Pura Terate Bang
 
 
Pura Terate Bang
Tirta Mancawarna
Dari sisi penataan, sebagaimana umumnya pura di Bali terdiri atas tri mandala yakni utama mandala (jeroan), madya mandala (jaba tengah) dan Kanista Mandala atau jaba sisi. Utama mandala merupakan wilayah yang sangat disakralkan dan hanya berhubungan dengan rohani dan upacara suci.

Ada empat bangunan suci yakni Pelinggih Gedong sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Brahma atau Agni, Padmasana, piyasan dan bale penegtegan. Di sebelah barat jeroan terdapat Pelinggih Siwa (Ida Ratu Lingsir). Serta adanya Pelinggih Saka Pat Sari dan genah toya Panca Maha Merta Mancawarna.

Di sebelah timur laut jeroan terdapat Pelinggih Beji dan beberapa pelinggih lainnya. Pelinggih Siwa dan Pura Beji masih berkaitan langsung dengan Pura Luhur Pucak Terate Bang. Air suci untuk tirta diambil dari beji terletak di bagian timur laut pura ini. Sedangkan di sebelah barat laut terdapat beji dengan air belerang sebanyak lima tempat yang disebut Maha Mertha Mancawarna.

Di bawah tempat tirta itu, terdapat pelinggih Padmasana tempat memuja Siwa. Air tirta belerang itulah yang biasanya dimohon oleh umat khususnya para praktisi pengobatan sebagai obat. Keberadaan tirta ini tampaknya sangat populer bagi masyarakat Bedugul. Bukan hanya itu, umat dari berbagai tempat di Bali kerap nunas tirta di tempat ini.

Diyakini tirta ini memberikan efek kesembuhan dan sebagai penyucian diri dari segala kekotoran. Dengan memohon tirta di tempat ini, kondisi badan yang sehat dan baik akan sangat sempurna untuk melaksanakan sembah sujud ke hadapan Dewa Brahma sebagai pencipta dan pemberi berkah bagi kehidupan manusia.

Pralingga yang terdapat di pura ini berupa simbol naga serta mempunyai pajenengan seperti tombak yang berujung dua. Busana pura ini lebih banyak dibalut dengan warga merah sebagai simbol memuja Dewa Agni atau Brahma di atas lotus.

Tanpa Binatang Berkaki Empat
Ada yang unik dari tata upacara keagamaan di pura ini. Menurut Klian Adat Bukit Catu I Wayan Puja Umbara, piodalan di pura ini jatuh pada Sabtu Kliwon Wuku Landep. Penggunaan binatang berkaki empat tidak diperbolehkan dipakai di pura ini. Jika ada upacara besar seperti ngenteg linggih dan karya piodalan jelih, maka upacara yang semestinya menggunakan binatang berkaki empat, sesuai dengan dresta yang berlaku diganti dengan binatang berkaki dua.

Contohnya babi butuan diganti dengan kokokan, sapi diganti dengan kukur, kerbau diganti dengan bebek selem, anjing diganti dengan bebek belang kalung dan kambing diganti dengan ayam klau gringsing. Sementara dalam pekasanaan upacara dipimpin oleh seorang pemangku tanpa menggunakan pedanda.

Ada tiga pemangku yang ngayah di pura ini yakni Jro Mangku Sudi asal Dusun Bukit Catu yang ngayah di Pura Agung Terate Bang, Jero Mangku Yasa asal Bukit Catu yang ngayah di Natar Ratu Lingsir, dan Jero Mangku Rangkus yang bertugas di Taman Beji. Pangemong pura ini adalah Banjar Adat Bukit Catu, yang dibina dan diayomi langsung oleh puri.

Sementara pangenceng-nya adalah Puri Marga Tabanan. Jika ada piodalan di Pura Penataran Beratan, di Danau Beratan, biasanya sepuluh pura pengider tedun ke sana, tetapi Batara Terate Bang tidak turun ke sana, namun dari Pura Beratan ada aturan ke Pura Terate Bang.

(upi)