Iyam te rad yantasi yamano
dhruvo-asi dharunah
kryai tva ksemaya tva
rayyai tva posaya tva.
(Yajurveda IX.22).
Maksudnya:
Wahai para pemimpin menjadikan pengawas kehidupan di negaramu,
engkau mawas dirilah, teguhkanlah hatimu, dan dukunglah
kehidupan warga negaramu. Kami mendekat padamu demi kemajuan
kehidupan pertanian demi kesejahteraan masyarakat dengan
kemakmuran yang melimpah.
Pura Indrakila berada di Desa Dausa Kecamatan Kintamani
kira-kira 40 km utara kota Bangli. Pura ini terletak di
sebuah bukit kecil. Untuk mengungkap keberadaan sejarah
pura ini memang belum ditemukan sumber-sumber tertulis yang
cukup jelas. Dari suatu turunan prasasti ada yang sedikit
menyinggung keberadaan Pura Indrakila ini.
Menurut Dr. R. Goris dalam bukunya Sejarah Bali Kuno menyimpulkan
prasasti tersebut dikeluarkan pada zaman pemerintahan Raja
Jayasakti di Bali dari tahun 1133-1150 Masehi. Pada zaman
ituah diperkirakan Pura Indrakila tersebut dibangun. Dari
cerita rakyat secara turun-temurun didapatkan penjelasan
bahwa Pura Indrakila tersebut ada hubungannya dengan salah
satu episode ceritera Mahabharata yang menyangkut pertapaan
Arjuna -- penengah Pandawa -- di Gunung Indrakila.
Pura Indrakila ini dibuat atas kehendak raja sebagai tempat
untuk bermeditasi atau bertapa. Karena kedudukan seorang
raja amat strategis dengan tanggung jawab yang amat berat
memimpin negara kerajaan, terutama menciptakan iklim hidup
yang dapat memajukan kesuburan alam dan kemakmuran rakyatnya.
Seorang pemimpin tidak mungkin bisa berbuat banyak pada
rakyatnya apabila dirinya sendiri tidak cukup kuat mengemban
tugas dan tanggung jawab yang cukup berat. Karena itu, kutipan
Mantra Yajurveda, Tuhan mensabdakan agar seorang pemimpin
mawas diri dan meneguhkan hatinya terlebih dahulu. Pemimpin
yang mawas diri dan memiliki hati yang teguhlah akan mendapatkan
wara nugraha dari Tuhan untuk memajukan kehidupan rakyatnya
lahir batin, seperti Arjuna melakukan tapa sebelum menghadapi
Bratayudha.
Nampaknya hal inilah yang menjadi latar belakang pendirian
Pura Indrakila di Desa Dausa, Kintamani tersebut. Raja ingin
dalam menyelenggarakan pemerintahannya melakukan olah tapa
agar memiliki kemampuan mawas diri dan ketetapan hati dalam
menghadapi berbagai tugas dan tanggung jawab yang berat
sebagai seorang pemimpin. Karena pemimpin akan berhadapan
dengan berbagai gangguan, tantangan, godaan dan hambatan
dalam tugas-tugasnya sehari-hari sebagai pemimpin, apa lagi
sebagai raja yang memiliki kekuasaan yang besar dan luas.
Tanpa mawas diri dan punya keteguhan hati, bisa mudah tergoyahkan
oleh berbagai godaan, hambatan dan tantangan dalam melakukan
tugas dan kewajibannya sebagai pemimpin. Dengan melakukan
olah tapa untuk meraih karunia Tuhan sebagai yang mahasuci
dan mahakuasa, seorang pemimpin akan memiliki kekuatan untuk
lebih mawas diri dan tidak mudah tergoda oleh berbagai ilusi
dunia maya ini.
Nampaknya cerita Arjuna Tapa di Gunung Indrakila inilah
yang memberikan inspirasi untuk mendirikan Pura Indrakila
sebagai tempat sang raja bertapa. Pura Indrakila ini didirikan
di atas sebuah bukit sebagai bentuk replika Gunung Indrakila
tempat Arjuna di India. Pelinggih utama di Pura Indrakila
itu adalah Padmasana dengan tiga ruang sebagai simbol pemujaan
Sang Hyang Tiga Wisesa atau Sang Hyang Tri Purusa sebagai
jiwa agung Tri Loka.
Pemujaan Tuhan sebagai Sang Hyang Tiga Wisesa bertujuan
untuk membangun kekuatan spiritual agar umat manusia yang
hidup di Bhur Loka ini tidak melakukan hal-hal yang dapat
merusak keadaan di Bhuwah dan Swah Loka. Karena sudah saat
itu ada wawasan bahwa kesalahan dalam menata hidup di Bhur
Loka dapat merusak keadaan di Bhuwah dan Swah Loka.
Ternyata pada zaman modern ini, hal itu sudah dapat dibuktikan
dengan nyata. Seperti menggunakan alat-alat hidup berbagai
mesin yang mengeluarkan asap mengotori ruang angkasa. Angkasa
yang penuh polusi sudah terbukti menimbulkan berbagai penyakit
dan sangat mengganggu kehidupan tumbuh-tumbuhan, hewan dan
manusia di bumi ini.
Di samping itu pemujaan Tuhan sebagai Sang Hyang Tri Purusa
itu sebagai wujud bahwa Tuhan itu ada di mana-mana sebagai
jiwa agung dari Bhur Loka, Bhuwah Loka dan juga Swah Loka.
Sebagai jiwa agung Bhur Loka disebut Batara Siwa, di Bhuwah
Loka sebagai Batara Sada Siwa dan di Swah Loka sebagai Paramasiwa.
Pura ini pada mulanya sudah sangat rusak secara fisik dan
sudah beberapa kali perbaikan dan perluasan serta mendapatkan
penambahan beberapa pelinggih. Pertama-tama perbaikan itu
dilakukan tahun 1961-1963 dengan dilanjutkan dengan kelengkapan
upacara sebagaimana umumnya berlaku bagi pura yang mendapatkan
perbaikan dan perluasan.
Menurut keterangan pemangku pura, Pura Indrakila adalah
Pura Dang Kahyangan yang tergolong Kahyangan Jagat. Fungsi
Pura Dang Kahyangan adalah sebagai pura tempat berguru yaitu
belajar dan berlatih kerohanian pada guru spiritual untuk
memperkuat jati diri dalam mengamalkan swadharma sesuai
dengan Asrama dan Varna masing-masing. Upacara piodalan
di Pura Indrakila ini setiap Purnama Sasih Kapat.
Pula Indrakila ini sudah beberapa kali mendapatkan perbaikan
sehingga di pura ini terdapat banyak pelinggih pesimpangan
dari berbagai Pura Kahyangan Jagat di Bali. Seperti ada
Gedong Limas Catu dan Limas Mujung sebagai Pesimpangan Batara
di Besakih dan Batur. Ada juga beberapa Meru Tumpang Tiga
dan Pelinggih Gedong yang masih perlu diteliti fungsinya.
Meski demikian, pura ini tetap fungsinya sebagai Pura Dang
Kahyangan sebagai pasraman raja dan para pemimpin untuk
mengingatkan agar para pemimpin senantiasa melakukan olah
tapa menguatkan jati dirinya agar dapat berfungsi dengan
baik sebagai pemimpin memajukan kehidupan yang sejahtera
lahir batin bagi rakyat yang dipimpin.
Source : balipost |