|
Prawacana
penulis memohon restu serta kesentosaan atas
karyanya, sampai turun temurun (=pangaksama).
Dilukiskan pemerintahan raja raksasa yang sewenang-
wenang. Kemudian diuraikan dengan singkat tentang
Sri Aji Erlangga sampai dengan perselisihan
putra- putra baginda Jayabaya dan Jayasaba.
Riwayat Mpu
lima bersaudara antara lain Mpu Baradah, Mpu
Kuturan, dihiasi dengan catatan meletusnya Gunung
Agung, turunnya para Dewata di Bali.
Riwayat Sri
Aji Jayabaya, dicampur aduk dengan Tumapel (Singasari).
Ceritera tentang kesaktian Sri Aji Dangdang
Gendis, sehingga menimbulkan kekecewaan pada
para pendeta hingga mengungsi ke Tumapel (tercatat
bahwa Kidung Malat tercipta pada masa Dangdang
Gendis). Terjadi peperangan antara Daha dengan
Singasari. Dilanjutkan dengan raja-raja Singasari
serta tahun-tahun dalam bentuk candra sangkala
dan angka. Dicampur dengan raja-raja Majapahit.
Sila-sila
Keturunan para Mpu, dimulai dari Mpu Pradah
turun temurun antara lain Mpu Panataran Manik
(Mpu Bekung).
Diselipi dengan
riwayat lahirnya Sri Masula Masuli, turun temurun.
Dilanjutkan dengan kisah kebesaran Mayadanawa
hingga matinya di tebing sungai Petanu.
Bali ditaklukkan oleh Majapahit dengan panglima
Patih Gajah Mada, Majapahit menetapkan seorang
Adipati di Bali dari keturunan Mpu Kepakisan
didampingi oleh Para Arya. Pulau Bali di bawah
pemerintahan Adipati Sri Aji Kepakisan dan para
Arya dan keturunan-keturunannya.
Mpu Penataran
Manik (Mpu Bekung )
Beliau ingin
mempunyai putra. Maka membuat Homa Yajnya. Kemudian
beliau memperoleh seorang putra. Mereka bergembira
karena mempunyai putra, tetapi ada kekecewaan
pula karena putranya penjudi.
Mpu Bekung
sering melakukan yoga samadi di Besakih, Sang
Naga Basukih amat kasih kepadanya. Suatu ketika
Mpu Bekung ke Besakih, diberikan hadiah bunga-
bunga kemudian tiba di Majapahit bunga -bunga
itu berubah menjadi harta benda, emas dan perak.
Hal itu diselidiki oleh Sang Manik Angkeran,
Sang Manik
Angkeran
Setelah mengetahui
cara-yang dilakukan oleh Mpu Bekung, maka Sang
Manik Angkeran pergi ke Besakih melakukan Yoga,
dan berdialog dengan Sang Naga Basukih serta
mempersembahkan susu lembu, Sang Naga memberikan
hadiah harta benda kepada Sang Manik Angkeran.
Ketika Sang
Naga masuk gua, dilihat oleh Sang Manik Angkeran
ekor naga itu berisi permata yang indah. Tak
tertahan keinginan Sang Manik Angkeran lalu
ekor naga itu dipotong. Sang Naga marah, maka
Sang Manik Angkeran dibakar dengan kesaktiannya
hingga jadi abu.
Mpu Bekung
mengetahui hal itu, segera pergi ke Besakih
memohon ampun, dan memohon agar Sang Manik Angkeran
dihidupkan kembali, dengan catatan untuk seterusnya
turun temurun diserahkan sebagai pelayan. Sang
Naga menuntut agar permatanya dipasang kembali.
Sang Mpu Bekung pun melakukan dengan kesaktiannya.
Dan Mpu Bekung menasihati anaknya agar mengabdikan
dirinya pada Sang Basukih.
Ketika Mpu
Bekung kembali, jembatan Jawa- Bali diputuskan
hingga terjadi Segara Rupek(=Selat Bali)
|
|
Sang Manik
Angkeran bermukim di Manik Mas Besakih, mengabdikan
dirinya pada Hyang Basukih. Suatu saat Sang
Manik Angkeran melihat beberapa orang bidadari
turun dari surga bersenang-senang, mandi di
suatu taman. Dengan suatu upaya yang licin Sang
Manik Angkeran berhasil memperistri seorang
bidadari itu, dengan suatu janji tidak akan
mengetahui atau menanyakan rahasia Sang Bidadari.
Kemudian melahirkan seorang putra bernama Sang
Tulusdewa. Kala masih kecil Sang Tulusdewa ditinggalkan
oleh ibunya, sebab Sang Manik Angkeran melanggar
janji mengintai rahasia istrinya dalam hal mempersiapkan
suguhan sehari-hari.
I Pasek Dukuh
Belatung dan adiknya I Dukuh Buktabya keturunan
Pasek Prateka mondok di Besakih. I Pasek Dukuh
Belatung amat sakti, mampu berdiri di ujung
pangkur yang sedang berdiri dan di atas daun
keladi. Ia mempunyai dua orang anak I Gde Pasek
Prateka dan Ni Luh Tohjiwa. I Pasek Dukuh Belatung
menguasai desa-desa: Pakel, Bentwang, Semseman,
Sangkaning Adri (Sangkan Gunung), Sang Caplokan
(Sanggem), Balwa, Metu (Mijil) Pahan (Ipah),
Hyang Agni, Kubu Bangbang, Manikasa, Ku, Kalot,
Muncan Susut, Payangan, Pejeng, Batusesa, Tegenan,
Pempatan, Buyan, Simpar, Lebih, Temukus.
Suatu saat Sang Manik Angkeran berjumpa dengan
Dukuh Belatung. Terjadi dialog tentang asal-
usul. Kemudian perjanjian mengadu kesaktian.
De Dukuh kalah, maka ia menyerahkan semua daerah
kekuasaaan, serta rakyat dan anak istrinya agar
mengabdi pada Sang Manik Angkeran.
Ida Tulusdewa
memperistri Ni Luh Tohjiwa atas anugrah Sang
Manik Angkeran. Kemudian berputra tiga orang:
Ida Banyak Wide, Ida Penataran, Ida Tohjiwa.
Ida Penataran
gemar berjudi berkeliling dengan kakaknya, Kyayi
Gusti Agung Pinatyan (Badung) melaporkan kepada
Dalem Waturenggong bahwa Ida Penataran tertidur
di suatu tempat dengan rambut terurai ke tanah.
Dalem memerintahkan Kyayi Gusti Agung Pinatyan
agar menanyai Ida Penataran: Bila ingin melaksanakan
kesucian ilmu kamoksan agar segera jadi pendeta
(=abersih), bila tidak jadikanlah ia anak angkat.
Setelah terjadi dialog antara Gusti Agung Pinatyan,
maka Ida Penataran diangkat anak, bernama Kyayi
Gusti Made Kacang, diam di Kacangdawa. Diikuti
oleh kakak dan adiknya. Ida Banyak Wide bernama
Kyayi Gusti Pinatih Banyak Wide, Ida Tohjiwa,
bernama Kyayi Gusti Tohjiwa Tulusayu.
Ida Banyak
Wide berputra Kyayi Gusti Banyak Widen dan dari
lain ibu Ki Gusti Pinatih Bija.
Kyayi Gusti Made Kacang berputra dua orang.
Kyayi Gusti Kacangpawos bermukim di Kacangdawa.
Kyayi Gusti Kaler bermukim di Sidemen bernama
Kyayi Gusti Lurah Sidemen. Terjadi kesalahpahaman
antara I Dukuh Bandesa Pahang dengan Kyayi Gusti
Agung Banyak Wide, karena kesaktian I Dukuh
Bandesa Pahang kurang dipercaya oleh Kyayi Gusti
Pinatih Banyak Wide. Kemudian timbul akibat,
I Gusti Lurah Pinatih Banyak Wide dikejar- kejar
oleh semut, hingga terpaksa meninggalkan Kretalangu
mengungsi ke Talikup. Putra-putranya mengungsi
juga. Kyayi Gusti Pinatih Bija ke desa Kloncing
(Denbukit). Demikian pula sanak saudaranya yang
lain, tersebar ke desa-desa.
Kyayi Gusti Made Kacang berputra Kyayi Gusti
Ngurah Sidemen Yang Taluh dan Kyayi Gusti Kaler.
Kyayi Gusti Ngurah Sidemen Yang Taluh berputra
Kyayi Gunung Agung, dan seorang putri yang diperistri
oleh I Gusti Byasama. Kyayi Gunung Agung, terbunuh
oleh utusan Dalem Bekung, bernama I Bunglon,
I Watupilah, dan I Watu Miyah yang disuruh mencari
ayam aduan.
Kyayi Gusti Gunung berputra: Kyayi Gusti Made
Sena di Muncan, I Gusti Dangin di Sidemen, I
Gusti Yeh Mumbul, Ki Gusti Tahunan.
Dilanjutkan
dengan pengejaran utusan yang membunuh Kyayi
Gusti Gunung Agung, dan sila-sila keturunan,
sampai dengan tempatnya masing-masing, sampai
dengan I Gusti Ngurah Sidemen yang gugur dalam
peperangan di Bangbang Biaung.
|