Lontar Pemargan Danghyang Nirartha menyatakan Pura Erjeruk
Sukawati di Kabupaten Gianyar itu salah satu dari Pura Sad
Kahyangan. Tetapi belakangan dinyatakan dalam buku hasil penelitian
Sejarah Pura oleh tim dari IHD (Unhi), Pura Erjeruk dinyatakan
sebagai Pura Dang Kahyangan. Memang di Bali banyak lontar
yang menyatakan adalah Pura
Sad Kahyangan itu agak berbeda-beda. Hal ini disebabkan
adanya perjalanan sejarah politik kerajaan di Bali.
Pada awalnya Bali hanya ada satu kerajaan. Perjalanan politik
di Bali pada kenyataannya melahirkan adanya sembilan kerajaan.
Dari kerajaan itu ada yang pernah tidak cocok satu sama
lain. Bahkan, ada yang sampai berperang. Hal inilah yang
mungkin menimbulkan adanya perubahan adanya catatan lontar
tentang keberadaan Sad Kahyangan di Bali. Pura Erjeruk itu
adalah Pura Kahyangan Jagat. Karena Pura Sad Kahyangan maupun
Pura Dang Kahyangan sama-sama Pura Kahyangan Jagat. Artinya
pura itu sebagai sarana pemujaan umum dengan tidak membeda-bedakan
asal-usul keluarga. Asal desa maupun profesi umat pemujaannya.
Masing-masing kerajaan menentukan Sad Kahyangannya sendiri-sendiri.
Hal ini tentunya tidak perlu dipersoalkan secara berlebihan.
Karena yang paling utama setiap kerajaan memiliki komitment
untuk memuja Tuhan dengan konsep Sad Kahyangan untuk melestarikan
Sad Kerti. Karena kehidupan di wilayah kerajaan akan menjadi
seimbang kalau unsur-unsur Sad Kerti itu mendapatkan perhatian
secara seimbang dan terpadu.
Atma Kerti untuk membangun kesucian Atman agar menjadi
unsur yang paling kuat mengendalikan kehidupan setiap umat
manusia. Kalau kesucian Atman yang dominan dalam diri manusia,
maka perilaku yang dimunculkan pasti perilaku yang paling
kuat mengendalikan kehidupan setiap umat manusia. Kalau
kesucian Atman yang dominan dalam diri manusia, maka perilaku
yang dimunculkan pasti perilaku yang bermoral luhur dengan
daya tahan mental yang tangguh.
Demikian juga unsur Samudra Kerti, Wana Kerti dan Danu
Kerti wajib mendapatkan perhatian. Tiga unsur Sad Kerti
ini wajib mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Karena
tiga unsur alam ini sangat menentukan suburnya suatu wilayah
untuk memproduksi bahan-bahan makanan kebutuhan pokok bagi
setiap makhluk hidup. Dengan lestarinya tiga sumber alam
tersebut maka keberadaan lingkungan alam akan sangat kondusif
memberikan kehidupan ekonomi penduduk kerajaan.
Unsur Jagat Kerti dan Jana Kerti ini juga unsur yang juga
sangat penting mendapatkan perhatian. Jagat Kerti membangun
kehidupan sosial yang dapat memberikan rasa aman dan juga
sebagai wadah untuk memenuhi kebutuhan sosiologis umatnya.
Kebutuhan sosiologis itu adalah kebutuhan akan kasih sayang
lingkungan. Dari hal itulah akan muncul kerja sama antarsesama
untuk saling bantu dalam mengarungi kehidupan ini.
Dengan Jagat Kerti dapat dibangun kehidupan sosial yang
berkualitas. Sedangkan dengan Jana Kerti dapat dibangun
individu-individu yang sehat secara fisik, tenang secara
rohani dan profesional dalam menjalankan kehidupannya. Perhatian
pada enam hal yang disebut Sad Kerti itulah yang diharapkan
muncul dari pemujaan Tuhan melalui Pura Sad Kahyangan.
Sad Kerti sebagai konsep hidup yang universal itulah sebagai
benang merahnya pemujaan Tuhan di Pura Sad Kahyangan. Karena
itu tidaklah perlu adanya Sad Kahyangan yang berbeda-beda
itu dipermasalahkan. Demikian jugalah halnya Pura Erjeruk
pada zaman dahulu menjadi tanggung jawab semua kerajaan
di Bali.
Selanjutnya Pura Erjeruk ini diempon oleh tiga belas subak
di sekitar Sukawati, Kabupaten Gianyar. Meski demikian,
saat dilangsungkan upacara pujawali setiap Buda Kliwon Pahang
banyak juga umat dari berbagai daerah Bali sembahyang di
Pura Erjeruk, Sukawati, Kabupaten Gianyar. Meski demikian,
saat dilangsungkan upacara Pujawali setiap Buda Kliwon Pahang
banyak juga umat dari berbagai daerah Bali sembahyang di
Pura Erjeruk, Sukawati ini.
Pura Erjeruk disebut sebagai Pura Dang Kahyangan karena
di pura ini terdapat Manjangan Saluwang sebagai pemujaan
orang suci Mpu Kuturan dan juga Meru Tumpang Tiga sebagai
pumujaan Dang Hyang Nirartha. Dua tokoh ini adalah sebagai
Dang Guru atau sebagai Adi Guru Loka pada zamannya. Adanya
dua Dang Guru itulah yang menandakan Pura Erjeruk ini pernah
berfungsi secara intensif sebagai mecara intensif sebagai
media pendidikan kerohanian umat, sehingga Pura Erjeruk
dapat disebut sebagai Pura Dang Kahyangan.
Dua tokoh Dang Guru sebagai Adi Guru Loka itu menjadi gurunya
raja dengan rakyatnya sehingga kehidupan kerajaan dapat
berlangsung secara baik dan wajar. Yang menguatkan pendapat
bahwa Pura Erjeruk ini juga sebagai Pura Dang Kahyanga adalah
adanya dua patung pendeta suami-istri dengan sikap Tri Kona.
Yang lanang duduk dengan sikap padmasana, sedangkan yang
istri duduk dengan sikap bajrasana.
Sikap Tri Kona ini menggambar bahwa fungsi pandita sebagai
Adi Guru Loka untuk menanamkan sikap hidup Tri Kona pada
rakyat. Sikap Tri Kona itu untuk mendorong rakyat agar dalam
hidupnya ini seimbang untuk melakukan Utpati yaitu mencipta
sesuatu yang patut diciptakan. Stithi yaitu melindungi sesuatu
yang sepaturnya dilindungi. Pralina yaitu aktif melakukan
upaya pralina pada sesuatu yang sudah usang dan memang sepatutnya
sudah di-pralina.
Di Pura Erjeruk, Sukawati di Madya Mandala atau halaman
tengah terdapat Pelinggih Gedong sebagai stana Ratu Gede
atau orang besar yang pernah berkuasa di Bali. Konon pelinggih
itu sebagai stana roh suci Dalem Watu Renggong. Pelinggih
ini untuk mengingatkan saat Dalem Watu Renggong mengalahkan
Dalem Juru di Blambangan, Jawa Timur. Dalem ingin mengembangkan
persahabatan lewat perkawinan dengan melamar putri Dalem
Juru. Entah apa sebabnya lamaran Dalem Watu Renggong ditolak
dengan cara yang tidak terhormat.
Konon, gambar Dalem Watu Renggong yang dikirim ke Blangbangan
dinilai jelek oleh Putrinya Dalem Juru. Karena penolakan
yang tidak dengan hormat itu Dalem Watu Renggong mengutus
Patih Ularan dengan pasukannya menyerang Dalem Juru. Dalem
Juru dapat dibunuh oleh Patih Ularan dalam suatu pertempuran
yang bersifat kesatria. Karena itu Dalem Watu Renggong disebut
Ratu Gede distanakan di Pelinggih Gedong di areal madya
mandala Pura Erjeruk. Di sebelah utara Gedong Ratu Gede
ini ada Palinggih Dugul stana Ratu Nganten sebagai tempat
suami-istri memohon putra bagi pasangan yang sulit mendapatkan
anak dalam perkawinannya.
Pura Erjeruk ini juga sebagai tempat melangsungkan upacara
Nanggluk Merana umumnya dilakukan saat Sasih Keenem. Karena
itu di Pura Erjeruk ada Pelinggih Tugu pesimpangan Ratu
Mas Mecaling atau Ratu Gede Nusa di sebelah selatan pada
areal jaba sisi. Umat Hindu terutama di Bali Selatan sangat
yakin Ratu Gede Nusa inilah yang sebagai pengendali hama.
Karena itu upacara Nanggluk Merana ini sebagai media untuk
membangkitkan Ratu Gede Nusa agar hama itu dikendalikan
oleh beliau agar tidak mengganggu pertanian penduduk. Ratu
Gede Nusa itulah yang menguasai hama tersebut. (wn)
|