Pura Merajan Kanginan

1 Bale Sakulu
2 Pelinggih Bale Pengaruman
3 Gedong Busana/ Pangangge
4 Bale Tegeh Stana Hyang Tirta
5 Gedong Pesimpenan Mpu Baradah
6 Bale Papelik
7 Tembok Panyengker
8 Pamedal
9 Pamedal

 
PURA MERAJAN KANGINAN

http://www.balipost.com/balipostcetak/2007/5/16/bd1.htm

Resi yadnya ngarania kapujan ring sang pandita, muang sang wruh ring kalingganing dari wwang (Dikutip dari Agastia Parwa).

Maksudnya:
Resi yadnya namanya berbakti pada beliau Sang Pandita dan mereka yang paham akan hakikat hidup sebagai manusia.

HAKIKAT mengabdi pada kehidupan di dunia ini membutuhkan bimbingan guru yang sudah mencapai tingkatan hidup Pandita Acarya. Berguru pada Pandita Acarya itu bukan semata-mata untuk mendalami sastra kerohanian semata. Demikian juga tujuan belajar bukan semata-mata mencari keterampilan untuk mencari nafkah.

Tujuan berguru adalah agar memiliki kemampuan untuk menjalani hidup yang baik dan benar sesuai dengan norma yang ditetapkan dalam kitab suci. Termasuk di dalamnya berbakti pada guru yang berjasa memberikan kita ilmu dengan sejujur-jujurnya dan juga memberi penerangan jiwa sesuai dengan pertumbuhan diri kita masing-masing.

Demikian jugalah Ida Manik Angkeran, putra Mpu Siddhi Mantra dari Jawa Timur, memiliki tempat pemujaan keluarga di kompleks Pura Besakih yang disebut Merajan Kanginan. Ida Manik Angkeran adalah seorang pengabdi yang tulus untuk ikut serta dalam mengeksistensikan dinamika Pura Besakih sebagai tempat pemujaan umat Hindu di seluruh Bali.

Sebagai pengabdi yang tulus, Ida Manik Angkeran tentunya mendapat bimbingan dari para rohaniwan yang sudah sekaliber Pandita Acarya. Karena itulah di Merajan tempat pemujaan keluarga beliau dibangun juga Pelinggih Gedong yang khusus untuk memuja Mpu Beradah, salah satu guru spiritual Ida Manik Angkeran yang telah mencapai status Pandita Acarya. Merajan ini kemungkinan tidak diberikan sebutan khusus. Umatlah yang kemudian menyebutnya Merajan Kanginan.

Umumnya umat melihat Merajan Ida Manik Angkeran ini terletak di sebelah timur Pura Banua tempat memuja Batara Sri dan juga pusat Jineng atau lumbung umat Hindu di Bali. Sesungguhnya letak Merajan Kanginan ini adalah agak di selatan Pura Banua kalau dilihat dengan alat kompas.

Di Merajan Kanginan ini ada sepuluh pelinggih utama dan pelinggih pelengkap. Lima pelinggih terletak di areal dalam atau jeroan pura dan lima lagi terletak di areal tengah atau jaba tengah. Pelinggih di jeroan pura itu ada Pelinggih Balai Pengaruman dan yang di sebelahnya ada pelinggih yang disebut Gedong Busana di sudut pura.

Di Pelinggih ini ditempatkan berbagai perlengkapan sakral dari semua Pelinggih Pura Merajan Kanginan seperti busana dan perlengkapan lainnya. Di sebelah kiri dari Gedong Busana ini terletak pelinggih yang disebut Balai Tegeh. Pelinggih Balai Tegeh ini bertiang empat dan beratap ijuk.

Fungsi utama Pelinggih Balai Tegeh ini adalah sebagai Pelinggih Batara Tirtha. Umat Hindu di Bali pada zaman dahulu kalau yang daerahnya diserang hama semut umumnya mohon kekuatan spiritual dengan mohon Tirtha di Pura Merajan Kanginan ini sebagai sarana sakral untuk menghilangkan hama semut tersebut.

Di areal dalam atau jeroan pura terdapat Pelinggih Gedong Simpen yaitu pelinggih dengan tiang empat beratap ijuk sebagai Pelinggih untuk Mpu Beradah. Mpu Beradah inilah sebagai salah satu Pandita Acarya dari yang memiliki jasa besar bersama-sama pandita yang lainnya dalam menanamkan kehidupan beragama Hindu di Bali. Di areal jeroan juga terdapat pelinggih yang disebut Balai Pengaruman sebagai tempat menata berbagai keperluan upacara yang bertujuan untuk menjaga kesucian Pura Merajan Kanginan tersebut.

Di jaba tengah Pura Merajan Kanginan ini terdapat Pelinggih Pelengkap yaitu ada Balai Paebatan, dapur, Bebaturan, Balai Gong dan Balai Kulkul. Meskipun semuanya itu sebagai bangunan pelengkap, tetapi semuanya memiliki nilai yang tinggi sebagai media untuk mengembangan kehidupan yang berkualitas.

Misalnya ada balai paebatan dan agar dalam menyiapkan berbagai sarana yang berupa makanan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Salah satu syarat yadnya yang disebut Satvika Yadnya menurut Bhagawad Gita XVII.13 adalah adanya suguhan makanan yang disebut srsta annam, artinya makanan yang Satvika.

Dalam tradisi Hindu di India adanya suguhan makanan dalam setiap ada upacara yadnya disebut anna seva. Karena dalam Manawa Dharmasastra ada dinyatakan bahwa betapa pun besar dan mahalnya suatu upacara yadnya kalau ada orang yang kelaparan di sekitar upacara yadnya tersebut maka yadnya tersebut tidak akan berhasil meraih karunia Tuhan. Hal inilah yang menyebabkan umat Hindu setiap melangsungkan upacara yadnya selalu disertai dengan jamuan makanan kepada para atithi yadnya atau tamu yang hadir diundang dalam upacara yadnya tersebut.

Adanya dapur dan balai paebatan di pura tersebut untuk menyiapkan berbagai keperluan upacara yadnya baik sebagai sarana kelengkapan upacara maupun untuk menjamu para tamu upacara. Tujuan adanya dapur dan balai paebatan itu untuk menyiapkan agar makanan tersebut makanan suci atau Satvika Ahara.

Melalui simbol dapur suci dan balai paebatan itu diharapkan umat agar dalam mencari makanan dan juga menyiapkan makanan menggunakan cara-cara yang dibenarkan oleh dharma dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya saat ada upacara saja umat menyiapkan makanan dengan cara-cara yang suci, tetapi justru upacara itu sebagai proses memotivasi umat agar dalam kehidupannya sehari-hari justru selalu mencari dan juga memilih dan menyiapkan makanan dengan cara-cara yang suci.

Demikian juga adanya Balai Kulkul dan Balai Gong di pura tersebut memiliki makna yang dalam juga. Balai Kulkul itu sebagai simbol untuk mengupayakan terpeliharanya keamanan atau santiraksa. Salah satu tujuan berbakti pada Tuhan adalah untuk mengembangkan upaya bersama untuk bisa menciptakan rasa aman dan damai dalam kehidupan bersama itu.
Dalam Manawa Dharmasastra pun pada Ksatria diwajibkan oleh Hyang Widhi agar berusaha untuk memberikan rasa aman (Raksanam) dan sejahtera (Dhanam) kepada masyarakat (Praja). Rasa aman dan sejahtera dalam masyarakat merupakan kebutuhan hidup yang paling utama dalam kehidupan di dunia ini.

Demikian juga adanya Balai Gong di Jaba Tengah Pura Merajan Kanginan ini sebagai simbol adanya keindahan dari seni dalam mewujudkan ajaran agama. Umat Hindu mengenai ajaran Satyam, Siwam dan Sundaram. Maksudnya agar umat menggunakan kesenian yang indah itu (Sundaram) untuk mewujudkan kebenaran (Satyam) dan kesucian (Siwam). Keindahan seni akan mubazir kalau bukan untuk Satyam dan Siwam.

· I Ketut Gobyah