Demikianlah sinar matahari dengan panasnya menyinari
bumi termasuk air laut dengan sangat teratur. Itulah hukum
alam ciptaan Tuhan. Air laut yang terkena sinar matahari
menguap ke langit biru. Air laut yang kena sinar matahari
itu menguap menjadi mendung. Karena hukum alam itu juga
mendung menjadi hujan. Air hujan yang jatuh di gunung akan
tersimpan dengan baik kalau hutannya lebat. Dari proses
ala ciptaan Tuhan inilah ada kesuburan di bumi. Bumi yang
subur itulah sumber kehidupan semua makhluk hidup di bumi.
Semuanya itu terjadi karena rta yaitu hukum alam ciptaan
Tuhan. Alangkah besarnya karunia Tuhan kepada umat manusia.
Itulah hutang manusia kepada Tuhan. Manusia akan sengsara
kalau proses alam berdasarkan rta itu diganggu.
Untuk menanamkan sikap hidup tidak merusak proses alam
itulah Tuhan dipuja sebagai Dewa Laut. Dalam tradisi Hindu
di Bali Tuhan sebagai Dewa Laut itu disebut ''Bhatara Tengahing
Segara''. Di Bali Pura Goa Lawah merupakan Pura untuk memuja
Tuhan sebagai Dewa Laut. Pura Goa Lawah di Desa Pesinggahan
Kecamatan Dawan, Klungkung inilah sebagai pusat Pura Segara
di Bali untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Laut.
Dalam Lontar Prekempa Gunung Agung diceritakan Dewa Siwa
mengutus Sang Hyang Tri Murti untuk menyelamatkan bumi.
Dewa Brahma turun menjelma menjadi Naga Ananta Bhoga. Dewa
Wisnu menjelma sebagai Naga Basuki. Dewa Iswara menjadi
Naga Taksaka. Naga Basuki penjelmaan Dewa Wisnu itu kepalanya
ke laut menggerakan samudara agar menguap menajdi mendung.
Ekornya menjadi gunung dan sisik ekornya menjadi pohon-pohonan
yang lebat di hutan. Kepala Naga Basuki itulah yang disimbolkan
dengan Pura Goa Lawah dan ekornya menjulang tinggi sebagai
Gunung Agung. Pusat ekornya itu di Pura
Goa Raja, salah satu pura di kompleks Pura Besakih.
Karena itu pada zaman dahulu goa di Pura Goa Raja itu konon
tembus sampai ke Pura Goa Lawah. Karena ada gempa tahun
1917, goa itu menjadi tertutup.
Keberadaan Pura Goa Lawah ini dinyatakan dalam beberapa
lontar seperti Lontar Usana Bali dan juga Lontar Babad Pasek.
Dalam Lontar tersebut dinyatakan Pura Goa Lawah itu dibangun
atas inisiatif Mpu Kuturan pada abad ke XI Masehi dan kembali
dipugar untuk diperluas pada abad ke XV Masehi. Dalam Lontar
Usana Bali dinyatakan bahwa Mpu Kuturan memiliki karya yang
bernama ''Babading Dharma Wawu Anyeneng' yang isinya menyatakan
tentang pendirian beberapa Pura di Bali termasuk Pura Goa
Lawah dan juga memuat tahun saka 929 atau tahun 107 Masehi.
Umat Hindu di Bali umumnya melakukan Upacara Nyegara Gunung
sebagai penutup upacara Atma Wedana atau disebut juga Nyekah,
Memukur atau Maligia.
Upacara ini berfungsi sebagai pemakluman secara ritual
sakral bahwa atman keluarga yang diupacarai itu telah mencapai
Dewa Pitara. Upacara Nyegara Gunung itu umumnya di lakukan
di Pura Goa Lawah dan Pura Besakih salah satunya ke Pura
Goa Raja.
Pura Besakih di lereng Gunung
Agung dan Pura Goa Lawah di tepi laut adalah simbol lingga
yoni dalam wujud alam. Lingga yoni ini adalah sebagai simbol
untuk memuja Tuhan yang salah satu kemahakuasaannya mempertemukan
unsur purusa dengan predana. Bertemunya purusa sebagai unsur
spirit dengan predana sebagai unsur meteri menyebabkan terjadinya
penciptaan. Demikiankah Gunung Agung sebagai simbol purusa
dan Goa Lawah sebagai simbol pradana. Hal ini untuk melukiskan
proses alam di mana air laut menguap menjadi mendung dan
mendung menjadi hujan. Hujan ditampung oleh gunung dengan
hutannya yang lebat. Itulah proses alam yang dilukiskan
oleh dua alam itu. Proses alam itu terjadi atas hukm Tuhan.
Karena itulah di tepi laut di Desa Pesinggahan dirikan Pura
Goa Lawah dan di Gunung Agung dirikan Pura Besakih dengan
18 kompleksnya yang utama. Di Pura itulah Tuhan dipuja guna
memohon agar proses alam tersebut tetap dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Karena dengan berjalannya proses itu alam ini
tetap akan subur memberi kehidupan pada umat manusia.
Pujawali atau piodalan di Pura Goa Lawah ini untuk memuja
Bhatara Tengahing Segara dan Sang Hyang Basuki dilakukan
setiap Anggara Kasih Medangsia. Di jeroan Pura, tepatnya
di mulut goa terdapat pelinggih Sanggar Agung sebagai pemujaan
Sang Hyang Tunggal. Ada Meru Tumpang Tiga sebagai pesimpangan
Bhatara Andakasa. Ada Gedong Limasari sebagai Pelinggih
Dewi Sri dan Gedong Limascatu sebagai Pelinggih Bhatara
Wisnu. Dua pelinggih inilah sebagai pemujaan Tuhan sebagai
Sang Hyang Basuki dan Bhatara Tengahing Segara.
*Ketut Gobyah |