Pura Agung Kentel Gumi, Klungkung
 
 
Pura Agung Kentel Gumi, Klungkung
Pura Agung Kentel Gumi, Klungkung
Tempat Memohon Kerahayuan Jagat

Pura Agung Kentel Gumi sebagai salah satu Triguna Pura atau Kahyangan Tiga Bali, memiliki beberapa kelompok pura. Pura yang sedang direhab dan berjarak sekitar 43 km dari kota Denpasar ini, terletak di Desa Tusan, Banjarangkan, Klungkung. Apa saja yang bisa disimak dari keberadaan pura yang merupakan tempat nunas kerahayuan jagat serta kental dengan makna simbolik ini? Bagaimana kelak tampilan arsitekturalnya setelah dilakukan pemugaran?

Pada dasarnya, pura merupakan simbol gunung atau alam semesta, tempat suci untuk menghubungkan diri dan memuja kebesaran Hyang Maha Pencipta dengan berbagai prabhawa-Nya. Di sini, Pura Agung Kentel Gumi berfungsi sebagai tempat memuja Tuhan dalam manifestasi-Nya selaku Sang Hyang Reka Bhuwana (pencipta alam semesta).

Berdasarkan lontar "Raja Purana Batur", Pura Agung Kentel Gumi merupakan salah satu dari Tri Guna Pura atau Kahyangan Tiga Bali, yakni sebagai Pura Puseh Bali, tempat mohon kedegdegan dan kerahayuan jagat. Sementara Pura Batur sebagai Pura Desa-nya, tempat mohon kesuburan, dan Pura Agung Besakih sebagai Pura Dalem-nya, tempat memohon kesucian sekala-niskala. Jadi, Pura Agung Kentel Gumi juga menjadi bagian amat penting sebagai Pura Kahyangan Jagat yang di-sungsung seluruh umat Hindu.

Konon dulu, diawali tancapan sebuah tiang dari Mpu Kuturan, sebagai pacek atau pasak, menjadikan suatu tempat menjadi pancer jagat atau dasar bumi pemberi keajegan gumi Bali yang sebelumnya sering gonjang ganjing oleh kerusuhan di dalam kehidupan masyarakatnya. Dari keadaan yang kembali pulih itulah konon nama Kentel Gumi bermula. Kentel artinya kental atau padat, memiliki makna "akrab", sedangkan gumi berarti bumi, dunia atau tanah.

Kira-kira, Kentel Gumi bermakna "terwujudnya persatuan dan kesatuan yang kental dengan suasana keakraban dan kedamaian hidup di bumi". Atau memiliki makna simbolik: penegakan kembali eksistensi spiritualitas pulau Bali oleh Mpu Kuturan yang luluh lantak sebelumnya akibat kekuasaan Raja Maya Denawa yang memerintah pada 962 M-975 M. Mpu Kuturan berhasil menertibkan dan menegakkan kembali kemasyarakatan penduduk Bali yang sebelumnya dihancurkan oleh pemberontakan Maya Denawa.

Tiga Kelompok

Pura Agung Kentel Gumi yang memiliki luas areal sekitar 50-an are ini pada dasarnya merupakan sebuah kompleks pura. Memiliki tiga kelompok: (1) Pura Agung Kentel Gumi, di dalamnya terdapat sekitar 19 bangunan suci (palinggih); (2) Pura Maspahit dengan lima palinggih; (3) Pura Masceti yang memiliki tujuh palinggih. Ketiga kelompok pura ini terdapat di area jeroan atau hulu pura (utama mandala), yang hanya dibatasi panyengker pura satu sama lain.

Di sebelah barat dari ketiga kelompok pura tadi terdapat Perantenan Suci, Bale Paebatan (berbatasan dengan jaba tengah), dan Pura Bale Agung (berbatasan dengan jaba sisi). Lantas, bagaimana dengan bangunan meru yang terdapat di jeroan Pura Agung Kentel Gumi ? Bagian pura mana direnovasi atau direstorasi? Adakah pergeseran atau penambahan palinggih atau bangunan pelengkap yang baru?

Meru perlambang Gunung Mahameru, stana Dewa-Dewi, Bhatara-Bhatari leluhur berdasarkan lontar-lontar "Jaya Purana", "Wariga Catur Winasa Sari", "Kesuma Dewa", "Widhi Sastra", dan "Purana Dewa". Landasan filosofis meru berlatar belakang kepercayaan terhadap gunung yang disucikan, stana para dewa dan roh leluhur. Untuk kepentingan pemujaan, gunung suci itu disimbolkan dengan replikasi wujud bangunan meru. Di pura ini, meru tumpang 11 (sebelas) merupakan stana Batara Sakti. Meru tumpang 9 sebagai linggih Batara Mahadewa, tumpang 7 stana Batara Segara, tumpang 5 linggih Batara di Batur, dan tumpang 3 stana Batara Ulun Danu.

Punya Keyakinan

Kendati tak jelas kapan Pura Agung Kentel Gumi mulai dibangun, namun menyitir suratan "Babad Bendesa Mas", pura ini dibangun oleh Mpu Kuturan. Itupun -- konon -- setelah mengalami pemugaran, karena disebutkan beberapa palinggih sudah ada sebelum Mpu Kuturan datang. Sementara Raja yang memerintah (pada saat Mpu Kuturan tiba dan membangun Pura Agung Kentel Gumi ) adalah pada masa pemerintahan Raja Sri Kresna Kepakisan yang memerintah Bali pada 1350 Masehi, setelah Maha Patih Gajah Mada berhasil menaklukkan kekuasaan Raja Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten. Saat kekuasaan Raja Sri Kresna Kepakisan (di abad ke-14) itulah keadaan raja, rakyat dan alam benar-benar stabil, manakala perhatian difokuskan pada pembangunan dan pengembangan Pura Agung Kentel Gumi .

Tuhan pada awal penciptaannya mewujudkan semesta secara seimbang sebelum manusia ikut ambil bagian mencemari dan merusak alam. Upaya manusia dan generasi penerusnya adalah selain untuk senantiasa menjaga kerukunan hidup bermasyarakat juga kelestarian alam semesta. Pada-Nya setiap orang patut wajib melakukan doa persembahan atau meningkatkan denyut spiritualitas pada Hyang Pencipta, agar setiap insan senantiasa meningkatkan kebaikan perilakunya. Tuhan dipuja juga sebagai pemberi stabilitas dalam arti luas.

Jadi, sejumlah palinggih yang dibuat boleh dikata sebagai tempat stana Tuhan dengan segala manifestasi-Nya yang dibuat sesuai lontar "Asta Dewa" dan "Asta Kosala-Kosali". Di sisi lain, sebagai penghormatan spiritual terhadap Mpu Kuturan, dibangun palinggih Manjangan Saluang. Ada pula palinggih yang berfungsi sebagai tempat pemujaan Batara Brahma, disebut palinggih Catur Muka. Tempat pemujaan Tuhan sebagai Parama Siwa, Sadha Siwa dan Siwa (stana Mpu Tri Bhuwana), dinamakan palinggih Sanggar Agung Rong Telu, selain ada beraneka palinggih lain yang disebut pasimpangan.

* n.g. suardana