Kesenian Bali

TARI KONTEMPORER
Setan Bercanda

Tari ini menggambarkan sekelompok setan anak buah Ratu Gede Macaling yang menari-nari keriangan di tengah malam untuk menyebarkan wabah penyakit. (Lihat perihal Barong Landung, usaha menanggulangi hal ini)
Ditarikan oleh antara 5-6 orang penari pria yang bertelanjang dada dan berbusana daun-daunan, Setan Bercanda diiringi dengan musik yang sangat sederhana dari batu-batuan, pecahan bambu dan sepasang gangsa dari gamelan angklung. Embryo dari pada tarian ini adalah tari "Wabah" yang disajikan I Wayan Dibia pada ujian komposisi modern untuk ujian tingkat Seniman Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Yogyakarta pada 1974. Setan Bercanda pernah menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan di antara para pemerhati seni di Bali. Pada tahun 1978, setelah tarian ini ditayangkan di televisi, sebagai bagian dari acara Bhinneka Tunggal Ika bingkisan TVRI Denpasar, muncul berbagai kritik pedas melalui suara pembaca Bali Post, sementara ada juga yang menyambutnya dengan nada positif.

Walaupun tarian ini sesungguhnya masih bersumber pada berbagai jenis tarian tradisional Bali seperti tari Baris Ketujeng, Baris Memedi dan Sanghyang Jaran. Karena wajah dan penampilannya yang masih aneh, tak urung kreasi ini dituding sebagai kreasi yang dapat merusak kelestarian seni tradisi (budaya Bali).

Setelah bencana Setan Bercanda ini, untuk beberapa waktu penciptaan tari-tarian Bali kontemporer nampak menurun bahkan terhenti. Hal ini terbukti dari tidak munculnya tarian-tarian aneh hingga tahun 1984. Polemik yang berkepanjangan dan kritik-kritik pedas yang ditujukan kepada Setan Bercanda nya Dibia nampaknya membuat para koreografer muda menjadi sedikit ketakutan untuk membuat garapan tari aneh.