Terkait pengenalan rute baru Denpasar - Balikpapan (pp),
Garuda Indonesia Denpasar menggelar Famtrip. Kegiatan ini
diikuti kalangan travel agent, perhotelan, kargo, asosiasi
pariwisata dan unsur pemerintah serta wartawan. Kegiatan
ini berlangsung tiga hari sejak Jumat (4/5) lalu dimulai
di Balikpapan. Selama di Kaltim, peserta Famtrip sempat
mengikuti berbagai program, antara lain mengunjungi museum,
tirtayatra, berwisata dan hotel inspection. Berikut laporan
perjalanan wartawan Bali Post Gregorius Rusmanda yang ikut
serta dalam Famtrip yang diprakarsai Garuda Denpasar itu.
-----------------------------------------------------------
Untuk mencapai Balikpapan kini, tak lagi perlu bersusah-susah
melewati Surabaya dan Jakarta dengan risiko penundaan berjam-jam.
Sejak 23 April lalu, Garuda Indonesia sudah melayani rute
baru Denpasar - Balikpapan (pp) dengan transit di Makassar
atau Yogyakarta. Perjalanan dari Denpasar ke Balikpapan
sekitar 2 jam 15 menit plus waktu transit sekitar 20 - 30
menit.
Dengan menggunakan pesawat GA 544 milik Garuda Indonesia,
rombongan kami tiba di Bandara Sepinggan, Balikpapan, Jumat
(4/5) sore pkl. 18.10 wita. Renyai hujan menyambut kami
di ujung kota Balikpapan yang bersih dan cukup hijau. Setelah
mengikuti acara penyambutan di Blue Sky Hotel, rombongan
bermalam di Comfort Hotel Sagita, jaraknya 30 menit perjalanan
dari Bandara Spinggan.
Keesokannya pagi-pagi sekali, pkl. 07.30 wita, rombongan
Famtrip sudah berangkat ke Tenggarong, Kutai Kartenegara
yang jaraknya sekitar 70-an km dari Balikpapan. Perjalanan
darat yang cukup melelahkan bisa diobati dengan banyolan
Joko Purwanto dari Trans Borneo Adventure Tours & Travel
Balikpapan. Sepanjang perjalanan Joko banyak membanyol dan
menghibur.
Ketua Rombongan Famtrip dari Bali Hary Manopo dan "Kepala
Suku" Made Bagiada, GM Grand Bali Beach, terpingkal-pingkal
mendengar anekdot-anekdot Joko. Bagiada disebut "Kepala
Suku" karena dialah peserta paling berumur dalam rombongan.
Kendati medannya tidak terlalu berat, namun karena di kiri-kanan
jalan banyak dijejali hutan melulu, tak pelak rasa kantuk
menyergap sebagian peserta.
Pintu Masuk
Balikpapan, Samarinda dan Tenggarong merupakan tiga kota
yang paling populer di Kalimantan Timur. Balikpapan merupakan
"pintu masuk" ke Kaltim karena di sanalah terletak
Bandara Sepinggan. Samarinda merupakan ibu kota Propinsi
Kaltim dan Tenggarong adalah ibu kota Kutai Kartanegara,
kabupaten terkaya di Indonesia.
Balikpapan dan Samarinda mungkin banyak dikenal sebagai
poros ekonomi di Kalimantan, khususnya Kaltim. Sementara
Kutai Kartanegara juga memendam nilai historis. Di sana
pada abad ke-14 pernah berdiri kerajaan Hindu tertua, yakni
Kutai Kartanegara dengan raja pertamanya Kudungga. Kerajaan
ini sempat menikmati masa keemasan pada masa pemerintahan
Mulawarman.
Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai Kertanegera, yang
luasnya 76,3 kilometer persegi ini terletak sekitar 45 kilometer
sebelah barat Samarinda, Kaltim. Atau kalau ditilik dari
Balikpapan, jauhnya sekitar 3 jam perjalanan. Perjalanan
darat dari Balikpapan cukup melelahkan kendati Bukit Suharto
dan Sungai Mahakam yang panjangnya mencapai 920 km bisa
menjadi teman seperjalanan.
Sepintas, Tenggarong tidak berbeda dibandingkan dengan
ibu kota kabupaten lainnya di Indonesia. Tata kotanya cukup
bagus dengan hiasan taman yang asri. Menurut Joko Purwanto
dari Trans Borneo Adventure Tours -- guide kami selama di
Kaltim -- dengan PAD di atas Rp 2 trilyun per tahun memang
membuat pemda setempat bisa membuat kreasi apa pun. Termasuk
mengembangkan pariwisata di Pulau Kumala.
Tidak mengherankan karena di Kabupaten Kutai Kertanegara
terdapat berbagai sumber kekayaan alam. Seperti tambang
minyak dan gas, tambang batu bara dan hasil kayu dari hutan
yang tersebar hampir di seluruh wilayahnya.
"''engan dana sebanyak itu, pemkab di sini bisa membangun
segala hal dengan spirit program Gerbang Dayaku, singkatan
dari Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai," jelas
Joko.
Melalui program ini, Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara
ingin meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Saban tahun,
Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara mengucurkan dana
Rp 1 milyar bagi tiap desa/kelurahan yang digunakan untuk
pembangunan infrastruktur desa. Juga untuk pengadaan bibit
tanaman dan hewan serta pinjaman untuk modal usaha.
Pengembangan sektor pariwisata di sana juga cukup pesat,
kendati dari segi pemeliharaan dan dukungan SDM belum begitu
memadai. Pembangunan pariwisata di wilayah ini terbagi dua,
yakni pariwisata modern (buatan) dan pariwisata alam.
Pariwisata modern ditunjukkan dengan pembangunan Pulau
Kumala -- sebuah delta seluas 76 hektar yang berada di tengah-tengah
Sungai Mahakam.
Menurut Joko, awalnya banyak warga yang mencemooh pengembangan
Pulau Kumala ini, namun Pemkab Kutai Kertanegara jalan terus.
Setelah hampir rampung, Pulau Kumala cukup mempesona. Di
salah satu bagiannya berdiri megah patung Lembu Suana yang
merupakan simbol kota Tenggarong. Kini, pulau mungil ini
dibanjiri wisatawan, khususnya wisatawan domestik dari bergai
penjuru Indonesia.
Maklum, fasilitas hiburan di sana cukup lengkap, bahkan
beberapa di antaranya belum ada di Bali. Antara lain, menara
pemantau (sky tower) yang tingginya mencapai 80 meter. Diiringi
alunan musik, pengunjung bisa menikmati pemandangan seantero
kota Tenggarong dengan leluasa hanya dengan Rp 7.500. Pulau
Kumala juga dilengkapi kereta gantung dan arena permainan
anak seperti bom-car.
"Fasilitas hiburan seperti ini mestinya bisa dibangun
di Bali," usul Ni Wayan Sritini dari Prakerti Indonesia
Wisata, Tours and Travel yang juga menjadi peserta Famtrip
Garuda Cabang Denpasar. Sritini lantas mengingatkan kawasan
GWK menjadi lokasi yang cukup ideal untuk dibangun sky tower.
"Pemandangan Denpasar dan Bali Selatan bisa ter-cover
seluruhnya dari menara seperti itu," lanjut Sritini.
Wahana kereta gantung juga dapat kita temukan di Pulau
Kumala. Kereta gantung yang panjangnya sekitar 1 kilometer
ini terbentang dari Pulau Kumala ke tepian Kota Tenggarong.
Dan, untuk anak-anak berbagai permainan seperti bom bom
car, arena mobil kecil atau go-car serta kereta mini disediakan
untuk menambah ramai suasana. Di Tenggarong juga terdapat
hotel kecil berupa resort yang terdiri atas 22 kamar hotel
serta 21 cottage.
Pembangunan pariwisata modern yang dilakukan Pemkab Kutai
Kertanegara tidak melupakan pariwisata alam.
Bukit Bangkirai yang hutannya masih perawan juga dikembangkan
sebagai pariwisata alam. Beraneka pohon baik dalam ukuran
besar maupun kecil serta flora dan fauna lainnya terdapat
di hutan ini. Seperti ratusan jenis burung pun tampak di
hutan seluas 1.500 hektar ini.
Di Bukit Bangkirai ini wisatawan akan merasakan sensasi
yang berbeda saat menaiki canobrige atau jembatan di atas
pohon yang menjadi andalan daerah ini.
Dalam catatan pariwisata nasional, jembatan ini merupakan
jembatan tajuk pertama di Indonesia dan ke-8 di dunia. Bukit
Bangkirai diharapkan menjadi penyeimbang pembangunan pariwisata
modern di Kabupaten Kutai Kertanegara.
Untuk melengkapi kepariwisataannya, pemda dan komponen
pariwisata setempat juga menggelar event tahunan, seperti
Festival Terao. Dalam acara ini dipentaskan berbagai kesenian
daerah dari seluruh suku yang ada di wilayah Kutai Kertanegara.
Terao yang dalam bahasa Kutai berarti berkumpul merupakan
salah satu acara sebagai wujud rasa syukur masyarakat setempat
atas berkah alam yang dianugerahkan Sang Pencipta.
Bagi kita di Bali, selain wisata "duniawi" di
atas, bisa juga menjalani wisata spiritual dalam bentuk
tirtayatra ke Pura Payogan Agung Kutai. (Tulisan lengkapnya
diturunkan di harian ini edisi 8-9 Mei 2007). Pura ini erat
kaitannya dengan Kerajaan Hindu pertama di Indonesia, Kutai
Kartanegara. Di pura ini rombongan sempat bertegur sapa
dengan masa lalu kita sebagai bangsa. Kapan Anda ke sana?
(*) |