Juga diberikan nasehat tentang
brata larangan makan yaitu tidak boleh makan
daging dadalu, ikan dadeleg, bagi orang yang
melaksanakan ka-pande-an. Yang diceritakan pada
waktu dahulu Bhagawan Dharma Swara mengalami
kesedihan akibat dikejar oleh Sri Madura-raja.
Tetapi karena bantuan dari I dadeleg, I dadalu,
I harimau sehingga Sang Bhagawan mendapatkan
keselamatan.
Tersebutlah kini Sang Brahmana Duala kembali
ke Madura setelah Sang Mpu Gandring Sakti moksa
dan di situlah beliau me-Podgala (menyucikan
diri). Kemudian Mpu Duala mempunyai putra bernama
Arya Pande Wulung dan Arya Pande Sadaka, Pada
saat pemerintahan Sri Aji Watur Enggong di Gelgel,
dilaksanakan upacara Eka Dasa Rudra di Besakih.
Pada saat itu Ida Dalem menyuruh para juru,
undagi, pandai besi untuk membuat persiapan.
Kemudian datanglah Arya Pande Wulung dan Arya
Pande Sadaka ke Bali (Gelgel), dan mereka inilah
disuruh membuat perhiasan dari emas dan perak.
Setelah lama Pande Beratan di Gelgel sambil
menunggu Eka Dasa Rudra selesai.
Diceriterakan rakyat Ki Pasek Kayu Selem di
Batur pergi berjualan melewati desa Beratan.
Tetapi mereka ini kemalaman dan menginap lah
mereka di sana dan dirampas lah barang dagangannya
dan pedagangnya dibunuh. Kemudian datanglah
pasukan dari Batur membalas dendam atas kematian
para pedagang tersebut dan akhirnya terjadilah
peperangan. Adapun pasukan I Pasek Kayu Selem
itu adalah I Pasek Batudingding, Pasek Cempaga,
I Pasek Celagi, Kiyai Balangan, Kiyai Bandem,
Kiyai Poh Tegeh, Kiyai Pulasari lengkap dengan
senjata.
Dalam peperangan ini, Pande Beratan dapat dikalahkan
dan ada yang mengungsi ke Taman Sraya, Mpu Janggaroda
mengungsi ke Taman Sraya, Arya Pande Remaja
mengungsi ke Kawi Sunya, Mpu Tarub pindah ke
Marga, Mpu Danu Wangsa mengungsi ke desa Gadungan,
Kryan Pande Suwarna mengungsi ke Singaraja.
Juga Arya Pande Karsana pindah ke Badung, Ki
Pande Ruktya mengungsi ke Bangli, Ki Arya Tonjok
mengungsi ke desa Panataran Klungkung. Kemudian
Arya Labdawara tinggal di desa Bayan menjadi
ahli bangunan.
Diceriterakan Mpu Tarub di desa Marga menurunkan
putra dengan selamat. Arya Pande Ruktya di Bangli
tetap menjadi pandai mas serta menurunkan I
Gusti Paraupan. I Dewa Ngurah Pamecutan dari
Taman Bali bersama putranya I Dewa Gede Pipindhi
dari Pagesangan dan I Dewa Pering dari Nyalian
menyerang I Gusti Paraupan dan sampai I Gusti
Dawuh Pamaron mengungsi ke desa Camanggawon
diiringi oleh Arya Pande Ruktya.
Menurut ketentuan Pande Beratan yang tersurat
pustaka Bang bahwa untuk mengupacarakan mayat
ketika ngaben menggunakan daun pisang ikik yang
ditulisi (dirajah) dengan huruf gaib. Bila menggunakan
bade, boleh tingkat 5 dengan patulangan lembu.
|