Penempatan bangunan suci di kiri-kanan
Kori Agung atau Candi Kurung di Pura Penataran Agung
Besakih memiliki arti yang mahapenting dan utama dalam
sistem pemujaan Hindu di Besakih. Karena dalam konsep
Siwa Paksa, Tuhan dipuja dalam sebutan Parama Siwa,
Sada Siwa dan Siwa sebagai jiwa agung alam semesta.
Sebutan itu pun bersumber dari Omkara Mantra. Apa
dan seperti apa filosofi upacara dan bentuk bangunan
di pura itu?
Swami Dayananda Saraswati, pendiri
Arya Samad di India, menyataan bahwa panggilan Tuhan
yang pertama-tama dan yang tertua adalah dengan mengucapkan
Omkara. Tuhan memang tanpa nama, tanpa rupa karena
pada hakikatnya semuanya yang nyata ini adalah perwujudan
Tuhan. Artinya apa pun yang ada ini sesungguhnya adalah
ciptaan Tuhan. Karena tidak bernama maka manusia ciptaan
Tuhan diteladani oleh para resinya memanjatkan doa
pujian pada Tuhan dengan ucapan Omkara.
Tuhan pada hakikatnya maha-tahu.
Pengucapan Omkara sebagai media pemanggilan Tuhan
bukanlah untuk Tuhan, tetapi untuk mereka yang memanggil
Tuhan agar merasa bahwa Tuhan sudah mereka puja dengan
pengucapan Omkara tersebut. Saat manusia berniat saja
untuk memanggil-Nya, Tuhan sudah maha-tahu sebelumnya.
Demikianlah menurut keyakinan Hindu.
Dalam Manawa Dharmasastra II.83 dan 84 dinyatakan
bahwa Eka Aksara Om adalah Brahman yang tertinggi.
Ketahuilah bahwa Omkara itu kekal abadi dan itu adalah
Brahman penguasa semua ciptaan. Dalam Manawa Dharmasastra
II.76 dinyatakan bahwa Aksara Omkara itu berasal dari
aksara, A-U-M. dari suara tiga Veda dan inti dari
Vyahrti Mantra.
Yang dimaksud dengan Vyahrti Mantra
itu adalah Bhur, Bhuwah dan Swah. Yang mengupas tiga
Veda dan Vyahrti Mantra menjadi aksara A, U dan M
itu adalah Prajapati yaitu Tuhan sebagai rajanya makhluk
hidup. Yang dimaksud dengan ketiga Veda itu adalah
Reg, Sama dan Yajur Veda. Dari penyatuan aksara, A,
U dan M itulah bersenyawa menjadi aksara Omkara yang
juga disebut Pranava Mantra.
Karena itu, Omkara itu juga disebut
Vijaksara Mantra artinya biji aksara asal mulanya
Mantra Veda. Kata Aksara dalam bahasa Sansekerta artinya
yang kekal abadi. Ini berarti tujuan Tuhan menurunkan
Aksara adalah untuk menyebarkan ajaran suci Tuhan
yang kekal abadi itu.
Pura Besakih adalah media sakral
untuk mencapai anugerah Tuhan berupa kehidupan yang
bahagia Sekala dan Niskala. Dalam Vedanta Sutra I.1-4
ada dinyatakan bahwa untuk meraih anugrah Tuhan itu
hanya dapat dilakukan berdasarkan tuntunan kitab suci
Veda. Karena itu penempatan Balai Omkara simbol Vijaksara
Mantra di kiri-kanan Candi Kurung atau Kori Agung
Pura Penataran Agung Besakih sudah sangat sesuai dengan
petunjuk ajaran suci Veda. Meskipun penempatan Balai
Omkara itu tidak terlalu khusus, tetapi pada tempat
yang sangat strategis.
Untuk memasuki Mandala kedua Penataran
Agung Besakih harus melalui salah satu dari dua Candi
Bentar yang mengapit Candi Kurung. Saat melalui salah
satu dari pintu masuk tersebut pasti akan melihat
salah satu dari Balai Omkara tersebut. Mengapa ada
dua Balai Omkara yang mengapit Candi Kurung itu. Karena
manusia dalam hidupnya ini tentu berharap senantiasa
mendapatkan tuntunan Tuhan baik dalam kehidupan Sekala
maupun dalam kehidupan Niskala. Pertimbangan untuk
memperoleh kehidupan yang seimbang itulah nampaknya
sebagai dasar pemikiran mengapa Balai Omkara itu didirikan
kembar mengapit Candi Kurung tersebut.
Penempatan Balai Omkara pada tempat
yang sangat strategis tetapi pada tempat yang sederhana
itu patut menjadi renungan kita bersama. Hal ini bermaksud
agar umat tidak terlalu sulit menjumpai Balai Omkara
tersebut. Karena Omkara itu adalah simbol tersuci
dalam ajaran Veda. Untuk itu umat jangan dipersulit
untuk menjumpai simbol tersebut. Karena yang lebih
sulit nantinya adalah bagaimana merealisasikan simbol
suci itu dalam kehidupan sehari-hari.
Pengucapa Omkara Mantra itu sebagai
doa untuk memperoleh tuntutan Tuhan agar dinamika
Utpati, Stithi dan Pralina hidup manusia itu berjalan
dengan sebaik-baiknya. Mereka lahir (Utpati) dengan
selamat. Dalam menjalankan kehidupan (Stithi) pun
juga dengan selamat. Kembali ke asal atau Pralina
pun agar mereka dapat dengan selamat. Dalam Lontar
di Bali disebut ”mati bener”. Itulah dambaan
manusia yang lahir ke dunia ini.
Omkara juga dinyatakan sebagai sebutan
Tuhan jiwa agung dari Bhur. Bhuwah dan Swah Loka.
Memahami hal ini berarti manusia seharusnya menjaga
perilakunya agar tidak berbuat yang dapat mencemari
Tri Loka tersebut. Karena perbuatan yang buruk di
Bhur Loka dapat merusa juga Bhuwah dan Swah Loka.
Secara ilmu pengetahuan modern hal itu sudah dapat
dibuktikan dengan ilmiah.
Penempatan Balai Omkara di Pura Besakih
itu sebagai upaya untuk menggemakan suara suci Veda
agar terserap dengan baik ke dalam lubuk hati setiap
umat. Dengan terserapnya nilai-nilai suci Veda ke
dalam lubuk hati setiap umat maka umat Hindu diharapkan
dapat menyucikan hati nuraninya dari kabut kegelapan
pengaruh Rajah Tamah yang negatif. Kalau Guna Rajah
dan Tamah dapat dikuasai oleh Guna Satwam maka gema
suara hati nurani pun akan dapat lebih mengendalikan
perilaku.
Orang yang berperilaku sesuai dengan
suara hati nuraninya yang suci itu akan dapat lebih
mudah mencapai karunia Tuhan. Salah satu tujuan yang
paling utama umat ke pura adalah untuk memperoleh
karunia Tuhan. Karena itu sudah sangat tepatlah pendirian
Balai Omkara di kiri dan kanan Candi Kurung di Pura
Penataran Agung Besakih.
Aksara suci Omkara dalam Manawa Dharmasastra
II.75 dinyatakan sebagai media meditasi disertai dengan
melakukan Pranayama dan Tirtha Pawitra. Omkara juga
dijadikan pengantar dalam mengucapkan Vyahrti Savitri
Mantra. Di Bali lebih terkenal dengan Mantra Gayatri.
Tri Sandhya setiap pagi yang diawali dengan Mantram
Gaya Tri itu sebagai mantram pertama.
Mantra pertama Tri Sandya itu sesungguhnya
terdiri atas tiga jenis mantram yaitu: Omkara Mantra,
Vyahrti Mantra (Bhur, Bhuwah dan Swah) dan Tri Pada
Mantram terdiri atas 24 kata. Tiga jenis mantram itulah
yang populer dengan Gayatri Mantram. Inilah yang disebut
Mantram Veda yang paling universal. Nampaknya itulah
tujuan utama didirikannya Balai Omkara di Pura Penataran
Agung Besakih.
* wiana
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2007/1/10/bd1.htm
|