|
Ejaan itu sedapat- dapatnya "fonetik",
artinya sesuai dengan ucapannya. Untuk kepentingan ini maka
diputuskanlah dalam Pasamuhan Agung Bahasa Bali tahun 1957
sebagai berikut:
|
Vokal 6 buah,
yaitu: a, e, i, u, e, o. Lambang e taling
tidak memakai corek atau tanda diakritik. Tanda diakritik
dapat dipakai hanya pada permulaan belajar membaca atau
dalam perkamusan. |
|
Konsonan 18 buah
yaitu: h, n, c, r, k, d, t, s, w, l, m, g, b, ng,
p, j, y, ny |
Perlu kami ingatkan bahwa dalam penulisan
kalimat- kalimat atau ceritera bahasa Bali memakai tulisan
Latin jangan berpegang dengan tulisan Bali, melainkan ke
bahasa Indonesia, misalnya:
|
Rontal Ramayana becik pisan. |
|
Prabu Kresna sareng mayuda. |
|
Sang Panca Pandawa lunga ka alase. |
Kalau kita perhatikan tulisan: Ramayana,
Prabu Kresna, mayuda dan Panca Pandawa, tidak
cocok dengan tulisan Balinya, yang cocok dengan tulisan
Balinya, ialah tulisan Jawa Kuna Latin, yaitu: Rämäyaņa,
Prabhu Krëşņa, mayuddha dan Pañca
Päņḍawa
Mengenai penulisan nama orang, badan hukum,
sungai, gunung, jalan dan sebagainya., hendaknya disesuaikan
dengan Ejaan Bahasa Bali Yang Disempurnakan, kecuali bila
ada pertimbangan- pertimbangan khusus dari segi hukum, tradisi
atau sejarah.
Dalam buku Ejaan Bahasa Daerah Bali Yang
Disempurnakan juga dicantumkan abjad Bahasa Indonesia dari:
a s/d z. Hal ini dimaksudkan ialah untuk menyerap bahasa
asing pada tahap permulaan sebelum adaptasi sebagai bahasa
Bali, misalnya sebagai kata: vitamin, quintal, zaman,
ijazah dan sebagainya. Kemudian kalau kata-kata itu
sudah memasyarakat, maka tulisan kata-kata itu berubah sesuai
dengan penulisan abjad Bali yaitu menjadi: pitamin, kuintal,
jaman, ijasah dan sebagainya. Penulisan kata- kata yang
demikian pada tahap permulaan biasanya diberi tanda petik
(". . . .").
|