Menurut penyelidikan para ahli di antaranya Dr.
R. Goris tentang aksara Bali dengan ejaannya sebagai yang terdapat
dalam lontar-lontar, baik perkembangannya melalui piagam-piagam
berbahasa Bali Kuna, adalah berpangkal pada aksara Dewa Negeri
/ Palawa dengan bahasanya Sanskerta. Akan tetapi dalam perkembangannya
banyak mengalami perubahan-perubahan antara lain mengenai :
|
Bentuknya secara evolusi mengalami perubahan-perubahan
dan yang terdekat bentuk aksaranya ialah aksara Jawa |
|
|
|
Ucapan- ucapan aksara sudah tidak sebagaimana
mestinya lagi, misalnya
|
Ucapan aksara mahaprana (aspirat - hembusan
besar) sama dengan alpaprana (hembusan kecil) |
|
Ucapan aksara dirga (panjang) sama dengan aksara
hrasua (pendek) |
|
Ucapan aksara usma (desis) sama saja. |
|
Ucapan dan penulisan ḍ dan dh
sama saja dan dinamai da madu. |
|
|
|
|
Pengertian antara aksara dantia (gigi)
dan murdania (langit depan) sudah tidak benar lagi.
Ada yang mengatakan atau mengartikan bahwa
|
Aksara dantia adalah aksara-aksara yang terdapat
dalam urut- urutan : ha, na, ca, ra, ka, yang 18 buah
banyaknya, sedangkan yang lain disebut aksara murdania. |
|
Ada yang mengartikan, bahwa aksara dantia adalah
huruf kecil (aksara biasa), sedangkan aksara murdania
adalah huruf besar (aksara wayah) |
|
Demikianlah antara lain surutnya pengertian-pengertian yang kita
dapati. Tetapi meskipun dalam pengucapannya sudah tidak dihiraukan
lagi, namun dalam penulisan pasang aksara Balinya tetap dipertahankan,
sebab dengan menuliskan pasang sastra yang benar, berarti pula
mempertahankan nilai pengertian yang terdapat dalam lontar itu.
Berdasarkan alasan-alasan inilah maka diadakan pasamuhan-pasamuhan
Bahasa Bali, yaitu :
|
Pasamuhan Agung Bahasa Bali tahun 1957
Tujuan keputusan Pasamuhan Agung Bahasa
Bali yang diadakan pada tanggal 23 - 26 Oktober 1957 di
Denpasar oleh Pemerintah Daerah Propinsi Bali, tentang pelajaran
Aksara Bali, ialah agar dapat menyelami isi kebudayaan dan
keagamaan Hindu Bali.
Tetapi oleh karena mengingat ejaan Purwadresta
itu dalam masa perkembangannya mulai Jaman Maharaja Darmawangsa
(abad X) hingga jaman Gelgel (abad XV) mengalami perubahan-
perubahan, maka sebagai pegangan penulisan ejaan aksara
Bali dipakai lontar Ramayana oleh Dr. Kern dan Baratayuda
oleh Dr. Gunning.
Sebagai hasil dari keputusan ini, keluarlah
buku ejaan Bahasa Bali dengan huruf Latin dan huruf Bali
oleh l Gusti Ketut Ranuh dan l Ketut Sukrata.
|
|
|
|
Pasamuhan Agung Kecil Bahasa Bali tahun
1963.
Tujuan Pasamuhan Agung Kecil Bahasa Bali
yang diadakan pada tanggal 28 - 30 Desember 1963 di Denpasar
atas nama Pemerintah Daerah Propinsi Bali, ialah. untuk
meninjau kembali hasil keputusan Pasamuhan Agung Bahasa
Bali tahun 1957, yaitu Ejaan Bahasa Bali dengan huruf Latin
dan huruf Bali, karena di dalamnya masih terdapat kesalahan-
kesalahan kecil dan beberapa kesukaran pada waktu mengajar,
terutama di sekolah Dasar yaitu di antaranya mengenai: Rangkapan
aksara wianjana, pemakaian ardasuara, aksara maduita, anusuara,
tengenan majalan dan sebagainya.
Hasil keputusan Pasamuhan Agung Kecil Bahasa
Bali tahun 1963 ini sebenarnya telah selesai kami susun
(oleh l Gusti Ketut Ranuh dan l Nengah Tinggen)
dan naskahnya telah kami serahkan atas nama Panitia Pembinaan
Bahasa Bali Propinsi Bali yang ada pada waktu itu, kepada
Yth. Bapak Gubernur Kepala Daerah Propinsi Bali (A. A. Bgs. Suteja).
Hanya sayangnya naskah tersebut hingga kini belum dicetaknya.
|
|