Pura yang berlokasi di Banjar
Selat, Desa Sobangan, Mengwi, Badung ini, sebenarnya sudah berdiri
sejak sangat lama sekali, bahkan disebut berdiri semenjak manusia
masih mampu melihat dewa maupun sejak Bali masih enceh. Tapi baru
ditemukan kembali semenjak keluarga Mangku Made Sekep sakit-sakitan.
Di satu sisi terdapat berbagai kejaiban dan keunikan yang meyakini
pura ini betul-betul mempunyai taksu yang sangat tinggi.
Menengok sejarah Pura Dhalem Puri Puser jagat, sebaiknya tengok
dulu sejarah perjalanan Ritual I Gusti Agung Putu menuju kesuksesan.
Disebutkan Raja Mengwi dengan pusat ibu kota kerajaan Kawya Pura,
adalah Pertisentana Sri Nararya Kreshna Kepakisan dari trah Pangeran
Made Asak yang menurunkan I Gusti Agung Maruti, raja Gelgel terakhir
selama 26 tahun dari 1651-1677 Masehi. Keturunan beliau ini yang
menjadi raja pertama di Mengwi ialah I Gusti Agung Putu yang kemudian
bergelar Bima Sakti dan lebih terkenal dengan gelar Cokorda Sakti
Blambangan.
Kira-kira akhir abad ke-17 Masehi, ketika I Gusti Agung Putu
berada dalam asuhan penguasa Marga yaitu I Gusti Bebalang, beliau
pernah mengadakan perjalanan suci (ritual) ke arah timur dari
Desa Marga menuju Desa Sembung yang akhirnya sampai di Desa Sobangan
(Moncos) dan di sana beliau bersemadhi di sebuah pura kecil (Pura
Dhalem Puri Puser Jagat – Sobangan) dan memperoleh petunjuk
agar beliau datang dan mengadakan yoga semadhi mohon panugrahan
di Puncak Gunung Mangu.
Dalam yoga semadhi beliau di Puncak Gunung Mangu beliau memperoleh
petunjuk atau wahyu dari Hyang Hyanging Parwatha yaitu :
“Beliau akan mendapatkan kekuasaan atas daerah yang tampak
terang bila beliau memandangnya ke arah timur melihat setengah
terang dan setengah gelap, ke arah selatan nampak terang hingga
ke laut, ke arah barat nampak gelap, hanya di laut nampak terang”
Kemudian beliau kembali dari Puncak Mangu menuju Desa Sobangan
(Moncos) dan di pura kecil tempat beliau menerima petunjuk mengadakan
persembahyangan, matur piuning serta ngaturang prama suksma kehadapan
Ida Bhatara yang bersthana di sana. Kemudian pura kecil itu dinamai
Pura Dhalem Puri Puser Jagat sampai sekarang, sebagai palinggih
Ida Bhatara Hyang Pasupati, Dhalem Nusa, Naga Basuki dan lain-lain.
Selanjutnya beliau kembali ke Desa Marga, dan sesuai dengan wahyu
yang beliau terima di Puncak Gunung Mangu beliau I Gusti Agung
Putu mencapai kesuksesan menjadi seorang raja besar dengan gelar
Ida I Gusti Agung Made Agung Bima Sakti atau Cokorda Sakti Blambangan,
karena beliau menguasai daerah sampai ke Blambangan di Jawa Timur.
Demikian sekilas perjalanan suci Raja Mengwi pertama yang ada
kaitannya dengan Pura Dhalem Puri Puser Jagat Sobangan yang pemeliharaan
dan aci-acinya dilanjutkan oleh raja-raja Mengwi berikutnya, dengan
memerintahkan kepada leluhur si Kompyang Kerebek mengerjakan tanah
di sekitar pura tersebut dan merawat serta ngaci Pura Dhalem Puri
Puser Jagat Sobangan sebagaimana mestinya.
Pada tahun 1891 Masehi kerajaan Mengwi jatuh dan dikuasai kerajaan
Badung dan pura menjadi terlantar kurang terpelihara dan aci-acinya
hanya sekadarnya.
Masa Pemugaran dan Keunikannya
Kira-kira pada tahun 1949 Masehi si Kompyang Kerebek ahli waris
penerima perintah Raja Mengwi untuk merawat dan ngaci Pura Dhalem
Puri Puser Jagat Sobangan. Selanjutnya kepemilikan tanah tersebut
diteruskan oleh Si Kompyang Kerug (putra dari Si Kompyang Kerebek).
Si Kompyang Kerug mempunyai seorang putri bernama Ni Kompyang
Suwarti kemudian kawin dengan I Nyoman Kerta (nyentana). Sedangkan
I Nyoman Masi (penandu tanah tersebut), menggarap tanah itu dibantu
menantunya asal Desa Ayunan bernama I Made Sekep (nyentana).
Bermula dari suatu petaka yang dialami oleh seorang petani, keadaan
rumah tangga yang berantakan, sakit-sakitan dan beban mental berkepanjangan
dari keluarga I Made Sekep di Sobangan, ia menerima pawisik untuk
mengatasi permasalahan yang dialaminya, yang bersangkutan diberi
petunjuk melakukan yasa kerti di suatu tempat suci di Dusun Selat,
Desa Sobangan, Mengwi.
Atas petunjuk itu, I Made Sekep sekeluarga mencari informasi
tentang keberadaan tempat di mana dia perlu mengadakan yasa kerti
tersebut. Kemudian ternyata tempat di mana dia perlu mengadakan
yasa kerti tersebut. Kemudian ternyata tempat itu adalah tanah
garapan dari I Nyoman Masi (Mertuanya Made Sekep) di mana di atasnya
teronggok gundukan tanah yang berisi batu-batuan.
Berdasarkan petunjuk (pawisik yang diperoleh sebelumnya, pada
subha dewasa (dewasa ayu) tanggal 23 Maret 1983, I Made Sekep
dan keluarga mengadakan yadnya Pecaruan Panca Sata 5 ekor ayam/panca
warna). Upacara pecaruan itu dipuput (dienter dan dipuput oleh
mangku (sonteng) Pan Lamun dari Desa Sobangan. Melalui pamangku
tersebut diperoleh pawuwus (petunjuk) tempat itu adalah tempat
suci
“Pura Dhalem Puri Puser Jagat” ditunggui oleh roh-roh
halus dari para agung (Ksatria) dan pangiring-pangiring yang kebanyakan
berasal dari Kecamatan Mengwi. Abiansemal dan kecamatan lainnya
di Bali.
Berdasarkan keyakinan dan baktinya I Made Sekep dan keluarga
pada tahun 1987 di tempat gundukan di atas tanah garapannya dibangun
bangunan suci, palinggih beton cetakan dengan kelengkapan tembok
panyengker (batas) dan sehari-harinya (nitya kala) menghaturkan
sesaji sesuai dengan kemampuannya. Selanjutnya pada Pebroari tahun
1991 I Made Sekep dan keluarga kembali melaksanakan upacara pecaruan
Panca Sata. Pada waktu itu terjadi suatu keanehan, di mana pada
saat banten caru telah digelar (kebanjahan), di natar pura, tiba-tiba
dari gedong keluar seekor cecak. Kemudian cecak itu turun dan
pada kedua kaki depan cecak itu menyentuh tanah, cecak itu berubah
menjadi seekor ular belang (hitam putih).
Ular itu kemudian mengitari banten sebanyak tiga kali ke arah
kanan (murwa daksina) dan sekembalinya ke tempat semula ternyata
ular itu lenyap. Kejadian itu disaksikan pula banyak orang yang
ikut di dalam penyelenggaraan upacara itu.
Dari rasa ingin tahu dan lebih meyakinkan atas beberapa kejadian
yang dialami itu, kemudian I Made Sekep mengadakan kegiatan mapinunas
(menanyakan secara niskala) ke beberapa tempat :
Di Desa Tagtag Denpasar memperoleh bawos antara lain, supaya
I Made Sekep ngayah menjadi pamangku di tempat yang dibangun palinggih
itu. Hal ini sesuai dengan permintaan pemilik tanah (I Nyoman
Kerta) supaya I Made Sekep ngaturang ayah menjadi pamangku di
tempat tersebut, karena dari keluarga pemilik tanah tidak mendapatkan
restu untuk menjadi pamangku sesuai dengan hasil pinunas.
Di Desa Pejeng tahun 1995, ada pawuwus di pura tersebut sudah
ajeg sewaktu manusia masih mampu melihat Dewa.
Di Desa Teges Gianyar, mendapatkan pawuwus di pura tersebut sudah
ajeg semasih Bali yang artinya pura tersebut sudah berdiri sangat
lama.
Di Merajan Agung Puri Gelgel, mendapat bawos pada waktu pemerintahan
Raja Waturenggong beliau sempat merenovasi Pura Dhalem Puri Puser
Jagat Sobangan (sebagai Pura Dhalem Kedewatan). Tanggal 13 April
1997 di Desa Pejeng mendapat bawos antara lain, yang pertama kali
napak di palinggih pura wantah Ida Bhatara sane malingga ring
Luhur Pucak Gunung Lempuyang dan yang mengadakan renovasi/memperbaiki
pura wantah Kompyang Ida Bhatara Cokorda I Gusti Ngurah Agung
Shri Kreshna Kepakisan (dua tingkat di atasnya), sane kalinggihang
di Gedong majeng kauh kasarengan antuk leluhur-leluhur puri (lanang
wadon) sane sampun suci.
Tangal 19 Agustus 1998, di Desa Teges memperoleh bawos yang isinya
kurang lebih sama dengan di Desa Pejeng, namun ditegaskan Kompyang
dari Ida Cokorda Gusti Ngurah Agung Shri Kreshna Kepakisan pernah
sampai tinggal di Moncos/Sobangan kemudian moksah di sekitar pura.
Setelah Pemerintahan I Gusti Agung Maruti, prasasti yang diambil
oleh beliau kemudian dibuang di Sumur Sakti Puri Gelgel. Pada
waktu gejer gede (gempa besar) puri ini hancur lebur. Demikian
pula palinggih-palinggih di pura dan setelah itu masyarakat tidak
ada lagi yang memperhatikan pura.
Pawisik yang sama juga diperoleh di Puri Dalem Gelgel tanggal
28 Agustus 1998. Tanggal 26 Pebroari 2001, tangkil dari rombongan
Mangku Dalem Lembongan bersama Pak Nyoman Suweca dari Gemeh Denpasar,
Anak Agung Rai dari Puri Satria Denpasar yang disaksikan oleh
Pak Made Kantim (Bendesa Adat Ayunan), Pak Made Sudirga dari Sobangan
isi bawos adalah :
Setiap penangkilan baru ke Pura Dhalem Puri Puser Jagat, sebelumnya
menghadap/ mapiuning dulu ke pura linggih Pak Cok Agung Tresna,
karena beliau menjadi prakangge (patih) di Pura Dhalem Puri Puser
Jagat. Sebabnya Ida Bhatara Pak Cok Agung Tresna malinggih di
Sobangan untuk mengingatkan semua puri-puri, supaya eling ring
Pura Dhalem Puri Puser Jagat Sobangan, sebab pura ini dahulu merupakan
tempat raja untuk melakukan pinunas ica (kerahayuan) untuk keselamatan
rakyat. Pura Dhalem Puri Puser Jagat adalah Pura Purining Dhalem.
Tanggal 30 September 2001, di natar Pura Dhalem Puri Puser Jagat
Sobangan, datang seorang paranormal (Jro Mangku Sudiatmika) dari
Sesetan Denpasar, beliau mengatakan sesuai petunjuk yang diperoleh
Pura Dhalem Puri Pusering Jagat Sobangan sudah ajeg sewaktu Bali
belum ada desa-desa seperti sekarang, di mana pura disungsung
oleh manusia purba atau detya.
Pawisik yang sama juga diperoleh Mangku Made Sekep sendiri pada
hari Minggu Keliwon, sasih Kasa, Watugunung tanggal 17 Juli 2005
pada saat beliau makemit (bersemadhi) di pura berupa suara berasal
dari palinggih Padmasana yang mengatakan : Pura Dhalem Puri Puser
Jagat dibangun pada waktu Pulau Bali masih dalam keadaan hutan
belantara. Pura tersebut pernah dituntun oleh masyarakat Sobangan,
namun palinggih Prajapati tidak termasuk di dalamnya dengan Ida
Dhalem Lempuyang masih tetap di Pura Dhalem Puri Puser Jagat.
|