|
|
|
|
|
|
|
Bagian 3 |
|
|
|
Kembali diceritakan,
Ki Gusti Ketut Panji, berputra Ki Gusti Gede
Panji, Ki Gusti Made Clagi, serta Ki Gusti Nyoman
Pinatih, sama-sama berada di Sukasada. Ki Gusti
Bagus Jlantik Banjar, berputra Ki Gusti Bagus
Suwi, serta Ki Gusti Made Akeh, sama-sama berada
di Bangkang.
Adapun Ki Gusti Made Panji
Muna, berputra Ki Gusti Bagus Jlantik Kalyanget.
Ki Gusti Ketut Jlantik, berputra Ki Gusti Wayan
Ksatra, berada di Kubutambahan, adiknya Ki Gusti
Made Jlantik, berada di Panarukan.
Adapun Ki Gusti Made Jlantik,
yang meninggal di Pereyan, berputra Ki Gusti
Wayan Jlantik, berada di Sasak. Sedangkan Ki
Gusti Ketut Panji di Singaraja., sama-sama berada
di Singaraja.
Ada saudara beliau pergi ke
Patemon, serta ke Bon Tihing, dan ke Depaha.
Adapun Ki Gusti Wayan Panji, Ki Gusti Wayan
Panebel, dan Ki Gusti Nyoman Panarungan, sama-sama
menurunkan keluarga, selanjutnya dari Sukasada
pindah ke Singaraja.
Diceritakan Ki Gusti Gede Panji,
berputra Ki Gusti Putu Panji, Ki Gusti Made
Kari, dan Ki Gusti Ketut Panji, sama-sama berada
di Sukasada. Ki Gusti Made Celagi beliau banyak
menurunkan putra. Ki Gusti Nyoman Pinatih, mempunyai
seorang putri bernama I Gusti Ayu Rai, serta
saudara laki-lakinya. Ki Gusti Bagus Suwi, di
Bangkang, mempunyai seorang putri Ki Gusti Ayu
Made Ayu, beserta saudara laki-laki. Ki Gusti
Made Akeh, di Bangkang, berputra I Gusti Nyoman
Panji, I Gusti Ketut Jlantik Sangket, beserta
saudaranya di Bangkang. Ki Gusti Bagus Jlantik
Kalyanget, pindah dari Tukad Mungga, putra beliau
Ki Gusti Bagus Jlantik Batupulu, adiknya Ki
Gusti Made Batan, sama-sama di Tukad Mungga.
Adapun Ki Gusti Wayan Ksatra di Kubutambahan,
berputra I Gusti Putu Kari, Ki Gusti Putu Kebon
nama lainnya, ada adiknya seorang wanita bernama
Ki Gusti Ayu Made Batan.
Adapun Ki Gusti Made Jlantik,
di Panarukan, berputra Ki Gusti Ayu Putu Puji,
Ki Gusti Ayu Jlantik, Ki Gusti Ayu Rai, dan
Ki Gusti Ayu Putu Intaran Rudi. Selanjutnya
I Gusti Wayan Jlantik yang berada di Sasak,
berputra Ki Gusti Made Jlantik Jwala, serta
Ki Gusti Ketut Jlantik Jwali. Adapun Ki Gusti
Bagus Ksatra, di Singaraja, berputra Ki Gusti
Bagus Rai, serta saudaranya, tidak diceritakan
selanjutnya.
Kembali diceritakan. setelah
beliau Ki Gusti Ngurah yang wafat di Pangambengan
, beliau digantikan, oleh yang bernama Ki Gusti
Agung Pahang, pada saat Isaka 1751 (1829 M),
beliau memindahkan istana Singaraja, ke sebelah
barat jalan, entah berapa lamanya menjadi raja,
terdorong oleh karena sudah kehendakNya, akhirnya
keluar sifat angkara beliau, diduga tidak ada
menandingi kewibawaannya, bertingkah laku tidak
senonoh, sehingga melanggar tata susila yang
sudah ada, gamya-gamana, serta berselingkuh
dengan saudara perempuan beliau, hal itu diketahui
oleh para menterinya, serta rakyatnya semua,
akan tetapi semuanya memendam dalam hati, tidak
ada yang berani membuka mulut, akan kejahatan
tuannya, akan tetapi semua sudah kentara bahwa
semua mengetahui namun pura-pura tidak tahu,
sehingga beliau Ki Gusti Ngurah Pahang menjadi
was-was, mengira bukan mustahil rakyatnya semua
akan menentang kekuasaannya, tetapi tetap niatnya
berbuat ganas pada rakyatnya, terhadap tindak-tanduknya,
belum pantas dihukum mati, dibunuhnya juga selalu
memegang pentungan, tidak sedikit menyakiti
rakyatnya, karena curiga pada diri atas perilakunya
yang tidak senonoh. Kira-kira tiga tahun lamanya
beliau menjadi raja, ada para arya bernama Ki
Gusti Bagus Ksatra dari Singaraja, saudara beliau
Ki Gusti Made Singaraja, anak beliau Ki Gusti
Ketut Panji, beliau Ki Gusti Bagus Ksatra, disuruh
membunuh oleh Ki Gusti Agung Pahang, sebab memberikan
hidangan ikan udang kepada beliau, disangka
oleh beliau raja, akan menjadi sebab berhenti
menjadi raja Den Bukit, ada pula yang bernama
Wayan Rumyani, Pan Apus nama lainnya, ia rakyat
yang dipercayai menjadi perbekel, ikut juga
dibunuhnya, oleh karena kelihatan sebagai raja
gila, disangkanya jelas akan mencelakakan.
Selanjutnya jenazah Ki Gusti
Bagus Ksatra, ditambatkan di lapangan, telinganya
kiri-kanan diberi bunga kembang sepatu merah,
mayatnya menjadi tontonan orang banyak, dan
adiknya Ki Gusti Made Singaraja, menghadap raja,
memohon belas kasihan, memohon jenazah kakaknya,
ternyata tidak diijinkan oleh beliau raja, setelah
sore hari, barulah mayatnya diserahkan kepada
sanak saudaranya.
Oleh karena demikian keadaannya,
luar biasa marahnya Ki Gusti Made Singaraja,
beserta sanak keluarganya semua, semua keturunan
pemberani Sri Panji Sakti, lalu bersama-sama
mengadakan perundingan, setelah memperoleh keputusan,
memaksa menerobos masuk istana.
Pada saat hari baik, beliau
raja Pahang mengadakan keramaian di istana,
mengadakan pertunjukan wayang kulit, adapun
sebagai Dalangnya bernama Ki Gulyang, dari desa
Banjar, itulah kesempatan para arya semuanya,
bermaksud ikut mengamuk di istana, sudah siap
dengan senjata, hanya menunggu keluarnya beliau
sang raja, menonton, sampai tengah malam, juga
Ki Gusti Agung Pahang belum keluar, menonton
wayang, adapun Ki Dalang Gulyang sedang memainkan
perang wayang, akhirnya semua para arya kepayahan
menunggu, akhirnya mereka menyebar mengacau,
mengamuk orang-orang yang menonton wayang, ada
yang menikam ke arah Dalang yang sedang memainkan
wayang, layarnyapun robek, adapun sang dalang
saat itu sedang memegang wayang Bima, serta
wayang Tuwalen, serta membawa Capala, oleh karena
kagetnya, lalu segeralah ia melompat mencari
perlindungan, membawa wayang Bima dan Tuwalen,
beserta capalanya.
Tidak diceritakan banyaknya
yang mati dan terluka di tempat orang menonton,
kacau balau, mencari perlindungan, sehingga
hiruk-pikuk mondar-mandir, di halaman kedua
istana, disambut dengan suara kentongan bertalu-talu,
luar biasa riuhnya orang-orang, seisi istana,
sama-sama keluar dengan membawa senjata, sama-sama
menunggu di jalan raya, sebab tidak ada yang
berani masuk ke istana, oleh karena sangat gelapnya.
|
|
Diceritakan ada
yang bernama Ketut Karang, sebagai kepala penjaga
istana, bertempat tinggal di Panataran, ia berbicara,
mengingatkan Ki Gusti Made Singaraja, beserta
pengikutnya, menyuruh untuk kembali pulang,
sebab beliau raja sudah pergi mengungsi meninggalkan
istana, tidak akan berhasil jika langsung masuk
ke dalam istana, mungkin tujuannya akan menemui
bahaya, demikian cegahan Ketut Karang, lalu
mereka yang menyerang kembali pulang semuanya,
menuju rumahnya masing-masing.
Keesokan harinya, Ki Gusti
Agung Pahang, dihadapkan dalam persidangan,
dihadapkan oleh semua para manca, akan tetapi
para arya Den Bukit tidak ikut, melakukan persidangan,
tentang pemberontakan para arya Buleleng, durhaka
mengamuk dalam istana, setelah kesepakatan raja
selesai, sesudah disepakati oleh para arya keturunan
Karangasern, bahwa akan membunuh semua para
arya Buleleng, laki perempuan, tua muda, supaya
tidak ada tersisa, sebab sangat besar dosanya
terhadap sang raja, setelah demikian keadaannya,
tidak menunggu sehari, seketika mendadak dikerahkan
para prajuritnya lengkap dengan senjata, disuruh
untuk menghancurkan para arya yang ada di Ler
Adri, ternyata lamban tindakan para arya itu
kurang cepat mengelak, sehingga hancur beserta
dengan anak-anaknya (arare cili), oleh karena
angkatan bersenjatanya sangat hebat jitu melaksanakan
perintah sang raja, itu sebabnya berpuluh bahkan
sampai ratusan mereka yang dapat ditikam dengan
keris, serta tombak, segala yang mengakibatkan
kematian, bagaikan bergunung mayat dan berlautan
darah kenyataannya, demikian diceritakan.
Kenyataannya, sebab kehendakNya
tidak dapat dilawan, untuk menciptakan kebesaran
keturunan beliau Ki Gusti Ngurah Panji, walaupun
beberapa banyaknya prajurit beliau, memporak-porandakan
para arya Den Bukit, tetapi didorong oleh kekuatan
suci beliau yang sudah mendahuluinya (wafat),
mereka tak mungkin sampai habis dihancurkan,
ada juga yang tersisa, yang berhasil menurunkan
keturunan sampai sekarang, bagaikan dilindungi
oleh dewata persembunyiannya, sehingga terlepas
dari kematian, siapakah itu yang masih hidup?,
demikian kira-kira pertanyaannya, di antaranya,
Ki Gusti Made Kari, Ki Gusti Ketut Panji, sama-sama
ada di Sukasada, beliau sama-sama pindah ke
wilayah Desa Kapal Mangwi, beliau yang menurunkan
keturunan di Sukasada sampai sekarang. Adapun
Ki Gusti Nyoman Panji, beserta saudaranya Ki
Gusti Ketut Jlantik Sangket, sama-sama pergi
menyelinap di hutan-hutan wilayah desa Panji,
beliau yang menurunkan para arya di istana Bangkang
sampai sekarang.
Adapun Ki Gusti Bagus Ketut
Jlantik Batupulu, serta adiknya Ki Gusti Made
Batan, sama-sama mengungsi menuju wilayah desa
Soka Tabanan, beliau yang menurunkan sanak keluarga
para arya Tukad Mungga, sampai sekarang.
Selanjutnya Ki Gusti Putu Kebon,
Ki Gusti Putu Kari nama lain beliau, pergi ke
desa Pakisan, dan berhasil menurunkan yang di
istana Kubutambahan. Adapun Ki Gusti Ketut Jlantik
Jwali, menurunkan keturunan di Karang Buleleng
Sasak sampai sekarang.
Pendeknya, apa sebab sama-sama
masih hidup, karena ditolong oleh rakyatnya
masing-masing, yang masih bakti menghamba, berusaha
menyelamatkan diri.
Kembali diceritakan, tidak
menyimpang akan titah Nya, perbuatan semasa
hidup didorong oleh perbuatannya dahulu, sebabnya
Ki Gusti Ngurah Pahang, semakin bertambah angkara
murkanya, bagaikan malapetaka dari-Nya, segera
semakin diketahui oleh rakyatnya semua, perbuatannya
gamya-gamana dengan adik, menyebabkan panas
pada saat musim hujan, hasil panen tidak berhasil,
kebutuhan sehari-hari jarang, negara menjadi
terpecah, sehingga orang-orang menjadi ribut,
bertengkar berperang dengan sanak keluarga,
sama-sama tidak tertahankan oleh para manca
serta semua rakyat , selanjutnya K-i Gusti Agung
Pahang dikepung oleh rakyat bersenjata, akhirnya
lari ke wilayah Karangasern, setibanya beliau
di sana, akhirnya beliau dibunuh oleh rakyat
Karangasern.
Digantikan oleh beliau yang
bernama Ki Gusti Ngurah Made, yang menggantikan
kedudukan raja Buleleng, beliau juga keturunan
Karangasern, dibantu oleh beliau yang bernama
Ki Gusti Ketut Jlantik Gingsir, kedudukannya
sebagai patih, diberi mandat memerintah negara
Buleleng, keberanian beliau Ki Gusti Patih terkenal
ke mana-mana sampai ke pelosok Pulau Bali, sebab
beliau mengalahkan desa-desa yang ada di wilayah
pegunungan Bangli, seperti Payangan, sangat
luar biasa pujian rakyat, akan keberanian beliau
menggempur musuhnya yang sakti.
Entah berapa tahun lamanya,
tiba-tiba ada perbedaan pendapat Ki Gusti Patih
Ketut Jlantik, berselisih dengan pemerintahan
Belanda, menyebabkan terjadinya permusuhan,
perangpun terjadi sangat hebat, antara Belanda
dengan rakyat Bali, lamanya perang hingga tiga
tahun, akhirnya rakyat Den Bukit mengalami kekalahan,
oleh pemerintahan Belanda, pada Isaka 1768 (1846
M), adapun raja Ngurah Made, serta Ki Gusti
Ketut Jlantik, disertai prajuritnya, lari pergi
menuju wilayah Karangasern.
Setelah demikian, tidak ada
lagi keturunan raja Karangasern yang memerintah
di Buleleng, dan pemerintahan Belanda yang berhasil
menang di Buleleng, untuk menjalankan pemerintahan,
kembali mengangkat raja, memilih raja keturunan
Den Bukit seperti dulu kala, setelah pembicaraan
selesai, disetujui oleh para manca dan punggawa
semua, diusahakan mencari yang benar-benar keturunan
para arya, keturunan Sri Panji Sakti dahulu,
yang memerintah di Den Gunung, sebab dipilih
oleh semua orang yang menginginkan, sehingga
dinobatkan bergelar Ki Gusti Made Rai di Sukasada,
menjadi penguasa Den Bukit, beliau adalah putra
dari Ki Gusti Made Kari, yang pergi ke daerah
Kapal Mangwi, pada saat diserang oleh Ki Gusti
Agung Pahang dahulu.
Ada saudara tertua beliau Ki
Gusti Made Rai seorang wanita, bernama Ki Gusti
Ayu Pakisan, adiknya bernama Ki Gusti Ayu Rai,
yang laki bernama Ki Gusti Made Panji, serta
Ki Gusti Nyoman Panarungan.
Adapun adik beliau Ki Gusti
Made Kari, yang bernama Ki Gusti Ketut Panji,
beliau berputra Ki Gusti Ayu Griya, Ki Gusti
Agung, serta Ki Gusti Ayu Bulan, sama-sama berada
di Sukasada.
Adapun Ki Gusti Nyoman Panji,
yang pergi menuju desa Alas Panji, berputra
Ki Gusti Ayu Sekar, Ki Gusti Made Banjar, Ki
Gusti Nyoman Banjar, serta Ki Gusti Ketut Tangkeban.
Adapun adik beliau Ki Gusti
Nyoman Panji, yang bernama Ki Gusti Ketut Jlantik
Sangket berputra Ki Gusti Wayan Jlantik, Ki
Gusti Nyoman Oka, Ki Gusti Ketut Rai serta yang
lain ibu dengan Ki Gusti Ayu Kompyang Panji,
Ki Gusti Ayu Nyoman Rai, Ki Gusti Ketut Ksatra,
Ki Gusti Ketut Banjar, serta Ki Gusti Ayu Kaler,
sama-sama kembali ke Bangkang.
|
|
Adapun Ki Gusti
Bagus Jlantik Batupulu, yang pergi ke desa pegunungan
di daerah Soka Tabanan, berputra Ki Gusti Putu
Panji, Ki Gusti Ayu Mas, Ki Gusti Ketut Ksatra,
serta Ki Gusti Ketut Jlantik, semua kembali
ke wilayah Desa Tukad Mungga.
Juga adik beliau yang bernama
Ki Gusti Made Batan, berputra Ki Gusti Putu
Batan, Ki Gusti Ayu Made Taman, Ki Gusti Nyoman
Jlantik, Ki Gusti Ketut Kaler, Ki Gusti Ayu
Rai, Ki Gusti Ayu Panji, Ki Gusti Bagus Jlantik,
Ki Gusti Made Karang, Ki Gusti Ketut Banjar,
serta Ki Gusti Ayu Nyoman Soka nama beliau,
sebab lahir di desa Soka, pada saat mengungsi
dahulu, itu semuanya lalu bertempat tinggal
di Tukad Mungga. Selanjutnya membangun tempat
pemujaan di rumahnya di Tukad Mungga, meniru
yang ada di istana Bangkang.
Adapun Ki Gusti Putu Kari,
Putu Kebon nama lain beliau, yang pergi ke Desa
Pakisan, beliau berputra Ki Gusti Bagus Panji
Cuwag, Ki Gusti Ketut Kaler, Ki Gusti Ketut
Jlantik, serta Ki Gusti Ayu Putu, semuanya kembali
ke Kubutambahan.
Juga beliau Ki Gusti Ketut
Jlantik Jwali, berputra Ki Gusti Bagus Jlantik,
Ki Gusti Made Rai, serta Ki Gusti Nyoman Jlantik,
sama-sama bertempat tinggal di Sasak.
Yang lainnya, ketika diserang
oleh beliau Ki Gusti Agung Pahang, dahulu, oleh
karena para Arya Buleleng sama-sama mencari
keselamatannya masing-masing, ada para arya
yang berbudi ingkar lupa akan leluhurnya, tidak
mengetahui asal-usulnya, menuruti jalan hidupnya,
sehingga tinggal di rumah orang yang beragama
Islam di pesisir Singaraja, yang sudah jelas
tidak setia pada agamanya, menjadi beragama
Islam, ada keturunannya sampai sekarang, setelah
bercampur dengan orang-orang yang beragama Islam.
Entah beberapa lamanya, lebih
kurang tiga tahun lamanya, Ki Gusti Made Rai
menjadi raja Buleleng, akhirnya beliau turun
dari singgasana, oleh karena tidak menghiraukan
rakyat, didorong oleh nafsu, tenggelam dalam
sabungan ayam, tidak ingat akan kewajibannya
sebagai raja, beberapa bulan meninggalkan istana,
tinggal diam di desa Panji, diiring oleh para
penjudi, sangat keras mengikuti keinginan berjudi.
Setelah mendapat kata sepakat
oleh pemerintahan Belanda, dibantu oleh para
menteri, punggawa semuanya, sehingga dipilih
beliau Ki Gusti Ketut Jlantik di Kubutambahan,
putra beliau I Gusti Putu Kari, dinobatkan menjadi
raja di Buleleng, sebab beliau memang benar-benar
keturunan Sri Agung Panji Sakti, keturunan keempat
dari Ki Gusti Agung Rai.
Kemudian dari hasil keputusan
pemerintahan Belanda, pindah dari Kubutambahan
beristana di Singaraja, bergelar Ki Gusti Nglurah
Ketut Jlantik, dibantu oleh ayah beliau Ki Gusti
Putu Kari, berkedudukan sebagai punggawa di
Kubutambahan.
Adapun ipar baginda raja, bernama
Ki Gusti Putu Batan, raja muda dengan jabatan
sedahan agung kedudukan beliau, dan Ki Gusti
Bagus Jlantik, patih kedudukan beliau, semula
berkedudukan di Tukad Mungga, selanjutnya pindah
ke Singaraja, Puri Kanginan, lain dari itu,
masih berada di Tukad Mungga, sama-sama diberi
kedudukan oleh baginda raja, demikian keluarga
raja keturunan istana Bangkang, serta yang berada
di Sukasada, menyebabkan tenang dan sempurna
baginda raja, dibantu oleh sanak keluarga dan
tanda mantri serta punggawa.
Entah berapa lamanya, bagaikan
kehendak-Nya, sebab sudah tiga giliran waktunya
pembagian takdir Yang Maha Kuasa, disertai dengan
perputaran jaman, menyebabkan keadaan menjadi
kacau, menyebabkan banyak yang saling fitnah,
diakibatkan oleh keinginan Belanda untuk menguasai
negara, dengan cara-caranya sendiri, sehingga
ada saja alasannya untuk menghukum, menyalahkan
Ki Gusti Ngurah Ketut Jlantik, sehingga beliau
diberhentikan menjadi raja, selanjutnya beliau
dijadikan orang buangan di Pulau seberang yaitu
wilayah Padang Pulau Sumatra.
Setelah keadaan demikian, selanjutnya
Belanda sebagai penguasa daerah Buleleng, tidak
ada rajanya lagi, hanya Ki Gusti Bagus Jlantik
kedudukannya sebagai patih, sebagai pemimpin
orang-Bali di Buleleng.
Kembali diceritakan, tentang
keturunan beliau Ki Gusti Made Rai di Sukasada,
beliau banyak menurunkan keturunan, yang tertua
Ki Gusti Bagus Rai, adiknya Ki Gusti Made Ksatra,
Ki Gusti Nyoman Karang, Ki Gusti Ketut Tangi,
Ki Gusti Ketut Jlantik, Ki Gusti Bagus Dalang,
Ki Gusti Ayu Ketut Rai, Ki Gusti Putu Gunung,
Ki Gusti Nyoman Jlantik Ceples, Ki Gusti Ayu
Jlantik, Ki Gusti Ketut Perasi, Ki Gusti Nyoman
Jlantik, Ki Gusti Ketut Rai, Ki Gusti Ayu Putu,
beliau dijadikan istri oleh Ki Gusti Putu Griya,
di Singaraja.
Adapun Ki Gusti Made Panji,
berputra Ki Gusti Ayu Turun. Adapun I Gusti
Nyoman Panarungan, berputra Ki Gusti Bagus Bebed,
sama-sama berkedudukan di Sukasada.
Adapun Ki Gusti Agung, pindah
ke Depaha, berputra Ki Gusti Ayu Sekar, Ki Gusti
Ayu Made Panji, Ki Gusti Ayu Made Rai Kebring,
yang dijadikan istri oleh Ki Gusti Made Singaraja,
di Singaraja, Ki Gusti Ketut Jlantik, Ki Gusti
Putu Canang, Ki Gusti Made Togog, Ki Gusti Ayu
Nyoman Tilem, Ki Gusti Ketut Panji, serta Ki
Gusti Ayu Jlantik.
Adapun yang berada di istana
Bangkang, Ki Gusti Made Banjar, berputra Ki
Gusti Ayu Dangin, istri beliau Ki Gusti Nyoman
Gunung, di Tukad Mungga, Ki Gusti Ayu Mas, Ki
Gusti Nyoman Jlantik, serta KI Gusti Made Panji.
Adapun Ki Gusti Nyoman Banjar,
berputra Ki Gusti Ayu Kompyang Panji, Ki Gusti
Made Selat, serta Ki Gusti Ketut Putu. Adapun
Ki Gusti Ketut Tangkeban, beliau tidak mempunyai
keturunan.
Adapun Ki Gusti Wayan Jlantik,
berputra Ki Gusti Putu Cede, Ki Gusti Made Jlantik,
Ki Gusti Ayu Nyoman Ayu, istri beliau Ki Gusti
Nyoman Jlantik, Ki Gusti Ayu Kajeng, Ki Gusti
Ayu Rai, istri beliau Ki Gusti Putu Intaran,
di Bangkang, Ki Gusti Ayu Ketut Panji,, istri
beliau Ki Gusti Ketut Putra di Tukad Mungga,
serta yang bungsu Ki Gusti Bagus Jlantik.
Adapun Ki Gusti Nyoman Oka,
berputra Ki Gusti Putu Intaran, Ki Gusti Made
Celagi, Ki Gusti Nyoman Jlantik Jebel, Ki Gusti
Putu Gianyar, serta Ki Gusti Made Kaler. Kemudian
Ki Gusti Ketut Rai, berputra Ki Gusti Ayu Jlantik,
istri beliau Ki Gusti Bagus Rai dari Tukad Kemudian
Ki Gusti Ketut Panji, berputra Ki Gusti Putu
Panji, Ki Gusti Ayu Kompyang Sekar, istri beliau
Ki Gusti Made Jlantik, Ki Gusti Ayu Made Rai,
istri beliau Ki Gusti Nyoman Jlantik Jebel.
Adapun Ki Gusti Ketut Kaler,
berputra Ki Gusti Ayu Kompyang Jlantik, istri
beliau Ki Gusti Bagus Jlantik dari Bangkang,
serta adiknya Ki Gusti Made Raka. Adapun Ki
Gusti Ketut Ksatra, berputra Ki Gusti Bagus
Jlantik Dawuh. Kemudian Ki Gusti Ketut Banjar,
berputra Ki Gusti Ayu Dalem, istri beliau Ki
Gusti Ketut Putu di Bangkang, Ki Gusti Ayu Made
Rai, Ki Gusti Panji Cuweh, Ki Gusti Ayu Made
Ayu, Ki Gusti Ketut Ayu, Ki Gusti Ayu Selat,
Ki Gusti Made Jiwa, Ki Gusti Nyoman Raka, serta
Ki Gusti Ayu Ketut Griya, beliau semuanya ada
di Bangkang, satu tempat suci untuk pemujaan
bagi beliau semua. Adapun yang ada di Tukad
Mungga, yang bernama Ki Gusti Putu Panji, berputra
Ki Gusti Bagus Rai, Ki Gusti Ayu Jlantik, istri
beliau Ki Gusti Putu Intaran di Tukad Mungga,
Ki Gusti Made Oka, Ki Gusti Ayu Nyoman Rempeg,
istri beliau Ki Gusti Putu Gianyar di Bangkang,
serta Ki Gusti Ketut Cede. Ki Gusti Ketut Ksatra,
berputra Ki Gusti Ayu Kompyang Sekar, istri
beliau Ki Gusti Ketut Cede, di Tukad Mungga,
adiknya Ki Gusti Made Jlantik. Adapun Ki Gusti
Ketut Jlantik, berputra Ki Gusti Ayu Kompyang
Rai, istri beliau Ki Gusti Ketut Cede di Tukad
Mungga.
Selanjutnya Ki Gusti Putu Batan,
berputra Ki Gusti Ayu Putu Sekar, istri beliau
Ki Gusti Ketut Ksatra di Bangkang, Ki Gusti
Ayu Made Jlantik, istri beliau Ki Gusti Made
Celagi di Bangkang, Ki Gusti Ayu Kompyang Ayu,
istri beliau Ki Gusti Putu Griya di Singaraja,
Ki Gusti Made Singaraja, Ki Gusti Ayu Nyoman
Ayu, istri beliau Ki Gusti Nyoman Raka, Ki Gusti
Ketut Bagus, serta yang bungsu Ki Gusti Ketut
Putu.
Adapun beliau Ki Gusti Nyoman
Jlantik, berputra Ki Gusti Putu Center, Ki Gusti
Ayu Made Rai, istri beliau Ki Gusti Putu Cede
di Bangkang, Ki Gusti Putu Selat, Ki Gusti Ayu
Made Sekar, Ki Gusti Nyoman Jlantik Gunung,
serta Ki Gusti Ketut Putra. Adapun Ki Gusti
Ketut Kaler, berputra Ki Gusti Ayu Kompyang
Kaler, serta Ki Gusti Ayu Made Griya, sama-sama
diambil sebagai istri oleh Ki Gusti Ketut Jlantik.
Selanjutnya Ki Gusti Bagus
Jlantik Patih, berputra Ki Gusti Putu Intaran.
Serta Ki Gusti Made Karang, beliau tidak mempunyai
keturunan. Selanjutnya Ki Gusti Ketut Banjar,
putra beliau tertua bernama Ki Gusti Putu Griya,
adiknya Ki Gusti Ayu Made Panji, istri beliau
Ki Gusti Putu Selat di Tukad Mungga, Ki Gusti
Nyoman Raka, Ki Gusti Ketut Jlantik, serta Ki
Gusti Ayu Rai, istri beliau Ki Gusti Putu Intaran
di Tukad Mungga. Demikian keturunan beliau yang
ada di Tukad Mungga, semuanya bersatu dalam
satu tempat pemujaan masing-masing di desa Tukad
Mungga.
Adapun Ki Gusti Ngurah Ketut
Jlantik, bekas raja Buleleng yang terakhir,
berasal dari keturunan di Kubutambahan, beliau
mempunyai seorang putri, bernama Ki Gusti Ayu
Kompyang, istri beliau Ki Gusti Made Singaraja,
di Singaraja. |
|
|
|
|
|
|
|
|