Kerta Kawat Diburu para Pejabat
Para pejabat atau orang yang hendak meraih jabatan, sepatutnya
tak lupa tangkil ke Pura Kertha Kawat. Ida Batara I Dewa
Mentang Yuda atau lumrah disebut Ida Batara Hakim Agung
yang berstana di sini diyakini mampu memberi kasukertan
jagat
Bila Anda menyebut nama pura di Buleleng, Pura Pulaki jelas
tak pernah terlupakan. Pura yang berlokasi Buleleng Barat
ini, memang dikenal sebagai satu pura yang kerap disinggahi
orang-orang, lebih-lebih yang melintasi di pinggir pantai
jalur Jalan Raya Gerokgak–Gilimanuk, sebelum sampai
mereka seolah-olah wajib berhenti sejenak di depan Pura
Pulaki. Di tempat suci berkategori dang kahyangan ini, sesuai
Purana Pulaki terkait dengan perjalanan Danghyang Dwijendra
yang di Bali juga berjuluk Padanda Sakti Wawu Rauh, rohaniwan
dari Jawa Timur, di tanah Bali abad ke-16, mereka mencakupkan
tangan, mohon pada Hyang Mahadewi penguasa di Pura Pulaki
supaya diberikan keselamatan dalam perjalanan. Lazimnya
pura sad kahyangan, dang kahyangan , maupun kahyangan jagat
lain, maka Pura Pulaki juga memiliki beberapa pura pasanakan
(kerabat). Lokasinya berada di empat arah mata angin. Satu
di antaranya Pura Kertha Kawat yang berlokasi di Banjar
Kertha Kawat, Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten
Buleleng. Berjarak kurang lebih satu kilometer dari Jalan
Raya Gerokgak-Gilimanuk.
Sekitar dua kilometer arah tenggara Pura Agung Pulaki.
Sama halnya dengan Pura Pulaki, tempat suci yang berlokasi
di tengah tegalan, pada kaki bebukitan nan menjulang ini
juga dikenal sebagai peninggalan Danghyang Dwijendra. Sesuai
tersurat dalam buku Purana Pura Pulaki yang diterbitkan
Dinas Kebudayaan Propinsi Bali pada 10 Oktober 2003, Pura
Kertha Kawat posisinya berada di sisi timur sebagai stana
Batara I Dewa Mentang Yuda atau Batara Ngertanin Jagat kini
lumrah disebut Ida Batara Hakim Agung. Sebagai tempat berstana
Ida Batara Ngertanin Jagat, tentu manifestasi Tuhan yang
berstana di Kertha Kawat mampu memberi kesejahteraan dan
keadilan pada masyarakat.
Kepercayaan itu pula yang mendasari hingga banyak orang
datang ke Pura Kertha Kawat. Di Bali, pun berbagai daerah
lainnya di Indonesia, seseorang yang hendak meraih jabatan
dan menunaikan tugas setelah menjabat di pemerintahan maupun
swasta, mereka merasa tak cukup percaya mengandalkan kemampuan
diri. Berbekal keahlian semata. Guna lebih memantapkan langkah
dalam mencapai tujuan, kerap pula menempuh jalan niskala
. Memohon berkah, petunjuk, dan bimbingan dari Hyang Mahaagung.
Mereka berkeyakinan beberapa tempat suci, di antaranya Pura
Kertha Kawat, dirasakan cocok sebagai tempat memohon berkah
seperti itu. Dalam cermat Pamangku Pura Kerta Kawat, Ida
Bagus Putu Darmika, hampir saban hari ada yang bersujud
ke hadapan penguasa Pura Kertha Kawat. Terlebih saat transportasi
darat bertambah lancar, kapasitas warga Hindu yang datang
semakin melonjak.
Penangkilan bukan saja dari daerah Bali Utara (Buleleng-red).
Tak sedikit pula berasal dari berbagai wilayah di Bali Selatan
dan Bali Tengah. “ Pamedek dari luar Bali juga ada,”
tunjuk rohaniwan yang akrab disapa Ratu Aji Mangku ini.
Warga yang tangkil ke Kertha Kawat memang tak semata-mata
untuk mempertahankan jabatan atau meraih posisi penting
di pemerintahan. Banyak pula yang sekadar mohon keselamatan
dari Ida Batara Hakim Agung. “Saya tak terlalu banyak
tahu prihal pura ini,” Ida Bagus Darmika mengakui.
Tapi dosen pengajar di Universitas Hindu Indonesia (Unhi)
Denpasar ini mencermat, Kertha Kawat beserta pasanakan Pura
Agung Pulaki, lebih teridentifikasi sebagai pura fungsional.
Artinya disesuaikan dengan profesi dan fungsi masing-masing.
Pura Melanting misalkan, di samping pamedek umum, diyakini
pula sebagai satu tempat suci yang mampu mendatangkan rezeki
bagi pedagang. Maka, orang-orang yang berprofesi sebagai
pedagang, pebisnis, dan penjual jasa banyak tangkil ke pura
ini. “Begitu pula yang saya amati dengan Pura Kertha
Kawat,” peneliti beberapa pura ini menegaskan. Masih
sedikit sumber yang menyebutkan keberadaan Pura Kerta Kawat,
memang. Pun data dari masyarakat pangempon, Kertha Kawat
di- empon warga desa pakraman se-Kecamatan Seririt dan Gerokgak,
tepatnya yang berdiam dari sebelah timur Cekik (Jembrana)
dan sebelah barat Tukad Saba, tiada banyak bisa dijelaskan.
Mereka hanya tahu bertanggung jawab terhadap segala kegiatan
di Pura kerta Kawat dan pasanakan Pura Agung Pulaki lain,
seperti terhadap penyelenggaraan piodalan yang dilaksanakan
bersamaan dengan Pura Agung Pulaki, selama tujuh hari. Bedanya,
puncak karya dilakukan secara berjenjang. Karya bertepatan
dengan Purnama Kapat (September-Oktober). Piodalan di pura
pasanakan, termasuk di Kerta Kawat, mengikuti upacara di
Pulaki, dilakukan dua hari setelah Puranama Kapat, pada
pangelong ping kalih . Pada Purnama Kapat puncak karya di
Pura Pulaki, keesokan harinya di Pura Melanting, hari kedua
di Kerta Kawat, panglong ping tiga puncak piodalan di Pemuteran,
dan terakhir di Pura Pabean. “Bangunan suci di sini
tak terlalu banyak,” Ratu Aji Mangku mengingatkan.
Gedong yang berada di tengah-tengah merupakan palinggih
pokok di Pura Kerta Kawat. Di sini berstana Ida Batara Hakim
Agung atau Batara Ngertaning Jagat. Kemudian ada padmasana
sebagai stana Ida Batara Luhuring Akasa. Di samping kanan
kiri gedong ada palinggih bale sidang yang diyakini warga
sebagai tempat menggelar sidang.
I Wayan Sucipta . |