Isi
Singkat dari Babad Bangli |
|
Tersebut Ki
Dukuh Suladri di pasraman mempunyai 2 orang
putri yang sangat cantik dan baik budi. Ki Dukuh
amat senang hatinya meskipun jauh dari istana
Gelgel. Pada suatu ketika Ki Dukuh dihampiri
oleh para muda yang entah dari mana datangnya,
menyembah dengan tutur bahasa yang manis, sehingga
menjadi kaget Ki Dukuh. Anak muda itu mengaku
dirinya ibarat bawang yang kulitnya terombang-ambing
oleh angin sehingga tak tahu arah. Dukuh memungut
anak itu dan diajak di Pasraman sebagai mana
diperlakukan seperti anak kandungnya. Memang
karena titah Ida Sanghyang Widdhi anak muda
itu saling cinta- mencintai dengan putrinya
yang kedua. Setelah berapa lama anak ini berkumpul
bersama Ki Dukuh terdengar oleh Dalem Gelgel
beritanya. Kemudian Dalem memerintahkan rakyat
Gelgel untuk membuktikan kabar berita itu dan
teringat beliau dengan putranya yang menghilang
sejak kecil. Ki Dalem Gelgel menghadap kepada
Ki Dukuh Suladri di Pasraman, terlihatlah anak
muda itu sedang memadu kasih dengan putrinya
Ki Dukuh. Di situ Bhatara Dalem mengenalnya
serta menyelesaikan perkawinan putranya dengan
putri Ki Dukuh, dan Ki Dukuh pun merestuinya.
Setelah itu putra Dalem bersama istrinya diajak
ke istana Swecalingarsa (Gelgel). Tetapi anak
muda ini terserang penyakit ingatan yang mana
tak disadari ingin pergi/ minggat dari istana
seperti penyakitnya waktu kecil itu. Sebagai
balas jasa dari Dalem kepada Ki Dukuh Suladri,
diberikan rakyat (hamba sahaya) sebanyak 200
orang. Kini putra Dalem kembali ke pasraman
Ki Dukuh, dan tinggal bersama Ki Dukuh. Setelah
beberapa lama kemudian lahir cucu Ki Dukuh Suladri
dengan berparas tampan. Putra Dalem kemudian
pindah dan tinggal di tepi istana Suwecalingarsapura.
Hal ini diceritakan riwayat Ki Dukuh oleh dalang
Samirana bahwa Dalem Gelgel adalah bersaudara
dengan Ki Dukuh Suladri yang telah lama berpisah
Ki Dukuh sampai tinggal di Pasraman lantaran
tidak mau tunduk kepada Dalem. Ketika terjadi
kekacauan di Istana Gelgel sehingga Dalem lupa
dengan sanak keluarga yang menjauhi istana dan
meninggalkan Suwecalingarsapura. Begitu juga
Kyayi Pungakan pergi ke desa-desa mengembara
dan sampai di Desa Mina Nyalian dan sambil memegang
pusakanya yang bernama Keris Ki Lobar. Semua
anglurah merasa kawatir menghadapi Kyayi Pungakan
sehingga orang tidak ada yang berani mengaku
bahwa dirinya warga Dalem. Tetapi ketika Dalem
keluar istana dikerumuni oleh rakyat (warga
Dalem) yang bersembunyi. Rakyat itu kebanyakan
berasal dari selatan karang kepatihan yang telah
lama meninggalkan Gelgel. Disebutkan kekacauan
itu disebabkan oleh pengkhianatan dari para
patih yang berani kepada Dalem, hal ini telah
diketahui oleh para sentana (putra) Dalem sehingga
putra Dalem bertekad membela Dalem dan menumpas
kekacauan yang terjadi di istana Suwecalingarsapura.
Dengan keadaan ini, maka Dalem meninggalkan
istana dan sampailah beliau wafat di Desa Toya
Bubuh, sebelah selatan Gelgel (Guliang).
|
|
Diceritakan
juga kekacauan ini disebabkan karena kemarahan
putra Dalem di Badung kecewa/ iri akibat kurang
adilnya Bhatara Dalem sehingga ia berlaku durhaka,
lalu Bhatara Dalem mengutuk putranya sehingga
menjadi hangus dan musnahlah keturunan Dalem.
Secara singkat habis riwayat Gelgel. Kini Pusaka
keris Ki Tanda Langlang yang dipuja di Guliang
yang dipergunakan Bhatara Dalem memerintah.
Pada suatu ketika Lurah Singarsa mendapat kesulitan
telah diketahui oleh para panca di Ler Gunung
dan Badung tentang siasatnya untuk membela dan
mempertahankan Dalem Gelgel. Penjagaan diaturnya
dan tersebar di mana-mana, seperti orang-orang,
Badung menjaga di pantai utara dan Smarajaya
dari Panesanaji serta pengikut- pengikutnya
menjaga di sebelah utara Gelgel sampai di Sumpulan.
Orang Sumpulan menyembunyikan Dalem di Desa
Dawan, Kyayi Paketan menjaga Dalem dan siap
menghadapi prajurit Badung. Dengan demikian
prajurit Badung kalangkabut. Sungguh hebat perang
tersebut sampai terbunuhnya Kyayi Jambe Pule
akibat mengamuknya rakyat Gelgel yang dibantu
oleh Ki Panji Sakti dari Buleleng. Pada kesempatan
ini, juga Patih Dukut Kerta yang memimpin pasukan
dibunuh oleh Ki Panji Sakti dari Buleleng (Ler
Gunung) dan Anglurah Singarsa merasa senang.
Di sebelah timur Smarajaya menempatkan sentana
Dalem atas kehendak dari Kyayi Lurah Singarsa
dan para pengikut-pengikut Dalem yang setia
menjaga keturunannya dengan baik. Putra beliau
(sentana) adalah Kyayi Dauh yang dipelihara
di Denkuta dan selanjutnya dicatat dalam sejarah
(Piagam) oleh Lurah Singarsa atas keterangan
dan bantuan dari Lurah Kaloping.
|
|
Nama/ Judul Babad :
|
Babad Bangli. |
Nomor/ kode :
|
Va. 695, Gedong Kirtya, Singaraja. |
Koleksi :
|
I Gusti Putu Jlantik, Anak
Agung Negara. |
Alamat :
|
Singaraja. |
Bahasa :
|
Jawa Kuna. |
Huruf :
|
Bali. |
Jumlah halaman :
|
3 lembar, 4 baris, lebar 4cm,
panjang 50 cm. |
Ditulis oleh :
|
I Gusti Nyoman Subali, Singaraja. |
Colophon/ Tahun :
|
|
Kalimat awal :
|
Ana malih cinarita, Ki Dukuh
Suladri aputri roro, liwating kawot,
apan ring padukuhan, dadi tan hana wang
rare jalu kahutaman. |
Kalimat akhir :
|
Ika ring pameragan kang angiring
tumut kakitering Swecalingarsapura, sinung
ingandika, munggwing surat piagem Lurah
Singaraja, wijane Lurah Kaloping. |
|
|