|
Isi
Singkat Babad Bangli Nyalian: |
|
Prawacana
penulis (pangaksama), memohon kepada Hyang Widdhi
Wasa agar selamat panjang umur. Tersebut empat
para Hyang bersaudara bernama Sanghyang Angsanabra
(Sekar Angsana) di Gelgel, Sanghyang Subali
di Gunung Tolangkir, Sanghyang Aji Rembat di
Pura Kentel Gumi. Sanghyang Mas Kuning di Giri
Lor Abang. Sanghyang Subali pergi ke jurang
Melangit menciptakan air suci yang harum (Tirta
Harum) pada hari Selasa, Kliwon, Julungwangi,
purnama bulan keempat (Kartika). Kemudian Sanghyang
Subali mendirikan taman yang indah di sebelah
barat laut Tirta Arum, diberi nama Taman Bali.
Kemudian Sanghyang Subali menyerahkan Tirta
Arum dari Taman itu kepada Sanghyang Aji Rembat.
Sanghyang Subali moksa, menghadap Sanghyang
Wisnu Bhuana memohon seorang anak, diberi nama
Sang Angga Tirta. Anak tersebut diletakkan pada
saluran air (pancuran) di Tirta Arum. Sanghyang
Aji Rembat memungut bayi tersebut. Dan menerima
wahyu, (sabda angkasa) dari Sanghyang Subali,
bahwa anak itu adalah anugrah Dewa Wisnu bernama
Angga Tirta dan kemudian agar diberi nama Sang
Anom. Anak tersebut diupacarai oleh Sanghyang
Aji Rembat dan berdiam di pura Agung Guliang.
Tersebut bahwa Sanghyang Angsana di Gelgel mempunyai
seorang putri bernama Dewa Ayu Mas Dalem. Sering
terserang penyakit, kemudian sembuh berkat pengobatan
Sanghyang Aji Rembat di asramnya. Terjadi hubungan
gelap (seperti suami istri) antara Sang Anom
dengan Dewa Ayu Mas Dalem. Dewa Ayu Mas Dalem
diantar ke Gelgel, Segera Sanghyang Sekar Angsana
mengusut putrinya karena menunjukkan tanda-tanda
kehamilan. Sang putri mengaku terus terang berkat
hubungannya dengan Sang Anom. Sanghyang Sekar
Angsana mengirim pasukan untuk menyerang ke
Pura Agung Guliang, menangkap Sang Anom namun
gagal, Sang Anom tidak dijumpai. Sang Anom melarikan
diri ke Alas Jarak Bang kemudian desa itu disebut
Jagat Bali. Pengejaran terus dilakukan dan Sang
Anom tertangkap dan dibawa ke Gelgel. Sanghyang
Aji Rembat amat kecewa, melaporkan hal itu secara
gaib kepada Sanghyang Sekar Angsana di Gelgel
perihal riwayat Sang Anom serta pantas menjadi
suami Dewa Ayu Mas Dalem. Pernikahan pun segera
dilakukan. Kembali ke Pura Agung Guliang. Kemudian
lahir seorang putra diberi nama Korda Anom Oka
Den Bancingah. Korda Anom Oka Den Bancingah
berputra I Dewa Garba Jata. I Dewa Garba Jata
berputra I Dewa Ngurah Den Bancingah. I Dewa
Ngurah Den Bancingah menikah dengan putri Dalem
(?) di Dasar Gelgel berputra Cokorda Den Bancingah,
Cokorda Den Bancingah berputra I Dewa Pamecutan;
I Dewa Pulasari, I Dewa Batanwani, I Dewa Tangeb,
I Dewa Mundung, I Dewa Beranjingan, I Dewa Auman.
I Dewa Pamecutan berputra I Dewa Gde Pering
pindah ke Nyalian, I Dewa Kaler di Taman Bali,
I Dewa Pindi pindah ke Gagahan, I Dewa Perasi
di Gada, yang bungsu (= pingajeng) I Dewa Gde
Ngurah bertahta di Taman Bali. I Dewa Gde Pering
memohon pada ayahnya untuk membawa Keris "Ki
Lobar" ke Nyalian sebagai tanda kebesaran.
Permohonannya itu dapat dikabulkan, segera dibawa
ke Nyalian. Nyalian dan Taman Bali pun aman
dan sentosa. I Dewa Gde Ngurah penguasa Taman
Bali mengirim utusan untuk membunuh I Gusti
Paraupan di Bangli. Tetapi karena kesaktian
I Gusti Paraupan, maka utusan itu menyampaikan
niatnya terang-terangan. I Gusti Paraupan kembali
memerintahkan untuk membunuh I Dewa Gde Ngurah,
dengan catatan bila berhasil akan dijadikan
penguasa di Taman Bali. Terjadi perkelahian
antara I Dewa Gde Ngurah dengan kedua utusannya
yang disuruh membunuh I Gusti Paraupan. Keduanya
mati dan I Dewa Gde Ngurah menderita luka- luka.
I Dewa Kaler putra I Dewa Gde Ngurah tidak membantunya.
I Dewa Gde Ngurah dalam keadaan sakit karena
luka-luka dirawat oleh para istri dan lain-lainnya.
Pada saat-saat demikian salah seorang istri
I Dewa Gde Ngurah berbuat serong (abamia) dengan
I Dewa Kaler. Diperintahkan untuk membunuh I
Dewa Kaler dan istrinya yang serong itu. Namun
tidak diijinkan oleh Dalem Gelgel. Hanya derajat
kebangsawanannya diturunkan menjadi Pungakan,
kemudian bernama Pungakan Bagus atau Pungakan
Den Yeh, I Dewa Gde Ngurah meninggal dunia digantikan
oleh putranya bernama I Dewa Gede Ngurah Anom
Oka. Ia tahu sebab kematian ayahnya karena upaya
I Gusti Paraupan. Maka bersama keluarga dan
pemuka-pemuka serta rakyatnya mengadakan serangan
balasan ke Bangli (I Gusti Paraupan). Terjadi
peperangan antara Bangli dengan Taman Bali yang
dibantu oleh I Dewa Pering (=Nyalian). Bangli
kalah, gugurnya I Gusti Paraupan, Ki Lurah Dawuh
Waringin, Ki Lurah Dawuh Pamamoran, Maka I Dewa
Perasi diangkat sebagai penguasa di Bangli dibantu/
didampingi oleh sanak keluarganya antara lain
I Dewa Tangeb, I Dewa Batan Wani, I Dewa Pulasari.
Lama kelamaan ganti berganti keturunan I Dewa
Gde Perasi menjadi raja Bangli. Salah seorang
raja bernama I Dewa Kompiang Perasi mempunyai
seorang-anak wanita bernama Dewa Ayu Den Bancingah.
Maka mengangkat menantu, putra raja Taman Bali,
bernama I Dewa Gde Anom Rai. Raja Taman Bali
I Dewa Gde Raka, kakak I Dewa Gede Anom Rai.
Bangli dan Taman Bali aman sentosa. I Dewa Gde
Anom Rai dengan Dewa Ayu Den Bancingah berputra
seorang wanita bernama Dewa Ayu Comel. I Dewa
Gede Anom Rai mengambil istri lagi, dan amat
terikat hati beliau kepadanya. I Dewa Gde Oka/
cucu I Dewa Gde Tangkeban dinikahkan dengan
I Dewa Ayu Comel, menggantikan tahta di Bangli.
Tetapi pernah berbuat serong (seperti suami
istri) dengan ibu mertuanya. I Dewa Gde Anom
Rai berusaha untuk membunuh Dewa Ayu Den Bancingah,
tetapi gagal. Dan terbalik Dewa Ayu Den Bancingah
kini berusaha untuk membunuh I Dewa Gede Anom
Rai, berbagai siasat dilakukan, dan seorang
petugas/ algojo bernama Ida Waneng Pati (brahmana
Kemenuh) berhasil masuk ke peraduannya, tetapi
tidak mempan senjatanya. Hanya senjata Dewa
Ayu Den Bancingah yang sanggup mencabut nyawa
I Dewa Gede Anom Rai. Dukuh Suladri (turunan
Sirarya Rembat) mempunyai anak dua orang wanita.
Ki Dukuh kedatangan seorang laki-laki dari Majapahit
anak Sri Aji Ayu Murub. Anak laki-laki tersebut
diajak menetap di ashram Dukuh Suladri dan dikawinkan
dengan putrinya yang sulung, putri yang kedua
menikah dengan raja/ Dalem di Gelgel. Dalem
memberikan iparnya (menantu Dukuh Suladri di
Padukuhan) rakyat dua ratus orang, pada akhirnya
mengurusi rakyat lima ratus orang. Putri Ki
Dukuh menjadi istri Dalem mempunyai seorang
anak wanita bernama I Dewa Ayu Den Bancingah
kemudian bersuamikan anak dari Kanca di Padukuhan
beribu putrinya Ki Dukuh, Mereka menetap di
Gelgel di sebelah utara istana. Kemudian pindah
ke Nyalian membawa Ki Lobar, karena di Gelgel
terjadi perebutan kekuasaan oleh Anglurah Agung.
|
|
Terjadi perebutan
kekuasaan di Gelgel oleh Anglurah Agung, Dalem
mengungsi ke Guliang, dan wafat di sana. Seorang
putranya pindah ke Singarsa dengan pengiring
150 orang, berkat kesetiaan Lurah Singarsa.
Dari Singarsa (Sidemen) direncanakan perebutan
kembali kerajaan Gelgel atas prakarsa bekas
punggawa dari Gelgel (?) dengan Lurah Singarsa,
minta bantuan ke Buleleng dan Badung, kemudian
dilakukan pengepungan dari beberapa penjuru,
terjadi peperangan sengit, Anglurah Agung mengalami
kekalahan. I Dewa Den Bancingah dengan gelar
I Dewa Gde Tangkeban tetap bertahta di Nyalian.
Dalem (raja) Smarajaya meminta kembali keris
Ki Lobar. I Dewa Gde Tangkeban, mengadakan perundingan
dengan I Dewa Gde Rai (Bangli) dan I Dewa Gede
Oka (Taman Bali) , dikuatkan dengan sumpah setia
mereka tidak akan mengembalikan Ki Lobar dengan
catatan berani menanggung segala resiko. Dalem
Smarajaya tetap menuntut keris itu agar dikembalikan.
Namun I Dewa Gde Tangkeban tetap pada pendiriannya
semula. Akhirnya terjadi peperangan antara Smarawijaya
melawan Nyalian. Bangli dan Taman Bali tidak
menepati perjanjian. I Dewa Gde Tangkeban mengalami
kekalahan, Sebelum meninggal sempat mengutuk
raja Taman Bali dan Bangli, dan memotong ujung
keris (Ki Lobar), merestui putranya yang bernama
I Dewa Gde Oka agar menyerang Taman Bali dan
Bangli. Lalu I Dewa Gde Oka mengamuk membabibuta
di puri Nyalian. Banyak jatuh korban. Akhirnya
ia juga meninggal berkat Ida Bagus Made Gelgel,
namun Ida Bagus Made Gelgel meninggal pula.
Ki Sedahan Kasub yang berperang dalam istana,
mengumpulkan mayat- mayat dan harta benda, kesudahannya
juga mati terbunuh, Maka daerah I Dewa Gede
Tangkeban mutlak ditaklukkan oleh Sri Aji Dalem
di Smarajaya dengan bantuan Raja Karangasem
dan Gianyar. Kutukan I Dewa Gde Tangkeban meresap
di Bangli dan Tamanbali, akhirnya terjadi perang
saudara. Raja Bangli terbunuh oleh istrinya
sendiri, Dewa Ayu Den Bancingah bertahta di
Bangli I Dewa Gde Tangkeban, putra I Dewa Gde
Oka (yang mengamuk di Nyalian) cucu I Dewa Gede
Tangkeban demikian turun temurun. Lama kelamaan
terjadi perlawanan dan Bangli (I Dewa Gde Oka
Tangkeban) dengan Tamanbali (I Dewa Gde Oka)
dibantu oleh Gianyar (I Dewa Manggis) pasukan
Gianyar dipimpin oleh Cokorda di Mas. Pasukan
Tamanbali kalah dengan gugurnya Cokorda Mas
dan I Dewa Gede Oka raja Tamanbali. Dilanjutkan
dengan susunan sila- sila keturunan I Dewa Gde
Tangkeban yang masih hidup di desa-desa. Raja
Tamanbali yang telah wafat meninggalkan seorang
putra bernama I Dewa Sukawati, dan bermukim
di Tumuhun, berputra lima orang. Dilanjutkan
dengan sila-sila keturunan. Riwayat I Dewa Putu
Sekar, yang semula di Nusa Penida. Kemudian
kembali menjadi kepercayaan raja Bangli (I Dewa
Gede Tangkeban) ditempatkan di Susut, putra-
putra yang di Nusa Penida I Dewa Gde Dauh dan
I Dewa Gde Dangin kemudian menjadi kepercayaan
raja Tabanan ditempatkan di desa Jelijih, lama
kelamaan mendirikan Pura Aseman. Selanjutnya
mempunyai keturunan. kemudian dalam peperangan
Tabanan melawan Badung dan Mengwi I Dewa Gde
Dangin gugur karena pihak Tabanan kalah, putra-
putranya pindah ke Jembrana, I Dewa Gde Dauh
tetap di Jelijih bersama anak-anaknya.
|
|
Nama/ Judul Babad :
|
Babad Bangli Nyalian. |
Nomor/ kode :
|
|
Koleksi :
|
Gria Punia (Ida Pedanda Gde
Ketut Pidada alm.) |
Alamat :
|
Gria Punia, Sidemen, Karangasem. |
Bahasa :
|
Jawa Kuna, |
Huruf :
|
|
Jumlah halaman :
|
|
Ditulis oleh :
|
53 lembar (lb s, d, 53a). |
Colophon/ Tahun :
|
|
Kalimat awal :
|
Om Awighnam - astu. Pangaksamaning
... |
Kalimat akhir :
|
... Sampun munggah ring lokita
Aji Purana.
|
|
|
|
|
|
|
|