Diceriterakan
seorang Mpu bernama Mpu Bekung yang bertempat
di Majalangu, beliau diberi nama Mpu Bekung
karena tidak bisa menurunkan putra. Ida Mpu
Sidhimantra, mempunyai seorang putra yang bernama
Ida Manik Angkeran yang gemar sekali berjudi,
Suatu ketika Ida pergi ke Bali menghadap kepada
Ida Bhatara Basukih dan Ida bertabiat durhaka
kepada Ida Bhatara. Dengan demikian Ida Manik.
Angkeran dikutuk menjadi abu. Ida Peranda Sidhimantra
teringat dengan putranya. Dicarinya di Jawa
dan sampai di Bali. Ditemukan putranya telah
menjadi abu terbakar. Ida Sidhimantra meminta
kepada Ida Bhatara Basukih agar putranya hidup
kembali, dan atas kesalahan putranya itu Ida
Peranda mohon maaf serta putranya yang hidup
kembali agar tetap tinggal bersama Ida Bhatara
menjadi hamba. Setelah Ida Manik Angkeran hidup
kembali, dan menghaturkan diri sepenuhnya.
Setelah lama Ida Manik Angkeran di Besakih,
lalu loloslah Ida dari Besakih. Dalam perjalanan
beliau bertemu dengan Mpu Bekung di Majalangu.
Sifat angkara Ida Manik Angkeran tidak berubah,
lalu ditantangnya Mpu Bekung untuk mengadu kesaktian.
Dengan mengencingi sampah- sampah di lereng
gunung itu menjadi terbakar, dan menjadi tanah
pertanian yang subur. Sang Manik Angkeran kemudian
mengawini putrinya Ki Dukuh. Setelah diserahkan
putrinya Ki Dukuh kepada Manik Angkeran, putri
Ki Dukuh sangat ayu bernama Jro Istri Dukuh
Belatung. Dari perkawinan ini lahirlah Sang
Tulus Dewa dan Sang Banyak Wide, Selanjutnya
Sang Tulus Dewa mempunyai 2 orang putra bernama
Ida Panataran dan Ida Tohjiwa. Sang Banyak Wide
turun wangsa dan melahirkan Sira Arya Wang Bang
Bukit, dan menjadi patih di Badung, Sang Panataran
senang sekali berjudi. Sang Banyak Wide datang
kepada kakeknya Ida Mpu Sidhimantra, dan diberikan
keris dan Siwakraman. Ketika I Gusti Panataran
memerintah di Gelgel lahirlah I Gusti Ngurah
Pakecang yang berganti nama menjadi I Gusti
Gunung Agung, I Gusti Tawuman dan I Gusti Tangkup.
Ida Tohjiwa menuruti jejak kakeknya dan beliau
menurunkan seorang putra bernama I Gusti Tambara.
Kemudian I Gusti Panataran mendirikan rumah
di desa Kacang-Dawa sehingga beliau diberi gelar
I Gusti Ngurah Kacang Dawa, dan putranya yang
bernama I Gusti Ngurah Pakecang disuruh mendirikan
rumah di desa Sidemen. Putra I Gusti Ngurah
Kacang bernama I Gusti Ngurah Sidemen dan dibunuh
oleh Bunglun ketika menghadap ke Besakih. Kemudian
I Gusti Ngurah Pinatih Buntit menurunkan I Gusti
Ngurah Gede Pinatih, I Gusti Ngurah Made Pinatih.
Dan I Gusti Ngurah Gede Pinatih kawin dengan
putri dari `1 Gusti Patandakan yang nantinya
melahirkan 6 orang putra. Juga I Gusti Gede
Pinatih kawin dengan putri Ki Dukuh Suladri
dan menurunkan 2 orang. Putra I Gusti Gede Pinatih
yang tertua bernama I Gusti Made Pahang dan
adiknya I Gusti Ngurah Anom Bang dan I Gusti
Ngurah Ketut Rai Pinatih.
I Gusti Ayu Putu Pinatih diambil oleh putra
di De Geria Sanur, dan Ni Gusti Ayu Pinatih
kawin dengan I Gusti Ngurah Pacung. Putranya
I Gusti Ngurah Made bernama I Gusti Ngurah Putu
Pinatih, I Gusti Ngurah Made Pinatih, I Gusti
Ngurah Anom, I Gusti Ngurah Rai, dan I Gusti
Ngurah Alit Padhang.
Diceriterakan Ki Dukuh Suladri mertua dari
I Gusti Ngurah Pinatih yang berasrama di Tegal
Langu, Dan setelah putrinya diambil oleh I Gusti
Pinatih, maka wilayah dan tetamian dan warisannya
diserahkan kepada menantunya, karena ia akan
moksa. Tetapi hal ini ditentang oleh menantunya,
marahlah Ki Dukuh lalu dikutuknya agar dikalahkan
oleh semut. Setelah Ki Dukuh moksa, I Gusti
Ngurah Gede Pinatih diserang semut akhirnya
menyingkir ke desa Padang Galak dan terus ke
Blahbatuh.
I Gusti Abang di Blahbatuh melahirkan putra
dan pindah tempat ke desa Batu-bulan. Putranya
yang tinggal di Blahbatuh bernama I Gusti Putu
Bun, I Gusti Made Bun, I Gusti Ngurah Made mengajak
para putranya merabas hutan dan mendirikan rumah/
desa yaitu Desa Bun. Karena hutan banyak dirabas
sehingga I Gusti Ngurah Pangumpyan menjadi marah
kepadanya. Dengan demikian terjadilah perang
sehingga I Gusti Ngurah Pangumpyan tidak berani
menatap muka I Gusti Pinatih.
Diceriterakan pemerintahan Mengwi bersama Ida
Cokorda Karang yang juga mendapat tantangan
seperti I Gusti Ngurah Gede Pinatih.
Ida Padanda Wayan Abyan yang pernah menjadi
ipar I Gusti Ngurah Bun, sehingga putra Padanda
tinggal di Desa Bun, Ketika Ida Cokorda Made
dari Mengwi berburu ke hutan mampir lah beliau
ke Puri Bun untuk mencari tukang pijat. Tetapi
tukang pijat bernama Jero Meliling itu dihamilinya,
putranya diberi nama I Gusti Gede Meliling dan
bayi ini dipelihara oleh Ida Cokorda Agung.
Para Putra I Gusti Ngurah Bun bernama I Gusti
Ngurah Gede Bija, I Gusti Ayu Made Bija. Di
antara para putra ini terjadi percekcokan. Pertama
mereka bermukim di desa Beranjingan, kemudian
pindah ke Desa Padang-jarak. I Gusti Bun pindah
ke Desa Mancos, I Gusti Ngurah Bija Lengar pindah
ke Desa Padang Jarak. Tak henti-henti kemarahan
I Gusti Ngurah Made Agung terhadap I Gusti Ngurah
Bun sampai akhirnya I Gusti Ngurah Bun terkalahkan
dan mengungsi ke Badung tinggal di Desa Tainsiyat.
Sedangkan I Gusti Ngurah Padang Bija pindah
ke Karangasem dan tinggal di Padang Kreta. I
Gusti Ngurah Rai Bija pindah ke Tabanan, I Gusti
Ngurah Made Bija pindah ke Desa Denbukit melalui
Desa Tegal-Lalang. Salah satu putra I Gusti
Ngurah Made Bija pindah ke Desa Intaran, ia
bernama I Gusti Putu Bija.
|