|
Nama Arja di duga berasal dari kata Reja
(bahasa sansekerta) yang berarti keindahan. Arja adalah
semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang
dialognya ditembangkan secara macapat.
Dramatari Arja ini adalah salah satu kesenian yang sangat
digemari di kalangan masyarakat.
Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820an,
pada masa pemerintahan raja Klungkung I Dewa Agung Sakti.
Tiga fase penting dalam perkembangan Arja adalah:
- munculnya Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan,
dimainkan oleh satu orang).
- Arja Gaguntangan (yang memakai gamelan Gaguntangan
dengan jumlah pelaku lebih dari satu orang).
- Arja Gede ( yang dibawakan oleh antara 10 sampai
15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang sudah baku
seperti yang ada sekarang).
Gamelan yang biasa dipakai mengiringi Arja
disebut Gaguntangan
yang bersuara lirih dan merdu sehingga dapat menambah keindahan
tembang yang dilantunkan oleh para penari.
|
|
Sumber lakon Arja yang utama adalah cerita
Panji (Malat), kemudian lahirlah sejumlah cerita
seperti Bandasura, Pakang Raras, Linggar Petak, I Godogan,
Cipta Kelangen, Made Umbara, Cilinaya dan Dempu Awang
yang dikenal secara luas oleh masyarakat.
Arja juga menampilkan lakon-lakon dari
cerita rakyat seperti Jayaprana, Sampik Ingtai, Basur
dan Cupak Grantang serta beberapa lakon yang diangkat
dari cerita Mahabharata dan Ramayana. Lakon apapun yang
dibawakan Arja selalu menampilkan tokoh-tokoh utama yang
meliputi Inya, Galuh, Desak (Desak Rai), Limbur, Liku,
Panasar, Mantri Manis, Mantri Buduh dan dua pasang punakawan
atau Panasar kakak beradik yang masing - masing terdiri
dari Punta dan Kartala. Hampir semua daerah
di Bali masih memiliki grup-grup Arja yang masih aktif.
Menjelang berakhirnya abad XX lahir Arja
Muani, pemainnya semua pria, sebagian memerankan wanita.
Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat
karena, menghadirkan komedi segar.
|