Penghilang Dahaga bagi Pendalam Spiritual
Salah satu pura terkenal di Kabupaten Klungkung adalah
Pura Watu Klotok. Di samping merupakan salah satu kahyangan
jagat, Pura Watu Klotok juga kerap dijadikan pusat pasucian
Ida Batara Pura Besakih. Akhir tahun 2005 lalu, pascabencana
ledakan bom Bali II dan terjadinya bencana tsunami di Aceh,
di pura yang terletak di bibir pantai selatan kota Semarapura
itu berlangsung dua kali upacara permohonan keselamatan
dan kesucian dunia. Upacara Samudra Kerthi dan Dirgayusa
Bumi. Tak kalah pentingnya, Pura Watu Klotok juga berfungsi
sebagai tempat memohon kesuburan lahan persawahan bagi para
petani. Bagaimana sejarah pura ini?
Pura Watu Klotok letaknya tidak jauh dari pura terkenal
lainnya yang ada di bumi serombotan. Salah satunya Pura
Dasar Bhuwana Gelgel. Sehingga keberadaannya sangat mudah
dijangkau bagi umat yang gemar bertirtayatra. Apalagi saat
ini, jalur By-pass Tohpati-Kusamba (By-pass IB Mantra) sudah
tuntas dikerjakan. Tentu akses bagi umat menuju pura yang
berada di Banjar Celepik, Tojan, Klungkung itu semakin mudah.
Pura Watu Klotok memiliki panorama pantai selatan Klungkung
yang mempesona. Dari pura itu, sembari bersembahyang umat
pun dapat menyaksikan keindahan kawasan Kepulauan Nusa Penida
dan Hotel Bali Beach di pantai Sanur. Hampir setiap bulan,
persisnya ketika bulan purnama, Pura Watu Klotok benar-benar
menjadi tempat yang paling dicari oleh umat yang haus akan
pendalaman spiritual. Karena Pura Watu Klotok dipercaya
sangat baik dijadikan objek matirtayatra yang belakangan
ini makin diminati umat Hindu.
''Bisa dikatakan Pura Watu Klotok merupakan tempat yang
mampu menghilangkan dahaga bagi umat yang kehausan pendalaman
spiritual,'' ungkap Bendesa Adat Satra Dewa Ketut Soma yang
kerap ditunjuk sebagai panitia karya. Tak jarang, umat bahkan
sampai makemit (begadang) sembari bersemedi di Pura Watu
Klotok guna menemui kedamaian batin.
Selain itu, umat Hindu yang berprofesi sebagai petani,
juga mempercayakan keberhasilannya di bidang pertanian di
pura ini. Umat selalu memohon petunjuk dan perlindungan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar senantiasa memberi kesuburan
atas tanah pertanian mereka serta mencegah datangnya serangan
hama tanaman. Atas hal itu, krama subak secara rutin, turun-temurun
melaksanakan upacara mohon pekuluh jika sawah mereka terserang
wabah tanaman sekaligus memohon keselamatan dan kesuburan
tanam-tanaman yang dikenal dengan upacara neduh lan pangusaban.
Umat yakin, dengan permohonan yang tulus, kesuburan tanah
akan terwujud. ''Memang, para petani tidak cukup hanya berharap
berkah dari doa semata, akan tetapi mesti dilengkapi dengan
berusaha dan bekerja keras,'' tambahnya.
Penekun spiritual yang juga pegawai di Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Klungkung ini pun pernah menyusun
buku tentang ''Selayang Pandang Pura Watu Klotok''. Dalam
buku itu, Dewa Soma menceritakan permohonan keselamatan
dan penyucian serta anugerah kesuburan, itu berlangsung
ketika piodalan yang jatuh setiap enam bulan sekali. Persisnya
pada Anggara Kasih Julungwangi. Ada juga yang diselenggarakan
setiap tahun sekali, yakni upacara Ngusaba. Piodalan itu
diselenggarakan oleh pengempon dari warga Banjar Celepik,
Gelgel dengan pendanaan bersumber dari hasil pelaba pura
seluas 125 are.
Upacara lain yang kerap digelar di pantai Watu Klotok seperti
upacara mulang pakelem dalam rangkaian upacara-upacara besar
yang digelar di Pura Besakih seperti Eka Dasa Rudra, Tri
Bhuana, Eka Bhuana, Candi Narmada, Panca Bali Krama dan
lainnya. Bahkan, di pantai Watu Klotok juga sering dilakukan
upacara nangkid, malukat, neduh dan lainnya. Terlepas dari
itu semua, pantai Klotok memendam misteri yang sulit dianalisis
akal sehat. Bentangan pantai dari Ketapang Kembar sampai
pantai Sidayu merupakan kawasan misteri pasukan ''Kopassus''
Ratu Gde Nusa. Siapa pun yang berani berbuat onar dan kurang
ajar di pantai itu, jangan harap untuk pulang kembali dengan
selamat.
Salah satu peninggalan yang dikeramatkan di Pura Watu Klotok
adalah sebuah batu mekocok (makocel). Batu mekocok itu merupakan
cikal bakal pendirian pura dengan kekeramatannya yang kini
malinggih di utama mandala Pura Watu Klotok. Bukan hanya
itu, ada juga unen-unen (rencang) Ida Batara berupa bikul
(tikus) putih, lelipi poleng (ular belang) dan penyu macolek
pamor. Penyu macolek pamor itu diyakini muncul seratus tahun
sekali. Itu dibuktikan dengan terdamparnya seekor penyu
raksasa beberapa tahun silam.
Arca Penjaga Kesucian
Sebagaimana Pura-pura lain di Bali, struktur Pura Watu
Klotok juga terdiri atas tiga bagian. Utama mandala, madya
mandala dan nista mandala. Bagian nista mandala (paling
luar) Pura Watu Klotok berupa Candi Bentar dan Arca Dwapara
Pala lengkap dengan senjata gada. Dwapara berarti pintu,
sedangkan pala berarti penjaga. Jadi, begitu memasuki wilayah
Pura Watu Klotok diyakini sudah ada suatu kekuatan yang
menjaga kesucian pura. ''Sehingga ketika pemedek baru menginjakkan
kaki di gerbang pura, sudah diarahkan untuk mengarahkan
pikiran dan perilaku ke arah kesucian,'' kata Dewa soma.
Setelah memasuki candi bentar menuju madya mandala, di
sebelah selatan terdapat Pelinggih Sang Kala Sunya. Pelinggih
itu merupakan aspek sakti dari Batara Baruna yang menguasai
daerah kutub. Di sebelah timur Pelinggih Sang Kala Sunya,
juga dibangun pelingih penghayatan Ratu Gde Penataran Ped
yang tak lain berupa pohon ketapang berukuran besar serta
sebuah tugu seperti pelingih taksu atau ngerurah.
Di utama mandala terdapat Pelinggih Ida Batara Watu Makocok
(Makocel). Sesuai namanya, pelinggih ini disebut batu makocel
yang berarti batu berbunyi yang diyakini memiliki sinar
vibrasi spiritual tinggi. Juga diyakini sebagai tempat memohon
kekuatan alam agar dianugerahi keselamatan, kesuburan dan
kesejahteraan karena batu ini adalah cikal-bakal lahirnya
Pura Watu Klotok. Karena pertama kali ada, makanya umat
menyebut Pelinggih Batu Makocel itu dengan sebutan Pelinggih
Ida Batara Lingsir.
Di samping Pelinggih Batara Lingsir, ada Meru Tumpang Lima,
Gedong Alit Pule, Padmasana, Pengaruman, Linggih Sri Sedana
dan beberapa pelinggih lainnya. Singkatnya, di utama mandala
terdapat 16 bangunan/ pelingih termasuk Candi Bale dan sumur,
di madya mandala lima bangunan/ pelinggih yaitu bale pemedek,
bale gong, bale kulkul, candi bentar dan apit lawang kiwa
tengen.
Sementara pada nista mandala terdapat 6 bangunan/ pelingih
yaitu Pelinggih Sanghyang Kala Sunia, Pelinggih Ida Batara
Dalem Ped, Bale Pawedaan, Panggungan, candi bentar dan patung
Dwarapala. Di samping terdapat piranti pelengkap lainnya
seperti lumbung, bale petandingan, perantenan, Bale sekepat,
Pelinggih Sri Sedana dan bale paebatan yang terletak di
sekitar areal pura.
* baliputra |