Bendesa Jero Kuta, Pejeng, A.A. Gede Putra, S.H. yang
sempat dihubungi beberapa waktu lalu juga tidak mau memaparkan
berkenaan dengan adanya pura tersebut. Hal ini disebabkan
oleh belum adanya data yang jelas berkaitan dengan keberadaan
pura. Selain itu, untuk Pura Penataran Sasih hingga saat
ini juga belum mempunyai purana.
Namun, dari beberapa referensi dan sumber yang ada menyebutkan
bahwa Pura Penataran Sasih adalah pura tertua yang merupakan
pusat kerajaan pada zaman Bali Kuno. Bahkan seorang arkeolog
R. Goris dalam buku ''Keadaan Pura-pura di Bali'' juga menyebutkan
bahwa pusat kerajaan pada zaman Bali Kuno terletak di Bedulu,
Pejeng.
Pura Penataran Sasih juga merupakan pura penataran sekaligus
sebagai pemujaan awal terjadinya kehidupan di dunia. Sedangkan
jika berpijak dari hasil penelitian terhadap peninggalan
benda-benda kuno di areal pura, maka diduga Pura Penataran
Sasih telah ada sebelum pengaruh Hindu masuk ke Bali. Diperkirakan
hal tersebut setara dengan zaman Dongson di negeri Cina,
sekitar 300 tahun Sebelum Masehi. Sementara itu adanya Hindu
masuk ke Bali diperkirakan sekitar abad ke-8.
Nekara perunggu yang terdapat di Pura Penataran Sasih mengandung
nilai simbolis magis yang sangat tinggi. Pada nekara tersebut
terdapat hiasan kodok muka sebagai sarana penghormatan pada
leluhur sebagai pelindung. Dalam kaitannya ini simbolis
magis tersebut berfungsi sebagai media untuk memohon hujan.
Di samping nekara perunggu, di Pura Penataran Sasih juga
terdapat peninggalan berupa pecahan prasasti yang ditulis
pada batu padas. Hanya tulisan yang mempergunakan bahasa
Kawi dan Sansekerta itu tidak bisa dibaca karena termakan
usia. Namun, dari hasil penelitian yang dilakukan, ada kemungkinan
pecahan prasasti tersebut berasal dari abad ke-9 atau permulaan
abad ke-10. Di Pura Penataran Sasih juga tersimpan pula
beberapa peninggalan masa Hindu masuk ke Bali, seperti prasasti
dari batu yang berlokasi di jeroan di bagian selatan. Prasasti
tersebut berkarakter huruf dari abad ke-10. Di bagian jaba
pura, di sebelah tenggara ada fragmen atau bekas bangunan
memuat prasasti beraksara kediri kwadrat (segi empat) yang
menyebutkan Parad Sang Hyang Dharma yang artinya bangunan
suci.
Pura Penataran Sasih sendiri terdiri atas lima palebaan,
meliputi Pura Penataran Sasih sebagai pura induk. Bagian
utara terdapat Pura Taman Sari, Pura Ratu Pasek, dan Pura
Bale Agung. Sedangkan untuk bagian selatan terdapat Pura
Ibu. Untuk areal Pura Penataran Sasih terutama di jeroan
terdapat beberapa pelinggih. Dari pintu masuk, pada sisi
jaba tengah terdapat bangunan Padma Kurung sebagai tempat
penyimpenan Sang Hyang Jaran.
Deretan bagian timur terdapat bangunan pengaruman yang
biasanya difungsikan sebagai tempat menstanakan simbol-simbol
Ida Batara dari Pura Kahyangan Tiga di seluruh Pejeng. Pada
bagian utara balai pengaruman terdapat pelinggih Ratu Sasih.
Di samping itu, ada pula pesimpangan Ida Batara Gana dan
gedong pasimpangan Ida Batara Brahma di deret selatan. Sementara
itu, pada bagian utara terdapat gedong pasimpangan Batara
Wisnu, dan di bagian barat terdapat gedong pasimpangan Batara
Mahadewa.
Untuk piodalan di Pura Penataran Sasih terbagi dalam dua
bagian. Tiap 210 hari tepatnya Redite Umanis, wuku Langkir,
berlangsung upacara yang dinamakan upacara panyelah yang
berlangsung selama tiga hari. Sedangkan untuk karya agung
berlangsung pada purnama kesanga, nemu pasah.
Tarian Sang Hyang Jaran
Di samping sebagai pura yang menyimpan benda-benda purbakala,
Pura Penataran Sasih juga terkenal dengan tarian sakralnya
yakni tarian Sang Hyang Jaran. Tarian tersebut dipentaskan
bilamana di Pura Penataran Sasih diselenggarakan upacara
besar seperti upacara ngenteg linggih dan caru balik sumpah.
Tarian ini biasanya dibawakan oleh empat orang penari.
Bahkan, untuk penarinya ini bukanlah orang sembarangan.
Untuk penari biasanya akan hadir beberapa waktu sebelum
tarian tersebut dipentaskan. Kehadirannya tersebut terjadi
secara mendadak atas petunjuk sesuhunan. Orang tersebut
akan tiba-tiba karauhan (kesurupan). Orang yang karauhan
tersebut bisa saja warga dari luar daerah Pejeng.
* a. dharmada
|