|
1 |
Meru Tumpang - 3 |
2 |
Meru Tumpang - 5 |
3 |
Gedong |
4 |
Gedong Bata |
5 |
Meru Tumpang - 3
Ida Dalem Dimade
|
6 |
Meru Tumpang - 5
Ida Dalem Sagening |
7 |
Meru Tumpang - 7
Ida Dalem Baturenggong |
8 |
Meru Tumpang - 9
Ida Dalem Sri Semara Kepakisan |
9 |
Meru Tumpang - 11
Ida Dalem Ketut Krsna Kepakisan |
10 |
? |
|
|
|
Seperti Prasada beratap sebelas dibuat
dengan batu bata dan pintu masuknya pada atap pertama bertuliskan
''Sang Hyang Eka Twa Dalem Ketut Kepakisan''. Hal ini menunjukkan
bahwa di Prasada beratap sebelas ini adalah Padharman dari
raja pertama dari keturunan Mpu Kepakisan dari Jawa Timur
yang bergelar Ida Dalem Ketut Krsna Kepakisan. Prasada beratap
sembilan sebagai Padharman dari Ida Dalem Sri Semara Kepakisan
atau sering disebut Dalem Ketut Ngulesir.
Prasada beratap tujuh juga dibuat dari
batu bata sebagai Padharman Ida Dalem Baturenggong. Prasada
beratap lima sebagai Padharman Ida Dalem Sagening.
Sedangkan Prasada beratap tiga sebagai Padharman Ida Dalem
Dimade. Raja yang bergelar Ida Dalem Dimade inilah sebagai
Raja terakhir yang bertahta atau purinya di Gelgel atau
Sweca Pura. Saat itu, Puri Ida Dalem di Samprangan disebut
Linggarsa Pura.
Setelah Ida Dalem Dimade pusat kerajaan
berpindah ke Klungkung dengan purinya disebut Smara Pura.
Selanjutnya istilah Pura untuk menyebutkan tempat suci seperti
Pura Kahyangan, maka pusat kerajaan pun disebut Puri tidak
lagi disebut Pura. Di samping Prasada sebagai pelinggih
utama terdapat juga dua Pelinggih Gedong beratap ijuk dan
ada Meru Tumpang Lima dan Tumpang Tiga.
Bali Post |
|
Padharman Ida Dalem Klungkung?
Pada tanggal 25 Juli 2007 lalu Bali Post menurunkan dua
tulisan mengungkap aspek padharman, khususnya yang disebut
Padharman Ida Dalem Klungkung. Setelah dibaca berulang kali
ternyata yang dimaksud Padharman Ksatrya Dalem Bali yang
ada di kompleks Pura Luhur Besakih. Karena setelah pusat
kerajaan pindah ke Klungkung (Semarapura) dari Gelgel (Swecapura)
tidak ada lagi sebutan gelar Dalem untuk para raja, sehingga
dengan demikian sebutan Ida Dalem Klungkung terasa aneh.
Dalam tulisan itu dikutip sumber lontar yang menjelaskan
waktu berdirinya Padharman Dalem di Besakih seperti Lontar
Padma Bhuwana dan Lontar Babad Sukahet yang menjelaskan
bahwa padharman itu dibangun pada zaman raja Ida Dalem Waturenggong,
dan dibangun secara bertahap. Jika tumpang prasada atau
meru dipakai sebagai ukuran, berarti waktu itu baru dibangun
dua buah prasada yang bertumpang 11 dan 9, karena Ida Dalem
Waturenggong akan memperoleh tumpang 7. Kondisi ini terdapat
di dekat Pura Dalem Sagening Klungkung yang disebut Pura
Taman Sari, dimana terdapat dua buah meru. Meru tumpang
11 dengan dasar bedawang dari batu dikelilingi oleh kolam
yang cukup dalam dengan sebuah piyasan di seberangnya yang
dihubungkan dengan jembatan di atas kolam itu. Di sebelahnya
terdapat sebuah meru tumpang 9.
Pura Taman Sari itu memperoleh bantuan dan di bawah pengawasan
Dinas Purbakala. Kenyataan di Padharman Ksatrya Dalem Bali
di Besakih terdapat prasada atau meru dari tumpang 11 sampai
ke tumpang 3 dan semuanya itu tempat penghayatan raja yang
bergelar Dalem. Jadi dapat dimengerti, bahwa pelinggih itu
dibangun pada zaman awal kerajaan Klungkung, karena raja
pertama Klungkung Ida I Dewa Agung Jambe adalah putra Dalem
Dimade distanakan di meru tumpang 3.
Kini padharman itu memperoleh nama Padharman Ksatrya Dalem
Bali, mungkin mengandung makna yang lebih luwes, netral,
lebih luas, masih bercirikan kewangsaan secara keseluruhan
dengan sebutan nama warga yang berbeda-beda, tetapi tetap
satu dan mengakui Puri Klungkung sebagai ikon persatuan.
Dr. I Dewa Ketut Wisnu Putra
Br. Sembung Kumpi, Kec. Kerambitan, Tabanan |