Tuhan menciptakan alam seperti bumi
ini dengan segala isinya serta menciptakan tuntunan suci
yang disebut dharma untuk menuntun kehidupan semua makhluk
di bumi ini. Alam dan aturan suci itu sesungguhnya ciptaan
dan milik Tuhan. Pura Bukit Mentik dekat Danau Batur terdapat
dua Meru Tumpang Tiga berada di sebelah kiri Meru Tumpang
Lima yang merupakan pelinggih utama di Pura Bukit Mentik.
Di Meru Tumpang Lima itu dipuja Dewa Danuh
yang di Pura Bukit Mentik disebut Ida Ratu Ayu Sembah Suun.
Demikian Jero Mangku Jenaka atau Jero Mangku Pupul menjelaskan.
Dua Meru Tumpang Tiga di sebelah kiri Meru Tumpang Lima
pelinggih utama di Pura Bukit Mentik itu adalah sebagai
stana Ida Ratu Maduwe Gumi dan Ida Ratu Maduwe Gama. Dua
Meru Tumpang Tiga di sisi kiri Pelinggih Utama Meru Tumpang
Tiga ini memberikan suatu visualisasi untuk memotivasi umat
Hindu agar menumbuhkan keyakinan bahwa Tuhan itulah yang
memiliki bumi yang diciptakan-Nya. Ini juga sebagai tempat
umat manusia hidup dan mengembangkan kehidupannya mewujudkan
cita-citanya.
Meru Tumpang Lima stana Dewi Danu yang
diberi sebutan Ida Ratu Ayu Sembah Suun tiada lain adalah
pemujaan Tuhan yang bercorak Waisnawa untuk memotivasi umat
manusia memahami bahwa air sebagai pelindung dan pemelihara
hidup dan kehidupan semua makhluk hidup di bumi ini. Air
sebagai Ratna Permata Bumi adalah ciptaan Tuhan yang merupakan
unsur mutlak harus ada dengan kuantitas dan kualitas yang
memadai di setiap pemukiman. Hal ini dinyatakan dalam Chanakya
Nitisastra 1.9.
Demikian juga di dalam pemelihara dan perlindungan
mata air seperti danau dan sungai ciptaan Tuhan itu merupakan
salah satu unsur Sad Kerti yang wajib untuk melindungi bagi
manusia yang mendambakan hidup sejahtera. Air akan selalu
ada dan terus eksis memberikan hidup dan kehidupan umat
manusia apabila bumi yang juga ciptaan Tuhan dipelihara
dengan baik sebagai suatu wujud bakti pada Tuhan.
Pedoman untuk memelihara bumi sumber air
itu, Tuhan telah menurunkan dharma. Nampaknya konsep hidup
dalam memuja Tuhan seperti itulah yang divisualisasikan
secara sakral di Pura Bukit Mentik di dekat Danau Batur,
Kintamani. Di depan Meru Tumpang Lima terdapat Balai Pesamuan
sebagai media yang memvisualisasikan saat Ida Ratu Ayu di
Meru Tumpang Lima itu tedun menerima persembahan umat saat
ada upacara umum setiap hari raya keagamaan Hindu dan terutama
saat ada upacara Pujawali.
Ini artinya saat Ida Ratu Sembah Suhun
di alam Suksma atau Sunia Loka disimbolkan berstana di Meru
Tumpang Lima. Sedangkan saat beliau ke bumi di alam Wahya
dilukiskan di Pelinggih Balai Pesamuan. Karena itu upacara
Masineb atau Ngeluhur beliau kembali di Pelinggih Meru Tumpang
Lima. Karena Meru itu lambang Bhuwana Agung dan Bhuwana
Alit.
Tumpang-tumpang Meru pinaka uriping bhuwana
muah patalaing bhuwana. Artinya tumpang-tumpang Meru itu
lambang jiwa alam semesta dan juga lambang lapisan alam
semesta. Bumi adalah alam yang paling dekat dengan manusia.
Bumi ini akan menjadi tempat hidup untuk mengembangkan kehidupan
mulia apabila dipelihara dengan spiritual agama sabda Tuhan
dan ilmu hasil pengembangan para ahli seperti para Resi.
Oleh karena itu ada Meru Tumpang Tiga di
sebelah kiri Meru Tumpang Lima sebagai stana Ida Ratu Maduwe
Gama. Ini berarti untuk menata bumi ini hendaknya didasarkan
pada petunjuk-petunjuk agama yang dikembangkan menjadi berbagai
ilmu oleh para Vipra atau orang-orang bijaksana. Kalau dua
hal itu terpadu maka perbukitan yang ada di sekitar Gunung
Batur itu akan tumbuh menjadi sumber pengembangan kesejahteraan
hidup masyarakat sekitar.
Hal inilah yang mungkin mengapa pura tersebut
diberi nama Pura Bukit Mentik atau pura untuk menumbuhkan
bukit itu menjadi bukit yang subur makmur. Pura Bukit Mentik
ini sebagaimana Pura-pura Kahyangan Jagat lainnya juga memiliki
Pura-pura Jajar Kemiri atau Pura Prasanak. Menurut Nyoman
Lasteng dan Guru Nengah Suarta sebagai Paduluan Pura Bukit
Mentik, ada sepuluh Pura Prasanak Pura Bukit Mentik yang
ada di sekitar pura tersebut.
Pura Prasanak tersebut adalah Pura
Ratu Gede Pemapas. Pura ini sebagai awal pemujaan untuk
menuju Pura Bukit Mentik. Pura ini kemungkinan sebagai pemujaan
Batara Gana sebagai Dewa Wighna-ghna tempat mohon Tirtha
Pengelukatan agar jangan mendapatkan halangan dalam pejalanan
menuju Pura Bukit Mentik sebagai puncak pemujaan.
Seterusnya Pura
Belong stana Batara Ratu Mas Magelung. Pura
Pandan Harum stana Masula Masuli, selanjutnya Pura
Gua yang terletak di sebuah goa terbuka dengan wujud
pelinggih mirip Lingga stana Sang Hyang Pasupati. Pemujaan
Sang Hyang Pasupati sebagai media memuja Batara Siwa untuk
menguasai sifat-sifat yang disebut Asuri Sampad agar sifat-sifat
Dewi Sampad agar eksis mengendalikan hidup ini menuju pengembangan
sifat-sifat kedewataan. Karena kecenderungan yang disebut
Dewi Sampad dalam Bhagawad Gita akan membawa manusia berlaku
mulia bagaikan Dewata.
Pura Prasanak selanjutnya adalah Pura
Batu Kembang tempat pemujaan Ratu Mas Melanting dan
Ratu Mas Muncar. Selanjutnya Pura Taru Alit sebagai stana
Ratu Aji Luwih. Pura
Jati sebagai stana Bujanggan Ida Batara. Juga sebagai
Prasanak adalah Pura Ratu Subandar sebagai tempat pemujaan
umat yang berprofesi sebagai pedagang. Pemujaan selanjutnya
barulah menuju pemujaan puncak ke Pura Bukit Mentik.
Upacara Pujawali di Pura Bukit Mentik setiap
Sasih Kapat. Sasih Kapat ini adalah sasih di mana alam menghadirkan
musim untuk menumbuhkan (mentikan) berbagai tumbuh-tumbuhan
bahan makanan, obat-obatan dan juga untuk memelihara tumbuhan
yang disebut tanem tuwuh. Tumbuhan hutan sebagai pengayom
lingkungan yang memiliki fungsi yang amat luas. Tumbuhan
Tanem Tuwuh itu juga dibutuhkan ada di pusat-pusat pemukiman
untuk mengurangi polusi udara. * I Ketut Gobyah
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2007/10/10/bd1.htm |