Isi
Singkat Tapakan Ida Bhatara Ring Natar Sari |
|
Pada
jaman dahulu kala keluarga dari Cokorda Pamecutan
pergi terlunta-lunta meninggalkan keraton.
Ketika meninggalkan keraton, Ni Luh Pande dapat
dilarikan ke desa Tatas Badung. Perjalanan beliau
berdua sampai di desa Sedang Badung dan bertemu
dengan Jro Pande.
Selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Tabanan.
Diceriterakan putra Jro Pande berburu ke hutan
dan dapat menjerat seekor kijang. Tetapi kijang
itu setelah sampai di bawah Pohon Beringin menghilang
serta terdengar suara bahwa kijang tersebut
adalah utusan dari Bhatara dan rumput yang ada
di atas beringin itu disebut Padang Butus.
Itulah sebabnya keturunan dari Jro Pande memuja
Bhatara Padang Butus.
Tersebutlah kini Jro Pande menjadi hamba di
puri dengan baktinya, sehingga mereka disegani
oleh Ida Anak Agung.
Pada suatu ketika Jro Pande mohon diri untuk
kembali pulang ke pondoknya.
Di situlah Mekel Sedang menceriterakan asal-usulnya
Jro Pande.
Dengan kebaikan hati Ida Anak Agung diberikan
pekerjaan memande (tukang besi).
Ida Anak Agung Jelantik sangat senang setelah
bertemu dengan Jro Pande.
Kemudian Jro Pande membuat pondok di Munduk
Apit Yeh bersama pengiringnya sebanyak 20 keluarga
dari desa Apuwan Bangli dan satu keluarga lagi
dari desa Bantang Bangli.
Ada pun pura Kawitan mereka itu bernama Pura
Pucak Sandi.
Di samping itu juga Jro Pande bersama pengiringnya
dari Apuwan mendirikan Pura Puseh.
Sebagai pamangkunya adalah Nang Tanggu.
Bersama Jro mangku membayar kaul untuk mendirikan
bangunan Saka-pat Sari.
Pada saat menurunkan Ida Bhatara, diperintahkan
untuk mendirikan pelinggih-pelinggih seperti
Meru Tumpang 7, Pura Dalem Purwa, Pura Natar
Agung, Tegal Suci.
Diceriterakan kini di Puri Mangwi, Ida Cokorda
Mangwi sakit hati yang diakibatkan putranya
sakit keras.
Lalu dicarikan dukun di desa Krobokan Badung,
dikatakan penyebab sakit putranya itu adalah
pada tempat pemujaannya (parhyangan) terdapat
kayu sakti yang sepantasnya dijadikan kentongan
(kulkul).
Segala petunjuk I Dukun dilaksanakan dan akhirnya
sehatlah putra beliau.
Tersebut seorang pedagang kain membawa kayu
sakti ke rumah Ida Padanda.
Ida Pedanda sangat senang serta dibuatnya ukiran
topeng untuk ditarikan.
Tetapi tapel topeng itu bisa hidup dan menghilang.
Tapel itu diberi nama Rahwana, Delem dan Sangut.
Tapel tersebut ditemukan di Pura Dalem Nusa
oleh Nang Jempaluk.
Dengan ditemukan tapel itu, disampaikan kepada
Ida Dalem Klungkung oleh karena kabar beritanya
menyebar didengar oleh telinga Ida Padanda.
|
|
Pada
saat membangun Pura Padangdawa, Ida Anak Agung
Marga menyuruh tukang kayu (sangging) untuk
mencari tapel Rahwana untuk dipakai/ dipuja
di pura ini.
Tetapi setelah terpasang tapel ini dicuri oleh
orang dari desa Blahkiuh.
Diceriterakan di desa Balayu tertimpa penyakit
gerubug sehingga banyak yang meninggal.
Ida Anak Agung Belayu berpikir bahwa ada yang
menyebabkan penyakit ini melanda. Kemudian Ida
Anak Agung Belayu pergi menghadap ke Puri Marga
menanyakan sebab-musabab penyakit itu timbul
di wilayahnya.
Setelah itu mereka datang ke pura Apuwan mohon
kepada Ida Bhatara serta bersedia menyungsung/
memuja Ida Bhatara di Belayu.
Setelah lama di Belayu Ida Bhatara Apuwan, dikembalikan
ke Pura Apuwan dengan menyerahkan anak kecil
seorang yang diberi nama Ni Sari sebagai imbalan/
persembahan kepada Ida Bhatara.
Setelah Ni Sari dewasa diperistri oleh Wayah
Pan Wirna dari Apit Yeh dan mempunyai anak bernama
Ni Ngendon.
Ni Ngendon diajak oleh I Pamangku Padangdawa
sampai dewasa dan dengan I Karma dari Gianyar.
I Mangku Padangdawa Menjadi pemangku Apuwan
digantikan oleh I Mangku Karma serta diberikan
pawinih (hasil subak) sebagai imbalan dari Krama
Subak Bangah, Subak Apuwan, Munduk Lumbang,
dan sebagainya.
Diceritakan I Mangku Karma mempunyai seorang
putra bernama I Rena.
Dan setelah I Rena dewasa mengambil istri bernama
Ni Barosot dan selanjutnya melahirkan I Sukra.
Lalu I Sukra mengambil istri yang bernama Ni
Diyarta, serta melahirkan I Wir.
I Wir melahirkan I Garondong.
Disebutkan rakyat di Daerah Kapal kena penyakit
gerubug dan Wayah Pan Rupit bersama Wayah Pan
Tunas meninggal.
Masing-masing ini meninggalkan anak masih kecil-kecil
dan anak ini diboyong diajak mengungsi desa
Jagapati.
Setelah keadaannya selamat, anak ini diserahkan
kepada Ida Anak Agung Marga yang diantar oleh
Pan Jeger.
Di situlah Krama desa menghaturkan sembah dan
berjanji akan berbakti kepada Pura di Apuwan,
maupun di Pura Luhur Pucak Padangdawa.
|
|
Nama/
Judul Babad : |
Tapakan Ida Bhatara ring Natarsari |
Nomor/
kode : |
Va. 4609, Gedong Kirtya Singaraja |
Koleksi
: |
Pan Birawan, Apuwan, Baturiti,
Tabanan |
Bahasa
: |
Bali Tengahan |
Huruf
: |
Latin |
Jumlah
halaman : |
20 halaman |
Ditulis
oleh : |
Pan Birawan, Apuwan, Baturiti,
Tabanan. |
Colophon/
Tahun : |
Madasar antuk gagelaran tambet
naler majalaran antuk manah ening sakadi
banyu maduluran restiti bhakti ring Ida
Sanghyang Parama Kawi kaping kalih jalaran
pengubhakti ring Ida Bhatara ring pucak
Padang Dawa. |
|
|