Menjaga Bali dari Segara Rupek
TAK banyak yang tahu, ujung terjauh Bali di bagian barat
bukanlah di Gilimanuk, melainkan di Segara Rupek. Dalam
peta Pulau Bali, lokasi Segara Rupek ini tepat berada di
ujung hidung Pulau Bali. Ini termasuk wilayah Kabupaten
Buleleng. Dari sinilah sesungguhnya jarak dekat antara Bali
dengan Jawa dan di sinilah secara historis menurut sumber-sumber
susastra-babad, kisah pemisahan Bali dengan Jawa dimulai,
sehingga Bali menjadi satu pulau yang utuh dan unik.
Bisa dimengerti apabila tak banyak orang tahu betapa penting
dan strategis keberadaan Segara Rupek bagi Bali. Untuk mencapai
Segara Rupek relatif tidak mudah, bila hendak menempuh jalan
darat satu-satunya jalan yang bisa ditempuh mesti melewati
jalan menuju ke Pura Prapat Agung dan dari lokasi Pura Prapat
Agung ini masih harus dilanjutkan lagi menempuh perjalanan
darat sekitar 5 km menelusuri hutan lindung Taman Nasional
Bali Barat (TNBB).
Kondisi sarana, prasarana dan infrastruktur yang belum
memadai demikian kiranya turut pula mempengaruhi Segara
Rupek tidak mendapat perhatian semestinya, baik dari kalangan
tokoh masyarakat Bali, bahkan juga dari kalangan pemimpin
di Bali. Di Segara Rupek hingga kini belum ada pelinggih
sebagai tonggak atas suratan sejarah, padahal lokasi ini
jelas-jelas menjadi babakan dan tonggak penting dalam sejarah
Bali.
Berdasarkan sumber susastra maupun berdasarkan keyakinan
spiritual, saya menemukan bahwa lokasi Segara Rupek sudah
sepatutnya diperhatikan sekaligus di-upahayu. Yang ada sejauh
ini masih kurang layak. Menurut lontar Babad Arya Bang Pinatih,
Empu Sidi Mantra beryoga semadi memohon kerahayuan seisi
jagat kehadapan Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Baruna Geni,
Danghyang Sidimantra dititahkan untuk menggoreskan tongkat
beliau tiga kali ke tanah, tepat di daerah ceking geting.
Akibat goresan itu air laut pun terguncang, bergerak membelah
bumi maka daratan Bali dan tanah Jawa yang semula satu itu
pun terpisah oleh lautan, lautan itu dinamakan Selat Bali.
Guna lebih mempertebal rasa bakti sesuai dengan sumber
susastra, dan ikut juga mayadnya ngastitiang kerahayuan
jagat Bali, bahkan seluruh wilayah Indonesia maka: ngatahun
awehana uti; nista, madya, utama ayu jawa pulina mwang banten
bali pulina suci linggih dewa, paripurna nusantara. Artinya:
setahun sekali dilakukan upacara pakelem, banten dirgayusa
bumi, tawur gentuh pada hari Anggara Umanis, Wuku Uye.
*I Nyoman Laba/ Balipost |