|
Tahun 1970 adalah saat masa penting dalam
sejarah perkembangan seni karawitan Bali. Pada waktu itu
muncul garapan karawitan kontemporer Bali, garapan karawitan
modern yang eksperimental sifatnya namun masih bersumber
dan berakar pada musik tradisi.
Awal pertumbuhan karawitan kontemporer
Bali ditandai oleh garapan musik berjudul Gema Eka Dasa
Rudra karya I
Nyoman Astita pada tahun 1979. Dalam garapan karawitan
ini Astita mencoba menuangkan interpretasinya terhadap suasana
musikal dari serangkaian upacara ritual dalam karya Agung
Eka Dasa Rudra di Besakih
tahun 1978. Barungan gamelan yang dijadikan dasar adalah
Semar Pagulingan yang
dikembangkan dengan jalan menambah beberapa buah gong
dan kempul, cengceng kopyak, kentungan
(alat menumbuk padi), kulkul (kentongan), serta sapu
lidi. Dengan alat-alat ini Astita menyajikan sedikitnya
5 warna musik Bali : Semar Pagulingan, Gong
Kebyar, Balaganjur,
Angklung dan Gong
Beri untuk melukiskan jalannya upacara Eka Dasa Rudra.
Di samping memadukan alat-alat gamelan
dengan alat-alat yang non gamelan, Gema Eka Dasa Rudra
lahir dengan menawarkan dua gagasan baru.
- Pertama dalam garapan dilakukan beberapa perubahan patet
gending dan merangkai lagu-lagu yang berlaras Pelog
dengan Slendro. Struktur nada gamelan Semar
Pagulingan Saih Pitu memungkinkan untuk melakukan
semuanya ini. Oleh karena itu dalam kreasi musik ini ada
lagu-lagu yang dimainkan dalam patet selisir, patet
tembung dan lain-lainnya. Laras Slendro muncul
ketika diperdengarkan lagu-lagu gamelan Angklung
dan laras Pelog terdengar pada waktu Balaganjur
dan Kakebyaran.
- Kedua, sepanjang perjalanan musik Gema Eka Dasa Rudra
ini para pemain menabuh atau menyanyi sambil menari. Dengan
gerak-gerak yang sederhana, para penabuh mencoba untuk
menvisualkan beberapa aktivitas yang terjadi dalam upacara
Eka Dasa Rudra yang sesungguhnya. Dengan demikian
Gema Eka Dasa Rudra menjadi sebuah sajian musik
yang sifatnya audio-visual yang menarik untuk dilihat
dan didengar.
Munculnya Gema Eka Dasa Rudra yang
dipersiapkan untuk Festifal Komponis Muda di TIM Jakarta
ini mendapat sambutan positif dari kalangan pengamat dan
budayawan Bali, sehingga merangsang tumbuhnya karya-karya
karawitan kontemporer lainnya. Di antara karya-karya penting
yang muncul sesudahnya adalah
|
Uma Sadina |
Nyoman Astita |
Trompong Beruk |
Wayan Rai S |
Sumpah Palapa |
Nyoman Windha |
Kosong |
Ketut Gede Astawa |
|
Kehadiran karya-karya ini membuat semakin
semaraknya kehidupan seni karawitan kontemporer didaerah
Bali.
|