Berbakti kepada
Tuhan bukanlah sekadar untuk berbakti dalam wujud ritual
formal. Berbakti pada Tuhan dengan sarana tempat pemujaan
dengan berbagai kelengkapannya bukanlah sekadar untuk berbakti
untuk menunjukkan bahwa kita sudah beragama. Berbakti pada
Tuhan memiliki tujuan yang amat luas.
Salah satu tujuan berbakti pada Tuhan untuk
menguatkan motivasi hidup dengan mengembangkan aspek spiritual.
Dari kuatnya motivasi hidup itulah berbagai kegiatan hidup
dapat diselenggarakan dengan tepat, baik dan benar. Salah
satu pahala dari terselenggaranya kehidupan yang tepat,
baik dan benar itu terwujudnya kehidupan yang sejahtera.
Mengembangkan dan memelihara kehidupan yang sejahetra Tuhan
dipuja sebagai Dewa Wisnu. Dewi Sri adalah sebagai ''saktinya''
Dewa Wisnu dalam menuntun umat manusia dalam mengembangkan
dan memelihara kehidupan makmur dan sejahtera itu.
Pura Amerthasari di Banjar Merthasari Desa
Adat Lokasari, Loloan Timur, Kabupaten Jembrana adalah pura
untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Ayu Manik Galih. Tujuan
pemujaan ini adalah untuk mendapatkan motivasi religius
dalam mengembangkan kehidupan yang sejahtera. Dewa Ayu Manik
Galih sebutan lain dari Tuhan sebagai dewanya padi. Suburnya
tanaman pangan yang disebut padi itu adalah simbol kemakmuran
ekonomi.
Dalam tradisi kehidupan beragama Hindu
di Bali, Dewa Ayu Manik Galih itu adalah sebutan lain dari
Dewi Sri. Dewa Wisnu ''Saktinya'' adalah Dewi Sri sebagai
dewinya kemakmuran ekonomi. Mengapa saktinya Dewa Wisnu
yang dipuja. Hal ini mempunyai nilai aplikatif dalam mengimplementasikan
pemujaan pada Tuhan.
Sakti dalam pustaka suci Wrehaspati Tattwa
14 dinyatakan: Sakti ngaranya ikang sarwa jnanya lawan sarwa
karya. Artinya Sakti namanya yang banyak ilmu dan banyak
kerja. Ilmu yang diamalkan dalam kerja itulah yang disebut
sakti. Dengan demikian pemujaan Dewi Sri sebagai Saktinya
Dewa Wisnu mengandung makna bahwa untuk mengembangkan dan
melindungi kehidupan yang makmur sejahtera tidak cukup hanya
dengan memuja Tuhan dengan mencakupkan tangan di depan tempat
pemujawan Dewi Sri.
Pemujaan itu hendaknya dilanjutkan dengan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan tepat, baik dan benar
dalam wujud berbagai pekerjaan nyata. Dalam ilmu itu ada
nilai dan konsep. Wujudkanlah nilai dan konsep itu dalam
kerja sehingga memperoleh pahala mulia dari Tuhan. Dalam
memelihara kehidupan yang makmur dan sejahtera itu menurut
Canakya Nitisastra XIV.18 yang dikutip di atas ini adalah
mengembangkan dan melindungi lima hal yaitu Dharma, Dhana,
Dhanyan, Guru Wacana dan Ausada.
Dharma itu sering disinonimkan dengan agama.
Artinya kalau ingin hidup sejahtera pelihara dan kembangkanlah
dharma agama dengan tepat, baik dan benar. Agama jangan
dijadikan media formal untuk meraih citra moral semata dengan
menampilkan kegiatan-kegiatan eksklusif. Hal ini dapat menimbulkan
beban hidup yang memberatkan hidup. Agama yang intinya berupa
sradha dan bhakti pada Tuhan hendaknya diimplementasikan
menjadi sistem religi yang lebih dinamis untuk menuntun
hidup ke dalam berbagai sistem budaya.
Dharma juga berarti kebenaran, kewajiban
dan kebajikan. Untuk mendapatkan hidup makmur dan sejahtera
itu hiduplah berdasarkan kebenaran, berbuat sesuai dengan
kewajiban hidup. Di samping itu, dharma juga berarti melakukan
kebajikan pada sesama ciptaan Tuhan.
Dhana artinya harta benda berupa kekayaan.
Hal ini harus dicari dan lindungi dengan tepat, baik dan
benar. Mendapatkan dhana haruslah berdasarkan dharma. Dalam
Wrehaspati Tattwa 32 ada delapan kepuasan hidup atau Asta
Tusti yang seyogianya diusahakan dalam hidup ini. Di antaranya
Arjana dan Raksana. Arjana artinya rezeki atau penghasilan
yang dapat dikumpulkan dengan kerja yang benar. Sedangkan
Raksana adalah memperoleh rasa aman. Juga berarti menggunakan
rezeki atau Arjana itu dengan sebaik-baiknya sehingga menimbulkan
rasa aman dalam diri.
Dhana itu seharusnya digunakan untuk menyukseskan
tujuan mencapai Dharma, Artha dan Kama. Pemeliharaan dan
perlindungan dhana itu agar jangan penggunakan dhana itu
justru menimbulkan perilaku adharma.
Dhanyan artinya bahan makanan. Bahan makanan
itu harus didapatkan dari dharma dengan tidak merusak alam
sumber dari bahan makanan itu, dipilih makanan yang satvika,
diolah secara Catur Sudhi sehingga bahan makanan yang diolah
itu tetap dapat berfungsi sebagai bahan makanan yang sehat
dan tetap Satvika Ahara. Pola makan dengan konsep ilmu kesehatan
yang tepat.
Guru Wacanam artinya kata-kata bijak atau
Subha Sita yang dikembangkan oleh para guru suci seperti
para maharesi dan para pandita yang ahli dalam mengembangkan
ajaran suci Weda ke dalam kata-kata sastra yang bermakna
dan dapat meresap ke dalam lubuk hati sanubari umat. Kata-kata
bijak atau Subha Sita itulah yang harus dilindungi dengan
diajarkan pada umat melalui sistem pendidikan baik formal,
nonformal dan informal. Kata-kata bijak guru suci itu adalah
warisan karya para resi yang telah banyak, baik dalam wujud
Itihasa maupun Purana dan kitab-kitab Sastra Weda lainnya.
Kata-kata bijak ini harus disebarkan seluas-luasnya sepanjang
masa pada setiap generasi. Dengan demikian umat akan terus
tertuntun oleh kata-kata bijak sebagai wacana para guru
suci itu sebagai media penyebaran ajaran Weda sabda Tuhan.
Ausada artinya obat-obatan sebagai cara
untuk memelihara kesehatan masyarakat. Dalam pengertian
yang lebih luas Ausada juga berarti melindungi sistem hidup
sehat untuk diterapkan pada setiap generasi. Demikianlah
lima hal yang wajib dilindungi kalau ingin mendapatkan hidup
yang sejahtera.
* I Ketut Gobyah |