|
Di Mandala paling atas, ada bidang yang dibiarkan kosong,
tidak ada pelinggihnya. Itulah Mandala ke tujuh, lambang
kekosongan alam sunya. Memang tidak luas, ditumbuhi rumpun
bambu sumpit.
Bagi para spiritualis, Mandala ketujuh ini melambangkan
alam akhir yaitu sesudah segalanya di-pralina (lenyap sempurna),
sekaligus awal sebelum adanya penciptaan, karena kehidupan
berputar tanpa henti.
|
|
Pada Mandala ini terdapat hanya dua gedong yang melambangkan
penciptaan Hyang Widdhi yang pertama, yaitu Rwa Bhinneda.
Karena itu kedua pelinggih gedong ini disebut sebagai pelinggih
Rwa Bhinneda. Disebut pula sebagai Pelinggih Purusa- Pradana.
Mandala keenam ini melambangkan cikal bakal kehidupan. Bentuk
pertama yang tercipta setelah kesunyian alam kosong adalah
Rwa Bhinneda ini, dari sini lah terbentang alam semesta.
Sampai kapan pun Rwa Bhinneda tetap menjiwai tetap ciptaan
di jagat raya.
Dua pelinggih di kawasan mandala keenam ini adalah:
|
|
|
Gedong Pelinggih Ida Ratu Pameneh,
atau linggih Ratu Pradana, di mana distanakan Ida Dewi
Danuh (Ida Bhatari Gunung Batur), Putri Hyang Pasupati. |
|
|
|
|
|
|
|
Gedong Pelinggih Ida Ratu Pucak,
atau linggih Ratu Purusa, sebagai stana yang dipersembahkan
kepada Hyang Putranjaya (Ida Bhatara Gunung Agung),
putra Hyang Pasupati. |
|
|
|
|
|
|
Mandala kelima ini melambangkan kekuatan dan keberadaan
yang timbul dan bersumber dari Rwa Bhinneda, yaitu Sekala
dan Niskala.
Unsur-unsur yang terdapat pada mandala ini:
|
|
|
Meru tumpang 3 tempat pemujaan pada
saktinya Hyang Indra. Disebut Ida Ratu Mas Magelung. |
|
|
|
|
|
|
|
Tempat meletakkan sesaji. |
|
|
|
|
|
|
|
Tempat pemujaan terhadap baginda
Wikramawardhana, yang dalam Pararaton bergelar Bhra
Hyang Wisesa Aji Wikrama. Wikramawardhana adalah raja
kelima Majapahit yang memerintah berdampingan dengan
istri sekaligus sepupunya, yaitu Kusumawardhani putri
Hayam Wuruk, pada tahun 1389-1427. Nama aslinya adalah
Raden Gagak Sali. Ibunya bernama Dyah Nertaja, adik
Hayam Wuruk, yang menjabat sebagai Bhre Pajang. Sedangkan
ayahnya bernama Raden Sumana yang menjabat sebagai Bhre
Paguhan, bergelar Singhawardhana. Mengapa pelinggih
beliau ada di Besakih kami kurang tahu, tetapi beliau
juga dicandikan di Wisesapura yang terletak di Boyolangu
(Tulungagung, Jatim).
|
|
|
|
|
|
|