Pujaan kepada
para leluhur, dan pernyataan naskah tersebut
adalah Raja Purana Puri Keramas.
Riwayat Sri
Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama Tungga Dewa
sebagai raja Koripan, dikalahkan oleh pasukan
dari Melayu dan Raja Warawiri (Jawa) hingga
wafat pada Çaka 930 (1008 M).
Sri Erlangga
yang berada di Jawa sempat menghindarkan diri
ke gunung bersama patihnya Narottama. Kemudian
baginda menjadi raja Koripan, berputra tiga
orang, seorang wanita, dua orang pria, yang
bernama Sri Semara Karma dan Sri Jaya Warsa.
Mpu Baradah
diutus ke Bali untuk mendudukkan salah seorang
putra itu menjadi raja. Ditolak oleh Mpu Kuturan
sebab ada putra- putra anak Wungsu yang lebih
punya hak untuk itu.
Kerajaan Erlangga
dibagi dua oleh Mpu Baradah, Sri Semara Karma
menjadi raja Janggala, Sri Jayawarsa raja Kediri.
Sering terjadi pertempuran. Sri Semara Karma
gugur, tinggal seorang putri di Janggala, bernama
Dewi Candrakirana.
Sri Jayawarsa
berpulang 1038 Isaka (1116 M). Sri Jayawarsa
berputra lima orang yakni Sri Kameswara, Sri
Jayabaya, Sri Sarweswara, Sri Hari Swara, Sri
Kreta Dwipa.
Tahta Sri
Kameswara kemudian digantikan oleh Sri Jayabaya
dan selanjutnya berganti Sri Kerta Jaya (Prabu
Dangdang Gendis).
Timbul pertempuran
antara Kediri dengan Singasari (Çri Rajasa).
Karena keangkuhan Dangdang Gendis kepada para
pendeta maka akhirnya beliau mengalami kehancuran,
Kediri dikuasai Singasari. Di Singasari terjadi
pergantian raja berturut-turut dan raja terakhir
adalah Sri Kertanegara.
Sri Jayasaba,
putra Sri Kameswara kedua, berputra Sri Kresna
Kepakisan (Aryeng Kediri). Kediri dikuasai oleh
Majapahit, pulau Bali juga segera dapat dikuasai
oleh Majapahit setelah tertawannya Pasung Grigis,
yang kemudian diperintahkan untuk menggempur
Sumbawa. Di Bali ditempatkan seorang Adipati
yaitu Sri Kresna Kepakisan berkedudukan di Samprangan,
didampingi oleh para Arya keturunan Sri Kameswara,
antara lain: Arya Kanuruhan, Arya Pangalasan,
Arya Dalancang, Arya Wangbang, Arya Kenceng,
Arya Tan Wikan, Arya Manguri, Sira Wangbang,
Sira Kutawaringin, Arya Gajah Para. Didampingi
tiga orang Wesya, Tan Kober, Tan Kawur Tan Mundur,
juga seorang keturunan Kepakisan bernama Nyuh
Aya, menjabat patih, Çaka 1272 (1350
M).
Raden Agra
Samprangan tidak mau mengendalikan roda pemerintahan,
Kyayi Klapodyana menghadap Rahaden Cili dijadikan
raja berkedudukan di Swecapura (Gelgel).
Arya Nyuh
Aya berputra tujuh orang: Kryan Patandakan (Patih
Agung), Kyayi Satra, Kyayi Akah, Kyayi Pelangan,
Kyayi Kaloping, Kyayi Cacaran, Kyayi Anggan.
Rahaden Cili
(Dalem Ketut) wafat Çaka 1382(1460 M)
diganti oleh Dalem Waturenggong, dengan patih
agung Kyayi Batan Jeruk putra Kyayi Patandakan.
Setelah wafat
Dalem Waturenggong, pada masa pemerintahan Raden
Pangarsa (Dalem Bekung) dan Dalem Seganing terjadi
perebutan kekuasaan di bawah pimpinan Kyayi
Batan Jeruk, namun dapat diatasi, berakibat
gugurnya Kyayi Batan Jeruk. Berikutnya yang
menjabat Patih Agung adalah Kyayi Manginte,
putra dari Arya Asak (saudara dari Nyuh Aya).
Tersebut pula
putra- putra Danghyang Nirartha sembilan orang,
dari ibu asal Daha dua orang, dari ibu asal
Pasuruhan dua orang, dari ibu asal Brangbangan
tiga orang, ibu dari Pangeran Mas satu orang,
ibu dari abdi Pangeran Mas satu orang.
Kyayi Manginte
berputra dua orang, yakni Kyayi Agung Widya
dan Kyayi Agung Pranawa.
Dalem Seganing
bertahta Çaka 1502 (1580 M), Kyayi Agung
Widya berputra lima orang dan Kyayi Pranawa
berputra sembilan orang.
Disebutkan
pula keturunan para Arya yang lain menggantikan
kedudukan para orang tuanya masing-masing.
Dalem Seganing
diganti oleh Dalem Dimade, terkenal dengan nama
Raden Karangamla. Dalem Dimade berputra dua
belas orang.
Ditulis satu per satu keturunan Kyayi Agung
Widya dan Kyayi Agung Pranawa.
Kyayi Kubon
Tubuh (kedua) berputra dua orang. Kyayi Jumbuh
dan Kyayi Nyanyap.
Secara singkat
diuraikan riwayat hidup Pungakan Den Bancingah,
keturunan Wong Lawu dari Majapahit, kemudian
mengungsi ke Desa Nyalian membawa keris Ki Lobar,
Pemberontakan
Anglurah Agung Dalem Dimade mengungsi ke Guliang
Isaka 1589 sampai dengan 1608 (1667 M s/d 1686
M). Putra-putra Dalem Dimade, Raden Pambayun
bersekutu dengan Kyayi Den Bancingah dan Raden
Jambe bersekutu dengannya juga, berfungsi selaku
pengatur siasat dan juga bersekutu dengan Kyayi
Jambe (Badung). Dari Sidemen Raden Jambe mengatur
siasat hendak menyerang Kyayi Agung Dimade atau
I Gusti Agung Maruti, dengan patihnya Kyayi
Dukut Kerta.
Bendesa Nyanyap
(Kyayi Kubon Tubuh Karo) setia kepada Kyayi
Agung Dimade, sedangkan Kyayi Jumbuh mengiringkan
Dalem Dimade. Bandesa Nyanyap belum mempunyai
keturunan (anak) maka diberikan seorang istri
Kyayi Agung Dimade yang belum awidi widana,
yang sedang hamil bernama Ni Gusti Mambal, Bandesa
Nyanyap menerima dengan sumpah setia, lahir
anak tersebut diberi nama Bandesa Gede Miber.
|