|
Tersebut
pemerintahan Balirajya di bawah Sri Aji Masula-Masuli,
yang kemudian berputra yang menggantikan pemerintahan
di Bali adalah Sri Aji Bedamuka atau Bedahulu.
Pada saat pemerintahan Sri Aji Bedahulu, rakyat
ketakutan yang diakibatkan kekejaman dari sang
prabu.
Karena itu Kryan Apatih Gajah Mada mendengar
kabar beritanya, maka Gajah Mada berupaya untuk
menaklukkan Sang Bedahulu.
Sesampainya Gajah Mada di Bali, disambutlah
oleh Pasung Grigis dan Kebo Mayura serta Si
Arya Damar.
Diceriterakan kemudian Sri Dang Hyang Kapakisan
berputra Danghyang Kepakisan yang datang ke
Bali.
Atas waranugraha dari Sri Aji Kresna Kepakisan
diangkat seorang Brahmana menjadi Arya yang
bergelar Sri Arya Wangbang.
Arya Wangbang ini yang disuruh menjadi Lurah
di Desa Sukahet.
Pada perjalanan Sri Aji Kresna Kepakisan ke
Bali diiringi oleh para Arya seperti Arya Wangbang,
Kanuruhan, Belog, Arya Benculuk, Arya Pangalasan,
Arya Manguri, dan Arya Kenceng.
Yang terakhir adalah Sirarya Kutawaringin yang
bertempat di Toyanyar, Karangasem.
Di samping itu beliau diiringkan oleh para wesya
seperti Kober, Tan Kawur, dan Tan Mundur.
Pada saat Sri Aji Kresna Kepakisan berada di
Bali.
Datanglah seorang pendeta yang bernama Danghyang
Nirartha atau Pedanda Sakti Wawu Rawuh.
Diceriterakan Sira Mpu Witadharma, Sri Mahadewa
yang dilahirkan oleh Bhatara Brahma.
Kemudian berputra Bhatara Gnijaya yang bertempat
di Gunung Lempuyang.
Di situlah Bhatara Gnijaya melakukan samadi
dengan tekun, maka dihadiahkan seorang putri
dari Bhatara Guru.
Atas karunia dari para Bhatara maka Bhatara
Gnijaya dinobatkan menggantikan kerajaan Bali.
Kemudian diceriterakan Sanghyang Sidhimantra
dewa menurunkan Sri Pasung Grigih dan Sri Jayakatong.
Sri Pasung Grigih memerintah di Ularan, sedangkan
Sri Jayakatong berputra Sri Karang Buncing dan
Arya Rigis.
Sri Arya Karang Buncing berputra Kebo Mayura.
Arya Rigis berputra, Sri Karang yang bertempat
di Blahbatuh.
Disebutkan Sri Mahadewa berputra Mpu Bajrasatwa
Wiradharma dan Dwijendra. Mpu Bajrasatwa menurunkan
tiga orang yang bernama Sri Pastika, Sri Ajnyana,
dan Sri Lampita.
Sri Lampita menurunkan Mpu Tanuhun.
Diceriterakan Sri Pastika berputra Sri Mananda.
Sri Mananda berputra Sri Jiwanpara, serta Sri
Jiwanpara menurunkan Sri Ketek.
Dari Sri Ketek lahirlah Arya Tatar.
Arya Tatar melahirkan Patih Wulung.
Patih Wulung melahirkan Arya Semar.
Arya Semar melahirkan Arya Langon.
Sira Arya Langon melahirkan Sri Pasek.
Sri Lampita berputra Mpu Kuturan dan Mpu Pradah.
Sri Kuturan berputra Sri Manggaliya.
Mpu Pradah menurunkan Ida Wang Bang Manik Angkeran
yang dipelihara oleh Mpu Sidhimantra.
Kemudian Ida Wang Bang Manik Angkeran menurunkan
Sri Bahulacandra dan selanjutnya menurunkan
Sri Tan Tular.
Hyang Angsoka menurunkan Sri Smaranatha.
Sri Smaranatha mempunyai dua orang putra yang
bernama Sri Hyang Soka dan Hyang Nilarta yang
diambil menantu oleh Mpu Panawaran.
Sri Hyang Nilarta ini yang menurunkan wangsa
Brahmana di Bali.
Adik dari Sri Bhatara Smaranatha yang bernama
Danghyang Kepakisan kawin dengan Apsari yang
bernama Dewi Silandri.
Dalam perkawinan ini lahirlah empat orang putra
yaitu Sri Maharaja Satabija yang memerintah
di Brangbangan, Sri Maharaja Cili memerintah
di Pasuruhan dan Sri Maharaja Kresna Kepakisan
yang memerintah di Balirajya serta seorang istri
memerintah di Sumbawa.
|
|
Diceriterakan
Bang Sidhimantra mempunyai seorang putra yang
bernama Bang Manik Angkeran Putranya ini senang
sekali berjudi, hingga bertemu dengan Naga Basukih
di Bali.
Karena kejahatan Manik Angkeran terhadap Bhatara
Basukih, akhirnya kena kutuk hingga hangus jadi
abu.
Kemudian Ida Manik Angkeran mempunyai putra
yang bernama Tulusdewa.
Adapun keturunan dari Sira Wang Bang Sidhimantra
berada di Sukahet, Pinatih, sidemen, Pring,
Cagahan, Camanggawon dan Bugmaong.
Kemudian adalah seorang raja yang bernama Sri
Aji Airlangga putra dari Sri Dharmawangsa Teguh
Ananta Wikrama Tunggadewa yang memerintah di
Daha.
Putra beliau ada tiga orang yang bernama Sri
Aji Jayabaya yang mempunyai putra Sri Aji Jaya
Kameswara. Putra dari Sri Aji Jaya Kameswara
ini yang menjadikan kerajaan Daha atas Janggala
dan Kadiri. Putranya yang kedua bernama Sri
Aji Jayasabha dan yang ketiga bernama Sri Aji
Jayakatong yang menurunkan Sri Aji Wang Bang,
yang mendirikan Kerajaan Tumapel.
Tersebut Kerajaan Bali di bawah Dalem Samprangan.
Beliau mempunyai adik yang bernama Dalem Tarukan,
senang sekali berjudi.
Dalam pemerintahan ini dibantu oleh para patih
yang bernama Arya Patandakan, Arya Kutawaringin,
dan Kiyai I Gusti Pinatih.
Arya Patandakan menurunkan Kiyai Batan Jeruk
dan Kiyai Nginte, yang tinggal di desa Bungaya
Karangasem.
Arya Kuta Waringin menurunkan Kryan Kebon Tubuh.
Kemudian empat orang Tanda Mantri anak dari
Arya Kanuruhan yang bernama Kiyai Brangsinga,
Kiyai Tangkas, Kiyai Pagatepan.
Sedangkan keturunan dari Wang Bang, adalah I
Gusti Panataran dan I Gusti Toh Jiwa.
Arya Manguri menurunkan I Gusti Dawuh.
Kryan Camanggawon menurunkan Kryan Pangalasan
dan Kryan Jarantik.
Juga Tan Kober menurunkan Pacung, Tan Kawur
menurunkan Si Abiansemal, Tan mundur menurunkan
Si Cacahan.
Sedangkan Kiyai Lurah Pring, Kiyai Lurah Cagahan,
Kiyai Lurah Sukahet, benar-benar keturunan dari
Sira Patih Wang Bang. Berbeda dengan I Gusti
Kabakaba, I Gusti Buringkit turunan dari Arya
Belog.
Diceriterakan adanya Babad Sukahet yang mana
Patih Wang Bang ketika memangku sampai ke sungai
Unda, lahirlah putranya yang bernama Ngurah
Sukahet, Ngurah Pring, Ngurah Cagahan yang kesemuanya
ini dipelihara oleh Dalem.
Juga ada putra dari Patih Wangbang yang ibunya
dari orang Brit yang bernama Si Abug Maong.
Kemudian De Lurah Sukahet bersedia memerintah
di daerah Sukahet atas perintah Dalem.
Karena kesetiaan dari Ngurah Sukahet, maka diberikan
pusaka yang bernama Mretyujiwa dan Baleng Bang.
Kemudian Lurah Sukahet mengambil anak dari Ki
Bajangan, yang bernama Ni Luh Wayahan Sukahet
dengan gelar Ni Jero Sukahet. Dalam hal ini
lahirlah dua orang putri yang bernama Ni Gusti
Ayu Sukahet yang diambil oleh Dalem, dan Ni
Gusti Ayu Peling yang kawin ke Geria Peling
di Gelgel.
I Gusti Ngurah Sukahet yang menggantikan ayahnya.
I Gusti Ngurah Sukahet mempunyai empat orang
istri yaitu anak I Gusti Ngurah Pering yang
melahirkan Ngurah Sukahet Pering dari Camanggon
menurunkan Ngurah Camanggon, yang dari Cagahan
menurunkan Ngurah Cagahan.
I Gusti Ngurah Sukahet Pering menurunkan Gusti
Ngurah Wayahan Pering dan Gusti Ngurah Made
Pering.
Sedangkan Ngurah Camanggon mempunyai empat orang
putra yang bernama I Gusti Camanggala, I Gusti
Made Cameng, I Gusti Ayu Cameng dan I Gusti
Ayu Cambeng.
Serta De Ngurah Cagahan menurunkan I Gusti Cagahan,
Ki Gusti Made Cagahan Kawan dan I Gusti Cagahan
Gangga. Putrinya dua orang yang bernama I Gusti
Ayu Canggah dan Ni Gusti Ayu Pejet.
Selanjutnya I Gusti Ngurah Sukahet Jugil mempunyai
tiga orang istri yaitu istrinya yang pertama
anak dari I Gusti Toh Jiwa yang menurunkan Ngurah
Jiwa Karangasem, Ngurah Sukahet Kaleran, dan
Ngurah Sukahet Kamoning.
Istri Ngurah Sukahet Jugil yang lain anak dari
I Gusti Panataran yang menurunkan Ngurah Sukahet
Komang Nataran.
Ngurah Sukahet Komang Nataran bertempat di Puri
Kaleran yang nantinya menjadi Rakryan Agung
Karangasem.
Kemudian karena Rakryan Agung Karangasem melanggar
ketentuan istana, mengambil putri I Gusti Lod
Pasar Karangasem yang bernama Ni Gusti Luh Karang,
maka Rakryan Karangasem disingkirkan dari puri,
dan menuju desa Poh Tegeh.
Di situlah beliau mendapat restu serta mengganti
nama I Gusti Mas Kari.
Ada tiga orang putranya yaitu yang pertama diambil
oleh I Gusti Dawuh dari Datah, yang kedua bernama
Ki Gusti Pudak Kari yang menurunkan keturunan
Lurah Sukahet di Poh Tegeh.
Anak dari Kyai Lurah Sidemen yang bernama Kyai
Lurah Sidemen Gunung Agung menjadi Patih Dalem
Gelgel.
Suatu ketika Kyai Lurah Sidemen melamar anak
Ngurah Sukahet, Ngurah Sukahet menceriterakan
keadaan putrinya yang sedang kesedihan menjanda
yang bernama Belong Cemeng. Dengan demikian
Lurah Sidemen menjadi marah mendengar kata-katanya
Lurah Sukahet, maka diseretnya serta diikat
dan dijemur disakiti di Jero Puri.
Diceriterakan Kryan Ngurah Jiwa setelah pindah
dari Maharaja, beliau menuju Desa Munggu dan
bertemu dengan Ida Pedanda Sakti Munggu yang
mendirikan asrama di Pemaron.
Kemudian Ngurah Jiwa mendirikan puri di sebelah
utara Munggu bersama dengan Arya Belog penguasa
daerah Kabakaba.
Disebutkan Sira Pasek teringat dengan Sang Sinuhun
De Ngurah Sukahet Jiwa Karangasem, lalu dibuatkan
puri.
Dan kemudian De Ngurah Sukahet Jiwa Karangasem
menurunkan De Ngurah Wayahan Sukahet yang menggantikan
ayahnya sebagai perbekel.
De Ngurah Wayahan Sukahet melahirkan De Ngurah
Reto.
Selanjutnya De Ngurah Reto melahirkan Ngurah
Mona.
De Ngurah Mona melahirkan De Ngurah Sangging,
Ngurah Griya, dan De Ngurah Mangku.
De Ngurah Sangging menjadi perbekel menggantikan
ayahnya di Munggu.
Kemudian Gusti Wayahan Sliyeng menurunkan lima
orang putra yang tertua Luh Wayahan Sukahet
Remeng diambil oleh Ketut Gede di Pemaron dan
menurunkan Padanda Istri Mas sebagai istri dari
Padanda Wayahan Manuaba di Geria Kapal yang
kemudian mendirikan Kerajaan Tabanan.
Adiknya yang lain Gusti Made Sebeng, Gusti Cendol,
Gusti Ketut Ndo (Gusti Ketut Inceg) yang menjadi
kelihan Banjar.
Gusti Made Sebeng mempunyai tiga orang anak
yang bernama Gede Gonjong, Gede Gunjar, dan
Gede Geger dipelihara oleh Luh Rani yang melahirkan
Luh Sumpang, Luh Sungsang, Gede Rempag, Gede
Rita, Gede Riti, dan Luh Raten.
Ketut Gendol bersama putranya Gede Ketug pindah
ke Beraban ketika rusak Negara Munggu.
Kemudian Gusti Jimbaran adik dari Gusi Made
Cur, menurunkan Luh Soken yang diambil oleh
hambanya.
I Gusti Ketut Maneca mengambil orang sudra dari
Banjar Sema dan melahirkan De Sedeng.
Setelah dewasa De Sedeng menjadi perbekel di
Dangin Sema serta menurunkan De Wayahan Kelid
dan Gede Regeg, Gede Cig.
De Wayahan Kelid senang sekali melaksanakan
Brata dan melahirkan Luh Siram, Luh Sirim, dan
Luh Toya.
Gusti Ketut Maneca mempunyai seorang adik yang
bernama Ketut Rondowan yang menurunkan Gede
Mangku Gero.
Gede Gonjeng berputra Gusi Made Sebeng yang
menurunkan Gede Ritin dan Gede Rancis.
Dan adiknya Gede Gunjar menurunkan Gede Gari,
Gede Grodag dan Gede Grodog.
|