Di Pura Goa Gajah terdapat ceruk di mana di dalam salah
satu ceruknya di arah timur goa terdapat tiga buah Lingga
berjejer dalam satu lapik. Masing-masing Lingga di kelilingi
oleh depalan Lingga kecil-kecil. Dalam tradisi Hindu Lingga
itu adalah bangunan suci simbol pemujaan pada Dewa Siwa
sebagai salah satu manifestasi Tuhan. Tiga Lingga ini mungkin
sebagai salah satu peninggalan Hindu dari sekte Siwa Pasupata.
Tiga Lingga itu sebagai simbol sakral sebagai sarana pemujaan
Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Purusa.
Tuhan dipuja sebagai Sang Hyang Tri Purusa itu dalam fungsinya
sebagai jiwa agung alam semesta. Siwa sebagai jiwa Bhur
Loka. Sada Siwa sebagai jiwa agung Bhuwah Loka dan Parama
Siwa sebagai jiwa Swah Loka. Tujuan pemujaan Tuhan sebagai
Siwa jiwa agung Bhur Loka adalah untuk mencapai suka tanpa
wali duhkha. Sebagai Sada Siwa untuk mencapai kebahagiaan
yang tiada berpangkal dan tiada berujung. Sebagai Parama
Siwa untuk mencapai kebahagiaan yang bersifat niskala yang
tidak dapat dibayangkan dalam wujud nyata dan tidak mungkin
diberikan ciri-cirinya. Demikian dinyatakan dalam pustaka
suci Wrehaspati Tattwa.
Masing-masing Lingga dikelilingi oleh delapan Lingga kecil-kecil
itu sebagai simbol delapan dewa di delapan penjuru dari
masing-masing bhuwana tersebut. Delapan dewa itu disebut
Astadipalaka, artinya delapan kemahakuasaan Tuhan sebagai
pelindung seluruh penjuru alam. Memuja Tuhan dalam manifestasinya
sebagai Sang Hyang Tri Purusa bertujuan untuk menguatkan
jiwa untuk mencapai kesuksesan hidup di Tri Bhuwana.
Delapan dewa di masing-masing bhuwana itu adalah sebagai
dewa manifestasi dari Siwa. Dalam buku ”Penuntun ke
Objek-objek Purbakala” oleh Prof. Drs. I Gst. Gde
Ardana dinyatakan tiga Lingga di Pura Goa Gajah itu ada
yang menduga sebagai simbol pemujaan Tri Murti. Dugaan itu
sepertinya kurang nyambung dengan konsep pantheon Hindu.
Pura Goa Gajah itu terletak di Desa Bedaulu Kecamatan Blahbatuh,
Gianyar. Pura ini memiliki banyak peninggalan purbakala.
Karena itu pura ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan
asing maupun domestik. Pura ini dapat dibagi menjadi tiga
bagian. Ada bangunan-bangunan suci Hindu yang amat tua sekitar
abad ke-10 Masehi. Ada bangunan suci Hindu berupa pelinggih-pelinggih
yang dibangun setelah abad tersebut. Sedangkan yang ketiga
ada bangunan peninggalan agama Buddha yang diperkirakan
oleh para ahli sudah ada sekitar abad ke-8 Masehi sezaman
dengan Candi Borobudur di Jawa Tengah.
Di ceruk bagian timur goa terdapat tiga Lingga besar berjejer
di atas satu lapik, sedangkan di bagian baratnya terdapat
arca Ganesa di goa berbentuk T. Jadinya di bagian hulu atau
keluwan goa ada tiga Lingga simbol Siwa atau Sang Hyang
Tri Purusa. Sedangkan di bagian teben adalah arca Ganesa
yaitu putra Siwa dalam sistem pantheon Hindu. Karena adanya
arca Ganesa inilah menurut Miguel Covarrubias goa ini bernama
Goa Gajah.
Fungsi Dewa Ganesa dalam sistem pemujaan Hindu adalah sebagai
Wighna-ghna Dewa dan sebagai Dewa Winayaka. Wighna artinya
halangan atau tantangan. Pemujaan Tuhan sebagai Dewa Ganesa
adalah pemujaan untuk mendapatkan tuntunan spiritual agar
memiliki ketahanan diri dalam menghadapi berbagai halangan
atau tantangan hidup. Ganesa dipuja sebagai Dewa Winayaka
adalah untuk mendapatkan tuntunan Tuhan dalam mengembangkan
hidup yang bijaksana. Kemampuan menghadapi tantangan dan
mengembangkan kebijaksanaan ini sebagai langkah awal untuk
meraih hidup yang damai dan sejahtera di bumi ini.
Di depan goa terdapat arca Pancuran dalam sebuah kolam
permandian sakral yang karena zaman tertimbun tanah. Saat
Kriygsman menjabat kepala kantor Prbakala di Bali, maka
tahun 1954 permandian itu digali. Di permandian itu terdapat
arca Widyadara dan Widyadhari. Arca pancuran ini ada enam
buah. Tiga berjejer di bagian utara dan tiga di bagian selatan.
Arca bidadari ini diletakkan di atas lapik teratai atau
padma. Padma adalah simbol alam semesta stana Hyang Widhi.
Di tengahnya ada arca laki simbol Widyadhara. Enam arca
Widyadhari ini mengalirkan air dari pusat arca dan ada yang
dari susu arca. Air yang mengalir di kolam itu sebagai simbol
kesuburan. Tujuan pemujaan Tuhan dengan simbol Lingga sebagai
media untuk memotivasi munculnya kesuburan. Lingga itu dibagi
menjadi dua bagian yaitu alasnya disebut Yoni simbol Predana
dan yang berdiri tegak di atas yoni itu disebut Lingga.
Bagian bawah lingga berbentuk segi empat simbol Brahma Bhaga,
di atasnya berbentuk segi delapan simbol Wisnu Bhaga.
Di atas segi delapan berbentuk bulat panjang. Inilah puncaknya
sebagai Siwa Bhaga. Dalam upacara pemujaan Lingga ini disiram
air atau dengan susu. Air atau susu itu ditampung melalui
saluran yoni. Air itulah yang dipercikan ke sawah ladang
memohon kesuburan pertanian dan perkebunan.
Arca pancuran itu lambang air mengalir untuk membangun
kesuburan pertanian dalam arti luas. Dalam Canakya Nitisastra,
air itu dinyatakan salah satu dari tiga Ratna Permata Bumi.
Tumbuh-tumbuhan bahan makanan dan obat-obatan serta kata-kata
bijak sebagai dua Ratna Permata lainnya. Bangunan suci Hindu
di Pura Goa Gajah di samping ada bangunan peninggalan Hindu
pada zaman eksisnya Hindu Siwa Pasupata pada zaman berikutnya
ada pura sebagai pemujaan Hindu pada zaman Hindu Siwa Siddhanta
telah berkembang. Karena itu di sebelah timur agak ke selatan
Goa Gajah itu ada beberapa pelinggih. Ada Pelinggih Limas
Catu dan Limas Mujung sebagai Pelinggih Pesimpangan Batara
di Gunung Agung dan Gunung Batur.
Ada Pelinggih Gedong sebagai pelinggih leluhur para gusti
di Bedaulu. Ada pelinggih Ratu Taman sebagai pemujaan Batara
Wisnu sebagai dewanya air. Sebagaimana pura pada umumnya
terdapat juga beberapa bangunan pelengkap. Seperti pelinggih
Pengaruman sebagai tempat sesaji untuk persembahan saat
ada upacara, baik upacara piodalan maupun karena ada hari
raya Hindu lainnya.
Peninggalan yang lebih kuno dari peninggalan Hindu di Pura
Goa Gajah adalah adanya peninggalan agama Buddha. Di luar
goa di sebelah baratnya ada arca Buddhis yaitu Dewi Hariti
di Bali disebut arca Men Brayut. Arca ini dilukiskan sebagai
seorang wanita yang memangku banyak anak. Dalam mitologi
agama Buddha, Hariti ini pada mulanya seorang wanita pemakan
daging manusia terutama daging anak-anak. Setelah Hariti
ini mempelajari ajaran Sang Budsha, Hariti akhirnya menjadi
seorang yang sangat religius dan penyayang anak-anak.
Di sebelah selatan Goa Gajah melalui parit diketemukan
arca Buddha dalam sikap Dhyani Buddha Amitaba. Buddha dalam
sikap Dhyani Buddha Amitaba ini dalam sistem pantheon Buddha
Mahayana sebagai Buddha pelindung arah barat alam semesta.
Demikian tiga wajud bangunan keagamaan Hindu dan Buddha
di Pura Goa Gajah.* I Ketut Gobyah
http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2006/11/8/bd2.htm |