABAD PASEK,
Penerbit Balimas, Denpasar, 1956 |
Sugriwa, l Gusti Bagus, PAMARGAN
DANGHYANG DWIJENDRA, Upada Sastra |
Wikarman, l Nyoman Singgih, LELUHUR
ORANG BALI Dari Dunia Babad dan Sejarah,
Yayasan Widya Shanti Bangli, 1994 |
Worsley, P.J., BABAD BULELENG a
Balinese Dynastic Geneology, Martinus
Nijhoff The Hague, 1972 |
Yamin, Muhammad, Prof. Hadji.TATA
NEGARA MADJAPAHIT, Parwa l, Prapantja,
Djakarta, 1962 |
|
KLIPING |
PIMPINAN PEMERINTAHAN YANG TERDAHULU
DIPULAU MADURA (Bab II), kliping pribadi
Made Soekoe |
TUBAN II (Daftar para Bupati), kliping
pribadi Made Soekoe |
LONTAR |
|
BABAD ARYA BANG
WAYABIYA - PINATIH |
Alih Aksara Lontar
di Jero Bebalang, Bangli, druwen/tetamian
ring l Gusti Ketut Puniya |
BABAD ARYA KAPAKISAN |
Alih Aksara Lontar,
Pusdok Kebudayiýan Bali,
1994 |
BABAD ARYA PINATIH |
Alih Aksara Lontar,
Pusdok Kebudayaan Bali, tahun 1994
|
BABAD ARYA PINATIH
LAN WAYABIYA |
Alih Aksara Lontar
olehPenghulu Arya Bang Wayabiya
di Bebalang, Bangli, 1975 |
BABAD ARYA PINATIH |
Alih Aksara Lontar,
Pusdok Kebudayaan Bali, 1997 |
BABAD ARYA PINATIH |
Alih Aksara Lontar,
Pusdok Kebudayaan Bali, 1998 |
BABAD ARYA SIDEMEN |
Alih Aksara Lontar,
milik l Gusti Mangku Agung desa
Panji, Buleleng, |
BABAD ARYA WANG
BANG SIDEMEN |
Alih Aksara Lontar,
milik l Gusti Mangku Rai, Jro Besakih
|
BABAD BANGLI NYALIAN |
Alih Aksara Lontar,
Pusdok Kebudayaan Bali, |
BABAD BRAHMANA
CATUR |
Alih Aksara Lontar,
Pusdok Kebudayaan Bali |
BABAD BRAHMANA
SIWA KAMENUH |
Alih Aksara Lontar,
Pusdok Kebudayaan Bali. |
BABAD DANGHYANG
SIDDHIMANTRA |
Rangkuman dari
beberapa naskah |
BABAD GUMI |
Alih Aksara Lontar,
Pusdok Kebudayaan Bali |
BABAD l GUSTI
NGURAH SIDEMEN |
Alih Aksara Lontar,
Pusdok Kebudayaan Bali, 1996 |
BABAD MENGWI |
Alih Aksara Lontar,
Gedong Kirtya nomorVa1340/12. |
BABAD MANIKAN |
Alih Aksara Lontar,
druwe l Gusti Mangku Rai, Jero Besakih,
Karangasem |
BABAD MANIKAN |
Alih Aksara Lontar,
druwe Ida Pedanda Rsi Agung Sidemen,
Grya Singarsa Sidemen, 1993 |
BABAD NGURAH SIDEMEN |
Alih Aksara Lontar,
Druwe Jero Kaleran, Sidemen, Karangasem |
BABAD NGURAH SIDEMEN |
Alih Aksara Lontar
/ ringkasan i beberapa Babad dengan
catatan Silsilah Merajan di Muncan |
BABAD RATU PANJI
SAKTI |
Alih Aksara Lontar,
Pusdok Kebudayaan Bali, tahun 1993
|
BABAD TANAH JAWI,
Puri Kaba-kaba |
Alih Aksara Lontar,
Pusdok Kebudayaan Bali, Denpasar |
BABAD WANG BANG
WAYABIYA |
Alih Aksara Lontar,
Tetamian di Bebalang, Bangli |
IKI KAWITAN DANE
SIRA ARYA WANG BANG SIDEMEN, PINATIH
MWANG MANIKAN MARING BALI, HUMETUNE
SAKING BRAHMANA |
Alih Aksara Lontar,
druwe Ida Bagus Sika, Ida Bagus
Nyoman Windia, Grya Jeroan, Kemenuh,
Gianyar |
INDIK ARYA BANG
PINATIH |
Alih Aksara cakepan
druwen Ida Pedanda Rsi Agung Pinatih
ring Gerya Pinatih. |
INDIK l GUSTI
ANGLURAH TAMBAAN KA BULELENG |
Salinan Lontar
olih l Gusti Bagus Mangku Nila,
Bungkulan, |
LONTAR SIDEMEN
MIWAH MANIKAN MPU BEKUNG |
Alih Aksara turunan
lontar milik Gedong Kirtya, Singaraja,
dahulu merupakan rontal milik Ida
Ketut Sari, Gria Sanur Badung |
PAMANCANGAH IDA
BANGTULUS DEWA LAN SANG MANIKAN. |
Alih Aksara Lontar |
PRASASTI LELUHUR
ARYA WANG BANG PINATIH |
Alih Aksara Lontar
Tetamian ring Puri Tulikup - Gianyar |
PRASASTI ARYAWANG
BANG PINATIH |
Tetamian ring
Puri Tebesaya - Ubud |
PRASASTI ARYA WANG
BANG PINATIH |
Tetamian l Gusti
Ngr. Nym. Lila ring Puri Tulikup
tahun 1958 |
RAJAPURANA l GUSTI
NGURAH SIDEMEN / PINATIH, BESAKIH |
Alih Aksara Lontar,
milik Mk Buda, Besakih katedun olih
l Dewa Gde Catra, Amiapura. |
SILSILAH l GUSTI
ANGLURAH SIDEMEN, |
Buku bancangah
milik l Gusti Bagus Surya, Selat
Karangasem, disalin olehl Dewa Gede
Catra, Sidemen, Karangasem |
|
|
|
|
|
|
|
SIDDHIMANTRA TATTWA
Mahakertawarga Danghyang Bang Manik Angkeran Siddhimantra
Pusat - Propinsi Bali
Sekretariat: Jalan Padma Penatih Kampus Ngurah Rai,
Denpasar, Bali.
Telp: 0361 - 466265 |
|
|
|
|
|
|
|
|