|
Pada purnama
(bulan penuh) Sasih Kadasa, Sira Mpu Çura
Dharma dikaruniai oleh Mpu Raga Runting seorang
putri bernama Patni Nari Ratih. Kemudian Sira
Mpu Çura Dharma kawin dengan Putri Nari
Ratih serta bertempat tinggal di Wilatikta.
Tetapi Dewi Nari Ratih karena kesaktiannya bisa
berada di surga atau di bumi sesuai dengan keinginannya.
Hal ini diintai oleh Sanghyang Brahma.
Di suatu ketika
Sira Mpu Çura Dharma bertapa di gunung
Wilatikta, terlihat di hadapannya seorang anak
lelaki. Anak tersebut dipungut serta diberi
nama Mada. Kemudian Mada ini menjadi patih di
Majalangu. Tak lama kemudian Mada mengambil
putri Patih Matwa yang bernama Ki Bebed. Ki
Mada ini mengemban putra raja Majalangu yang
bernama Mpu Danghyang Kapakisan yang menjadi
ratu di Jawa kemudian. Dalam penobatan beliau
diupacarai oleh Mpu Raga Runting, sira Mpu Adi
Margga, Sire Mpu Kuturan. Adapun putra beliau
adalah yang tinggal di Pasuruhan dan yang kedua
di Brangbangan, dan yang ketiga tinggal di Tolangkir
Bali dan begitu juga yang istri tinggal di Sumbawa.
Tersebut Ki Gede Bandesa Manik Mas berasrama
di Jambarana di Banjar Wani Tegeh. Kemudian
putri dari Danghyang Nirartha yang bernama Ida
Ayu Swabawa yang dipuja oleh orang Sumedang.
Setelah lama Ida berada di Bali, di Gading Wani,
ingin Ida berkunjung ke puri Lingarsapura yang
didirikan oleh para arya seperti: Ki Arya Kutawaringin,
Sira Arya Manguri, Sira Arya Dalancang, Sirarya
Mudha dan Sira Arya Pinatih Ularan, Sira Pangeran
Pasek, Pangeran Gede Bandesa yang merupakan
pembela negara.
Sesampainya
Çri Aji Kresna Kapakisan di Bali, menghadap
lah beliau kepada Çri Aji Waturenggong
di Sweca Linggarsapura disambut lah oleh Sira
Patih Ularan, Pangeran Pasek, dan Ki Gede Bandesa.
Setelah itu mengalahkan Çri Aji Pasuruan
yang dulunya bersaudara dengan Çri Maharaja
Bima. Juga raja Blangbangan. Putra Sri Aji Pasuruan
adalah Mas Sepuh yang diutus untuk memerintah
di Blangbangan. Setelah itu para Ksatria dari
Pasuruan datang ke Bali dengan pasukan di bawah
Mas Ireng, I Mas Warma, I Mas Megha. Dengan
demikian Kerajaan dipecah menjadi 2 yaitu Janggala
dan Kadiri.
Kemudian adalah
yang bernama Ki Pangeran Desa Manik Mas yang
diberikan kekuasaan dengan wilayah 100 ha, dan
rakyat 100 orang. Ida Sri Aji Waturenggong
sangat sayang kepada Ki Gede Pasek dan diberikan
mendirikan puri di Linggarsapura Gelgel. Ki
Pangeran ini diupayakan oleh para juru seperti
Ki Gusti Nginte, Ki Gusti Jlantik, Ki Gusti
Patih, Ki Gusti Dawuh dan sebagainya. Ki Gede
Manik Mas mempunyai 2 orang anak yang bernama
Ki Gede Manik Mas dan Ki Gede Pasar Badung.
Ki Pangeran Pasek Gelgel menurunkan 8 orang
yang bernama Pangeran Gelgel, Pangeran Abyan
Tubuh, Ki Pangeran Selat, Ki Pangeran Nongan,
Ki Pangeran Sebetan, Ki Pangeran Batur, Ki Pangeran
Anyar, Ki Gede Samping. Di samping itu telah
ada Pasek Bali Mula yaitu Pasek Kedisan, Pasek
Sakwana, Pasek Taro, Pasek Celagi, Pasek Les
Kayu Selem. Keturunan Ki Gede Bandesa ada 2
orang Pangeran Desa Gelgel dan Ki Pangeran Manik
Mas.
Kemudian Ki
Gusti Agung dan Ki Gusti Kaleran bertentangan
dengan Çri Kresna Kapakisan sehingga
mereka ini pergi ke Karangasem bergabung dengan
Ki Gusti Lanang Jungutan, Ki Gusti Panegara,
Ki Gusti Batan Jeruk putra dari Ki Gusti Tapa
Lare. Selanjutnya pasukan dari Ki Gusti Agung
berkumpul di Besakih memohon dan berunding untuk
menjalankan daya upaya, agar dapat menghancurkan
raja Bali.
Dan diceriterakan
turunan Ki Gede Bandesa Manik Mas yang ikut
pergi dari Gelgel dan menuju desa-desa seperti
Ki Gede Abyan Tubuh menuju Mangwi dan keturunannya
pindah lagi ke Jembrana, Ki Gede Bandesa Gumyar
datang kepada Ki Balyan Batur. Setelah pindah
dari Jembrana menuju desa Rangkan, dari sini
lah turunan Ki Pasek, menyebar ada yang ke Blahbatuh,
ke Banjar Tunon, ke Payangan. Turunan Ki Gede
Bandesa Selat pindah dari Selat ke Apuan ke
Duda, ke Tirta, Tianyar, ke Taman Bali, dan
ada juga yang ke Panarungan, ke Buleleng serta
ke Marga. Keturunan Ki Gede Bandesa Manik Mas
tersebar ke desa-desa seperti di Batan Tingkih,
di Blahbatuh, di Gianyar, di Peliyatan, di Bedahulu,
di Tengkulak, di Tegalalang, Pujungan, di Pabeyan,
di Negari, di Ketewel, di Bangli di Sibang di
Kabakaba di Mangwi dan di Badung.
|
|
Adalah putra
dari Ki Gede Bandesa Pasar Badung bernama Ki
Bandesa Kayumas yang menggantikan Ki Gede Bandesa
Manik Mas. Dengan demikian Ki Gede Bandesa Manik
Mas berkewajiban melaksanakan upacara dan upakara.
Ida Padanda
Wawu Rawuh banyak mempunyai putra seperti Padanda
Mas Timbul Ida Padanda Bukcabe. Adalah murid
beliau dari I Pangeran Mas mendirikan parhyangan
di Desa Mas, Parhyangan ini sebagai tempat pemujaan
bagi warga Ki Bandesa Mas. Pura tersebut diberi
nama Pura Pole.
Diceriterakan
Sri Wira Dalem Kesari di Jawa Dwipa datang ke
Bali bertahta menjadi raja Bali bertempat di
Puri Kuripan Besakih. Sri Dalem Kesari inilah
membangun pura Dalem Puri dan juga Sad Kahyangan,
Pura Panataran Agung Besakih, Pura Bukit Gamongan,
Pura Watukaru, Pura Uluwatu, Pura Air Jeruk,
Pura Penataran Pejeng. Serta beliau ini membangun
pura Watu Madeg, Pura Manik Mas, Pura Pucak,
Pangubengan. Pura Penataran Agung sebagai pelinggih
Bhatara Catur Muka, dan juga pura-pura sebagai
pemujaan Bhatara Mahadewa. Saat pujawalinya
dilakukan setiap enam bulan sekali. Misalnya
Pujawali di Pura Manik Mas pada Sabtu Kliwon
Wariga. Pura Ulun Kulkul pada hari Sabtu Kliwon
Kuningan, dan Pura Salonding pada hari Rabu
Wage Kelawu. Pura Pangubengan pada Sasih Kasa
tepat bulan penuh (Purnama). Pura Panataran
Agung pada Purnama Sasih Kapat dan sebagainya.
Juga ditekankan bahwa pada Sasih Kasanga tepat
bulan mati dilaksanakan panyepian, dan bila
mana tepat hari tersebut pada rah windu, tenggek
windu, dilaksanakan upacara Eka Dasa Lodra di
Pura Panataran Agung.
Kemudian Sri Wira Dalem Kesari mempunyai putra
bernama Sri Jaya Kasunu yang sangat bijaksana
memerintah.
Diceriterakan
Ida Bhatara Kasyapa turun dari Iswaraloka menuju
Ulun Danu Batur bertemu dengan Dewi Danu. Dalam
pertemuan ini lahirlah seorang putra. Tetapi
dikutuknya menjadi Bedahulu karena sangat sombong
dan terlalu gegabah terhadap Mpu Kuturan yang
sebagai pendiri Pura Panataran di Padang. Selama
Mpu Kuturan berada di Silayukti, mengambil istri
dari Blahbatuh, menurunkan Pasung Grigis, Kebo
Wariwa, Kebo Wulung. Sri Masuli bertempat di
Bata Anyar (sudra), lahirlah Sri Tapolung, yang
melahirkan Gajah Wahana, dan kemudian bernama
Dalem Beda Ulu.
|