Isi
Pabancangah Maospahit |
|
Pada
mulai bumi ini mengental, sebelum ada pohon,
turunlah Bhatara Meleng di Gunung Sanunggal.
Juga Hyang Ratih yang menciptakan pohon Jarak
dan Kaliki, sehingga menjadi penuh ada tumbuh
tumbuhan di tegalan.
Pohon jarak itu dimusnahkan dan menjadi lah
manusia laki perempuan.
Kemudian turunlah Bhatara Siwa Sadasiwa dan
Paramasiwa untuk memelihara manusia dan tumbuh
tumbuhan di Bumi.
Di situlah Bhatara Siwa memberikan ajaran atau
nasehat nasehat kepada manusia agar melaksanakan
tata susila. Dan Sang Brahmana menjadi Siwa
dari para Arya dan wesia.
Sang Boda berhak, membersihkan (menyucikan)
para Dalem, Pra-Pungakan, Pra-Sanghyang.
Sang Bhujangga menjadi Siwa dari Pasek, Kabayan,
Panyarikan, Sedahan, Bandesa dan semua orang
sudra.
Sang Bhujangga sebagai Sang Guru yang disebut
Sang Guhung.
Dinasihatkan agar para Arya, Wesya, Dalem tidak
boleh mengambil istri dari putri Brahmana dan
putri dari Bujangga sebab sebagai Siwa mereka.
Bila mana dilanggar akan kena kutuk (raja pinulah).
Juga bila mana orang sudra mengambil anak sang
Brahmana, Sang Bhujangga, Sang Boda, maka Sang
Sudra ini diusir, dan Sang Guru patut membuat
upacara pembersihan bumi yang dilaksanakan di
pura Baleagung di Sawah.
|
|
Ada
lagi nasehat Sang Hyang Meleng kepada Dalem
agar rakyat dengan tekun melaksanakan ajaran
agama. Putra Hyang Meleng 3 orang tersebut seperti
Siwa menjadi Brahmana, Sadasiwa menjadi Boda,
dan Paramasiwa menjadi Bhujangga
Kemudian tersebut Ratu yang lahir dari mata
seperti Hyang Ratih.
Para patih tempatnya pada bahu yang disebut
Padang Astra yang nantinya menjadi sebutan Sudra.
Mengingat arti dari pohon jarak sebagai Purusa
dan Kaliki sebagai pradana.
Purusa sebagai Bayu(angin), Pradana sebagai
Agni (api).
Dan bila bayu bertemu dengan agni lahirlah jiwa.
Disebutkan warah dari Mpu Kuturan kepada muridnya
yang bernama Sang Astaloma.
Bila mana mengaskara (melaksanakan upacara)
hendaknya diselesaikan oleh Sang Boda atau Siwa.
Dalam tatwa Kreta Bhujangga disebutkan tentang
silakrama (kewajiban) dan hubungan antara Bhujangga
dan Brahmana, Prabu dengan Patih.
Juga diajarkan tentang bakti terhadap palinggih
dan sebagai catur saksi yang artinya empat yang
mengawasi (anodyani).
Disebutkan juga di dunia ini berlaku hukum Tri
Agama yaitu Agama, Adigama, dan Siwagama.
Arti dari kata Bhujangga yang artinya penyucian
bumi dengan air suci yang dapat dipercikkan
kepada orang kotor maupun orang yang bersih
(ayu).
Disebutkan dalam Purwa Kamulan yaitu menyebutkan
nama nama dewa sebagai menjaga/ menguasai penjuru
dunia dan juga nama nama itu disesuaikan dengan
tempat dan tugasnya masing masing.
Misalnya Sang Korsika di Timur menjadi dengen,
Sang Garga di selatan menjadi sang mong,
Sang Metri di Barat menjadi sang naga, dan
Sang Kursya di utara menjadi buaya.
|
|
Nama/
Judul Babad : |
Pabancangah Maospahit |
Nomor/
kode : |
Va. 4600, Gedong Kirtya Singaraja |
Koleksi
: |
Koleksi di Badung |
Alamat
: |
Denpasar |
Bahasa
: |
Jawa Kuno Tengahan bercampur
Bali |
Huruf
: |
Latin |
Jumlah
halaman : |
5 halaman |
Ditulis
oleh : |
I Ketut Sangka, Tabanan |
|
|