Piodalan
 

Dari kejauhan sayup-sayup Kidung Warga Sari terdengar diiringi tabuh lelambatan. Harum wewangian dupa tercium seiring dengan mantram puja dari sang Dwijati yang menjadikan suasana semakin khusuk. Mungkin ungkapan di atas tidak cukup untuk menggambarkan suasana saat piodalan atau pujawali di pura pura yang berada di seluruh penjuru Bali.

Berikut kami kutipkan penjelasan tentang piodalan yang kami ambil dari buku PURA LUHUR ANDAKASA yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Bali.

Kalau disimak, setiap pura di Bali, selalu memiliki hari subhadiwasa tegak pujawali atau pawedalan Pujawali bermakna sama dengan pawedalan. Puja-wali adalah pelaksanaan pemujaan saat walin (hari persembahan kepada) Ida Bhatara di pura dimaksud, dan hari persembahan itu adalah hari kelahiran beliau. Dalam pada itu pawedalan dan piodalan berasal dari kata wedal atau lahir, sehingga dengan demikian berarti pula peringatan hari lahir. Sekilas, dapat ditangkap bahwa pujawali dan pawedalan memiliki makna sama dengan perayaan peringatan kelahiran atau ulang tahun dalam masa modern ini. Sesuai dengan petunjuk dan tuntunan Rontal Indik Mamungkah Parhyangan, Bhamakertih, rahina subhadiwasa tegak pujawali atau pawedalan ini, biasanya sama harinya dengan hari subhadiwasa saat persembahan dan pemujaan upacara upacara pertama kali sejak pembangunan; karya pamungkah, pamelaspas, mapulang pedagingan dan pangenteg linggih sapalelaban pura (upacara ritual pemugaran, penyucian bangunan, menanam upakara dan mengukuhkan bangunan dalam kompleks pura yang bersangkutan) yang telah selesai dibangun termasuk seluruh jajar kemiri - deretan bangunan sebagai unsur dalam struktur bangunan palinggihnya.



Informasi tentang piodalan tidak hanya penting bagi penyungsung masing masing, tetapi penting juga buat warga yang ingin ngaturang bakti sebagai wujud dari kesadaran menjalankan Dharma. Jika di antara penyungsung pura yang ada di Bali, ingin mencantumkan hari piodalan di pura bersangkutan dapat menginformasikan kepada kami dengan mengirim e-mail ke .