Candi Agung Gumuk Kancil berdiri tegak di dataran tinggi
Glenmore sekitar 400 meter dari permukaan air laut, tepatnya
di Petilasan Maha Rsi Markendya di Dusun Wonoasih Desa Bumiharjo
Kecamatan Glenmore Kabupaten Banyuwangi. Candi bermotif
Prambanan itu digarap selama 132 hari dengan dana Rp 150
juta. Diresmikan pada 11 Agustus 2002.
Piodalan diikuti sekitar 400 umat Hindu dari 50-an pura
di Banyuwangi. Acara dimulai pukul 07.00 WIB, diawali dengan
mendak tirta dari sumber Banyu Urip KPH Perhutani Banyuwangi
Barat sejauh 300 meter utara Candi Agung Gumuk Kancil. Pukul
07.45 WIB, iring-iringan mendak tirta tiba di Candi Agung
Gumuk Kancil, dilanjutkan dengan gunungan, yakni mengelilingi
candi tiga kali. Saat acara gunungan berlangsung, umat Hindu
yang ingin mengikuti sembahyangan mulai berdatangan sehingga
dalam waktu kurang dari 30 menit, pelataran Candi Agung
Gumuk Kancil dipadati warga berpakaian serba putih.
Ketua Panitia Pembangunan, I Ketut Wiryana, mengatakan
padatnya pelataran Candi Agung Gumuk Kancil saat piodalan
cukup dimaklumi mengingat kawasan tersebut merupakan persinggahan
Maha Rsi Markendya, sebelum melanjutkan perjalanan ritualnya
ke Bali. Bahkan di kawasan kaki Gunung Raung ini, Maha Rsi
Markendya sempat mendirikan pasraman dengan murid-murid
dari wong aga.
“Dari Gunung Raung, beliau melanjutkan ke Bali. Di
Bali, beliau menanamkan panca datu sebagai cikal bakal Pura
Agung Besakih. Dari kronologis ini kami melihat perlunya
dibangun candi di sini untuk mengenang dan meneladani keimanan
beliau,” jelas Wiryana.
Candi yang berdiri di lahan seluas 25 are itu dilengkapi
dengan arca Maha Rsi Markendya, Ciwa dan Budha. Semuanya
berbahan baku batu merapi. Selain itu juga ada bale pawedan,
tempat sesajen dan senderan. Bangunan fisik ini menelan
dana Rp 112 juta, sedangkan biaya upacara mencapai Rp 38
juta.
Pelaksana Pembangunan, Djaya Prana menjelaskan bahwa batu
yang digunakan di Candi Agung Gumuk Kancil diusung dari
Gunung Agung Bali dan Muntilan, Jawa Tengah. Jenis batu
dari Gunung Agung adalah andesit. Batu tersebut sengaja
didatangkan dari Bali dan Jateng, dengan maksud menyatukan
kembali tali perkawinan putri Gunung Agung dengan putra
Jawa Tengah. Selain itu, dengan perpaduan ini pihaknya ingin
mengembalikan sejarah perjalanan ritual Maha Rsi Markendya
yang dimulai dari Jawa menuju Bali. “Sangat tepat
kalau candi ini menjadi simbol persatuan Jawa-Bali,”
ujarnya.
Ungkapan senada juga disampaikan perancang Candi Agung
Gumuk Kancil, I Wayan Rura. Menurutnya, Candi Agung Gumuk
Kancil sengaja bermotif Prambanan karena Prambanan dikenal
sebagai candi terbesar umat Hindu. “Aplikasi batu
Jawa Bali, kami padu dengan motif Prambanan. Jadi tepat,
kalau candi ini menjadi simbol persatuan warga Jawa- Bali,”
tandasnya.
PERWUJUDAN bangunan atau arsitektur pemujaan di Gumuk Kancil
berbentuk candi berciri khas Jawa Timur, tepatnya adalah
Candi Angka Tahun di kompleks Candi Penataran. Bentuk ini
dipilih untuk mengangkat dan menghormati nilai-nilai kearifan
lokal bangunan pemujaan di Jawa. Konsep dasar arsitektur
candi ini adalah perkawinan atau perpaduan antara Jawa dan
luar Jawa yang dalam hal ini diwakili oleh Bali.
————-
Orientasi candi adalah Gunung (Gunung Raung di sebelah
utara) dan Segoro (laut). Bangunan candi ini terdiri atas
tiga bagian yaitu dasar, badan, dan puncak. Bagian dasar
candi terdiri atas bagian sbb.:
1. Pondasi telapak sebar berbentuk lingkaran pada kedalaman
5 m dari permukaan tanah, berfungsi mendukung dan meratakan
beban candi ke tanah, terbuat dari konstruksi plat beton
bertulang tebal 20 cm dengan radius berdiameter 9 m. Untuk
menghubungkan konstruksi pondasi dengan bangunan atas candi
dibuat dinding plat beton bertulang setinggi 5 m diisi dengan
beton cyclop (campuran batu pecah dengan beton). Empat kolom
berdiri di sisi-sisi bangunan candi yang dihubungkan dengan
balok-balok horisontal berfungsi mengikat dan menstabilkan
konstruksi bagian atas candi.
2. Bagian dasar (lapik) candi di atas permukaan tanah berbentuk
lingkaran melambangkan spiral kehidupan, disusun menjadi
8 anak tangga, yang terbawah berdiameter 9 meter. Bagian
badan berbentuk dasar segi empat bujur sangkar.
Candi Agung Gumuk Kancil punya tiga bilik relung candi
dan satu ruangan utama candi terbuka ke arah depan (selatan)
berisi lingga-yoni. Sebagai dasarnya, sebilah prasasti berukuran
10 cm X 30 cm dengan bahan dasar tembaga dicampur perak
dan emas.
Berisi Pengarcaan
Di bagian luar, dikelilingi tiga bilik relung candi. Pertemuan
antara bagian dasar sebagai bagian badan diisi Bedawang
Nala, Naga Basuki (di kanan) dan Naga Ananta Boga (di kiri).
Masing-masing bilik relung candi berisi pengarcaan memakai
sandaran basement berfungsi sebagai titik pusat konsentrasi
pemujaan. Pengarcaan dan pemujaan melalui arca disebut murti
puja.
Bilik relung timur berisi pengarcaan Tri Adhi Sakti yaitu
Dewi Saraswati, Dewi Sri Laksmi dan Dewi Parwati. Bilik
relung barat berisi pengarcaan Siwa-Budha/Tri Murti, dan
bilik relung candi utara berisi pengarcaan Rsi Markandeya.
Bilik relung timur berisi pengarcaan tiga dewi yaitu Dewi
Saraswati (di kiri), Dewi Laksmi (di kanan) dan Dewi Parwati
(di tengah-tengah) menjadi satu lapik, sehingga terkesan
menyatu. Dewi Saraswati sebagai dewi ilmu pengetahuan, Sri
Laksmi sebagai pemelihara dunia, kesuburan dan kemakmuran,
serta Dewi Parwati diwujudkan di tengah-tengah sebagai simbol
keteguhan hati.
Rsi Markandeya dalam pengarcaannya diwujudkan dengan sosok
berdiri tegak berukuran 120 x 60 x 50 cm, berjenggot panjang
memegang kendi, dengan tongkat kepala naga bersandar. Makna-makna
yang tersirat dari arca ini adalah bagi mereka yang melaksanakan
disiplin spiritual pemujaan melalui proses sampradaya antara
nabe dan sisya akan terbentuk karakter berbudi luhur. Kendi
akan mengalirkan ojas kelinuwihan bagi mereka yang meyakini
jejak dharma yatra Rsi Markandeya, tongkat akan membuka
memberi petunjuk arah kemahasucian.
Pengarcaan Siwa-Budha/Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) yang
bermakna utpeti, stiti, pralina sebagai satu kesatuan sosok
berukuran diwujudkan dengan sikap darma cakra prawartana
mudra. Bagian puncak dibentuk dengan susunan batu tiga tingkatan.
Ketinggian candi seluruhnya 9 meter, dibuat dari bahan batu
andesit dari Gunung Merapi, kecuali puncak (mahkota) candi
disusun dengan batu dari Gunung Agung.
Penggunaan dua jenis batu yang berbeda ini salah satunya
didasarkan atas tingkat kesucian bahan. Bagian puncak candi
juga dilengkapi dengan keris sepanjang sekitar 30 cm dilapisi
emas, tembaga, dan nikel sebagai penangkal petir.
Terus Berbenah
Secara keseluruhan candi ini dikerjakan oleh tukang candi
yang sudah sangat berpengalaman di bidang percandian yaitu
Dulkamid Jayaprana dari Dusun Multilan Jawa Tengah, sekitar
10 km sebelum Candi Borobudur dari arah Yogyakarta.
Di Jawa pada umumnya tidak ada candi yang berdiri sendiri
atau hanya ada satu candi di satu lokasi. Kompleks candi
biasanya terdiri atas candi induk, Pangider Bhuana, Perwara
atau Wahana, Apit, Kelir, Patok, Lawang, dan arca Ganesa.
Candi induk menjadi titik pusat orientasi candi-candi yang
lain.
Di kompleks Candi Agung Gumuk Kancil Raung, pada tahap
kedua akan dibangun Candi Perwara (Nandini). Candi ini berfungsi
sebagai wahana atau kendaraan Dewa Siwa. Letaknya di depan
candi induk sejauh 17 meter ke arah selatan dengan posisi
saling berhadapan. Secara keseluruhan, bentuk dasar candi
bagian bawah (lingkaran) dan bagian atas (bujur sangkar)
sama dengan candi induk. Yang berbeda hanyalah dimensi dan
isi bilik candi.
Tinggi candi dan diameter dasar adalah 5 meter. Panjang
Nandini 58 cm, duduk di atas bebaturan dengan dua roda pedati.
Ada relief di bagian samping kiri-kanan dan belakang yang
merupakan modifikasi dari Candi Tebing Tegallinggah Tampaksiring.
Di bagian depan dilengkapi dengan Makara Singa, tanpa Bedawang
Nala. Bahan candi adalah satu andesit dari Gunung Merapi,
kecuali puncak (mahkota) dari batu andesit Gunung Agung.
Di masa mendatang, Candi Agung Gumuk Kancil akan terus
berbenah dan dilengkapi lagi dengan jenis candi yang lain
sesuai dengan perkembangan “wahyu” dan kesiapan
sumber daya manusia setempat. Pengembangan candi dilakukan
dengan penuh hati-hati dengan konsep bahan sealamiah mungkin.
Titik-titik spiritual di sekitar candi induk perlahan tetapi
pasti sudah bermunculan seperti Watu Gantung di sebelah
utara, Sri Buhpati di sebelah tenggara candi induk.
Hari peringatan (piodalan) di candi ini dirayakan pada
purnama sasih kaenem ngalih kajeng.
* i wayan runa & i nyoman warnata,
FT Unwar, Denpasar
source: BaliPost |